Gara-gara Pola Makan, Bank Dunia Sebut Indonesia Bisa Rugi Besar

Gara-gara Pola Makan, Bank Dunia Sebut Indonesia Bisa Rugi Besar
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Konsumsi sayur dan buah di Indonesia masih rendah.

Hajinews – Pandemi Covid-19 telah menempatkan ketahanan pangan sebagai agenda publik. Pasar dan pasokan pangan global dan nasional tetap tangguh selama pandemi, dan harga pangan sebagian besar stabil.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Tetapi banyak rumah tangga mengalami kekurangan pangan karena hilangnya pendapatan tenaga kerja. Pemerintah secara signifikan memperluas berbagai program perlindungan sosial untuk membantu rumah tangga mengatasi dan memulai agenda pembangunan perkebunan pangan yang ambisius,” ujar Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia, Ralph Van Doom dalam video virtual pada Kamis (17/12/2020).

Menurut dia, kebijakan yang lalu telah memperluas pasokan makanan dalam negeri, tetapi dengan biaya tinggi. Sebagian besar pengeluaran publik di bidang pertanian telah digunakan untuk memberikan subsidi, dengan subsidi irigasi dan pupuk mencapai antara setengah dan tiga perempat dari keseluruhan belanja pemerintah pusat.

Fokus yang begitu besar pada subsidi mendesak pengeluaran publik yang sangat dibutuhkan untuk pendorong pertumbuhan kritis seperti generasi dan adopsi teknologi baru, penyuluhan, pemrosesan dan pemasaran.

“Akibatnya, kebijakan sisi penawaran yang ditempuh selama ini belum mengarah pada peningkatan produktivitas, diversifikasi, dan daya saing pertanian yang menjadi pendorong utama ketahanan pangan jangka panjang,” tambah Ralph.

Ke depannya, tantangan ketahanan pangan struktural utama bagi Indonesia terkait dengan peningkatan keterjangkauan dan ketahanan gizi, terutama bagi segmen masyarakat yang lebih miskin.

“Harga pangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan ini. Selain biaya produksi, harga tinggi karena berbagai faktor pertanian seperti pembatasan perdagangan domestik dan internasional serta biaya pemrosesan, distribusi dan pemasaran yang tinggi,” terangnya.

Dibandingkan dengan negara lain di kawasan, pola makan Indonesia menunjukkan diversifikasi terbatas dan ketersediaan mikronutrien terbatas. Misalnya, Indonesia menempati peringkat rendah secara internasional dalam hal konsumsi sayur dan buah per kapita.

Pola makan rendah gizi yang relatif tidak terdiversifikasi memiliki konsekuensi kesehatan, kematian, dan sosial ekonomi yang signifikan.

“Anak-anak dan orang miskin secara tidak proporsional dipengaruhi oleh kondisi kesehatan yang terkait dengan pola makan, seperti masalah stunting dan kelebihan berat badan. Indonesia menderita kerugian produktivitas yang tinggi karena penyakit yang ditularkan melalui makanan,” jelas Ralph.

Sumber : sindo

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *