Sosok 2 Ilmuwan Keturunan Turki di Balik Kandidat Vaksin Tonggak Sejarah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Sepasang suami-istri keturunan Turki-Jerman muncul sebagai pelopor dalam perlombaan untuk memasarkan vaksin virus corona, yang akan menjadi pencapaian luar biasa.

BioNTech dan mitranya di AS, Pfizer, mengumumkan bahwa vaksin mereka mampu mencegah lebih dari 90% orang menderita Covid-19, menurut hasil awal dari uji coba Tahap 3.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Vaksin ini adalah satu dari 11 vaksin di dunia yang saat ini sedang dalam tahap akhir uji coba, yang melibatkan perusahaan farmasi dan laboratorium lainnya.

Kemajuan secepat ini dalam pengembangan vaksin baru pertama kali terjadi di dunia — biasanya, penelitian dan uji coba vaksin membutuhkan waktu tujuh atau delapan tahun. Tim riset Covid di BioNTech diberi julukan “Project Lightspeed”.

Pfizer dan BioNTech mengatakan akan segera meminta persetujuan dari pihak berwenang di Amerika agar vaksin ini bisa dipakai secara darurat pada akhir November.

Walau masih banyak tantangan yang akan dihadapi dalam tahap-tahap selanjutnya, pengumuman mengenai vaksin ini disambut gembira oleh para ilmuwan. Beberapa bahkan memperkirakan kehidupan dapat kembali normal pada musim semi tahun depan.
“Saya mungkin orang pertama yang mengatakan itu, tapi saya akan mengatakannya dengan yakin,” kata Sir John Bell, profesor regius bidang kedokteran di Universitas Oxford.

Spesialis imunoterapi Prof. Sahin menyadari bahwa peran mRNA dalam mengirimkan instruksi genetik ke dalam sel dapat diadaptasi untuk melawan virus corona. Idenya adalah mengelabui sistem kekebalan tubuh dengan protein virus, sehingga antibodi kemudian dapat menyerang virus yang asli. BioNTech melaporkan bahwa tingkat kemanjuran vaksin di atas 90% dicapai sepekan setelah pemberian dosis kedua.

Prof. Sahin dan Dr. Tu¨reci mendirikan BioNTech di kota Mainz, Jerman bagian barat pada tahun 2008. Keduanya adalah anak dari imigran Turki.

Ugur Sahin berusia empat tahun ketika pindah ke Jerman bersama ibunya untuk bergabung dengan ayahnya, yang bekerja di pabrik Ford di Koln.Ugur Sahin belajar ilmu kedokteran di Universitas Cologne, dan berkata ia sering tinggal di lab hingga larut malam sebelum bersepeda pulang ke rumah. Sampai hari ini, ia masih bersepeda ke kantor.
“Ia tidak pernah berubah, selalu sangat rendah hati dan menarik,” kata Matthias Kromayer dari firma modal ventura MIG AG, yang berinvestasi di BioNTech sejak awal.

Sementara, Özlem Tu¨reci tumbuh dewasa dengan dipengaruhi oleh ayahnya, seorang dokter yang membuka praktik pribadi di rumah. “Saya tidak bisa membayangkan profesi lain bahkan ketika saya masih kecil,” ujarnya seperti dikutip media.

Sekarang, nilai perusahaan BioNTech di bursa saham Nasdaq mencapai $21 miliar, melonjak dari $4,6 miliar setahun yang lalu.

BioNTech mempekerjakan lebih dari 1.300 orang dari lebih dari 60 negara, lebih dari setengahnya adalah perempuan, lansir Deutsche Welle.

Pada bulan Januari, setelah membaca makalah tentang virus corona di jurnal ilmiah The Lancet, Prof Sahin segera menyadari betapa cepat penyebaran virus tersebut, dan setelah mempelajari datanya, ia mengerahkan lebih dari 400 staf untuk pengembangan vaksin.
“Nilai saham tidak menarik minat saya,” katanya kepada situs berita Jerman Wirtschaftswoche.

“Kami ingin membangun perusahaan yang mirip dengan raksasa bioteknologi seperti Amgen atau Genentech. Kami ingin menciptakan nilai jangka panjang. Itulah yang menarik minat saya.”

Pfizer dan BioNTech mengatakan mereka akan memiliki data keamanan vaksin yang memadai pada pekan ketiga November. Sebelum disetujui, negara-negara belum diperbolehkan untuk memulai program vaksinasi.

Pfizer dan BioNTech mengatakan, begitu mendapat persetujuan, mereka bisa menyediakan hingga 50 juta dosis tahun ini dan 1,3 miliar dosis tahun depan. Setiap orang membutuhkan dua dosis.

Sejauh ini vaksin tersebut tampaknya aman saat diuji coba dalam skala besar, tetapi tidak ada obat yang 100% aman, termasuk paracetamol.

Profesor Peter Horby, dari Universitas Oxford, berkata: “Berita ini membuat saya tersenyum lebar. “Sungguh melegakan… perjalanan masih panjang sebelum vaksin mulai membuat perbedaan nyata, tapi bagi saya ini terasa seperti momen yang menentukan.”

Sumber : bbc.com

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *