Rocky Gerung Salahkan Istana karena Ambigu

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

Jakarta, Hajinews.id – Pengamat politik Rocky Gerung ikut menyoroti sikap Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman memerintahkan anak buahnya untuk mencopot baliho bergambar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Rocky Gerung menilai dalam masalah ini sikapa Istana yang ambigu soal TNI merecoki urusan Habib Riaiz Shihat. Apalagi, kata dia, sampai hari ini tidak jelas sikapnya soal momentum tersebut.

Pihak Istana mengaku tidak memerintahkan Pangdam Jaya turunkan baliho Imam Besar Front Pembela Islam itu, tapi di sisi lain tidak mengonformasi apakah tindakan Pangdam Jaya itu salah atau tidak.

Rocky menganggap sikap ambigu Istana ini makin menambah deret blunder rezim. Makanya, Rocky mengatakan jangan salahkan publik yang memunculkan meme sarkastis yang cenderung mengolok-olok institusi TNI.

“Kalau Presiden tak tahu menahu (manuver Pangdam Jaya) semestinya beri sanksi. Kan hirarki komando dalam militer yang ambil inisiatif harus perintah pejabat tingginya. Kalau hanya keterangan pers (dari staf KSP) seolah membenarkan itu artinya Istana mau ambil keuntungan dari opini publik. Ini berbahaya mau umpankan perdebatan,” ujar Rocky dikutip di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin (23/11/2020).

“Baliho itu kampanye politik sipil, saya menagih kejelasan Istana soal bagaimana sikap peristiwa di Petamburan,” imbuh Rocky Gerung.

Dia menilai tampilnya Pangdam Jaya dalam kasus Petamburan dan pencopotan baliho Habib Rizieq ini adalah testing water politik dan publik juga paham manuver Istana dengan mengumpankan Pangdam Jaya.

Rocky Gerung menganalisis, Pangdam Jaya jadi tameng dan dapat restu Istana, meskipun sikap Istana dalam keterangan persnya, jelas ambigu.

“Jadi kalau militer misalnya pak Pangdam Jaya anggap itu HRS keterlaluan, itu kesimpulan pribadi beliau sebagai warga negara. Kalau itu kesimpulan institusi pun, enggak ada soal, tapi kesimpulan (manuver ke HRS) itu harus disampaikan kepada presiden, supaya presiden yang putuskan. Apakah turunkan baliho atau enggak. Jadi tak boleh Pangdam Jaya ambil keputusan, Pangdam boleh buat kesimpulan jangan buat keputusan,” jelas Rocky.

Insiden pencopotan baliho Habib Rizieq oleh TNI itu, membuat publik menganalisis ada upaya Istana untuk menyelundupkan sesuatu secara samar-samar dan itu ditafsirkan samar-samat pula oleh Pangdam Jaya.

Kesimpulan awal Rocky soal manuver Pangdam Jaya yaitu Pangdam Jaya merasa dapat izin diam-diam dari Istana untuk bermanuver. Selama tak mendapat teguran, Pangdam Jaya akan merasa melakukan fungsinya menjaga ketertiban dan keamanan.

“Kasihan Pangdam Jaya juga, karena dia ditawan opini pubik dan berupaya jelaskan bahwa dia adalah petugas yang diberi hak menilai keadaan. Sekarang tunggu apakah penilaian itu harus dilaksanakan dengan keputusan mengirim tentara turunkan baliho atau diminta diam-diam Istana untuk semacam gelar kekuatan di situ, interpretasi orang Istana menyuruh (Pangdam)” ujarnya.

Inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menegaskan kembali sepanjang Istana tak bicara tegas soal drama TNI vs Habib Rizieq ini maka publik akan menduga Istana menyuruh Pangdam Jaya masuk dalam pengaruh politik.

“Jadi saya tak salahkan Pangdam Jaya, termasuk (tak salahkan) pengamat yang nilai apakah Pangdam atau FPI (yang salah). Saya salahkan Istana yang ambigu, ragu-ragu memutuskan apakah yang sebetulnya terjadi di situ,” tuturnya.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *