Sejarah Tahun Baru Masehi, Baca Yuk Biar Mengerti

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Kenapa setiap malam tahun baru, manusia di berbagai belahan dunia kompak merayakannya. Bahkan bagi pelaku usaha hal ini seolah menjadi komoditi untuk menghasilkan income melimpah.

Terutama di sektor pariwisata, pemerintah di setiap negara sangat mengandalkan sektor ini untuk meraup devisa di setiap penghujung tahun. Banyak program dibuat untuk menyambut momen ini.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dari lapisan hulu ke hilir, semua antusias dalam menyambut hari yang menjadi pergantian tahun.

Sebagai muslim kita sebaiknya jangan larut dalam hal bersifat duniawi tanpa ada tuntunan dari Nabi Muhammad Saw. Karena itu marilah kita pelajari dari mana asal muasal pesta pergantian tahun baru berasal.

Arthur M. Eckstein dalam buku Senate and General: Individual Decision-making and Roman Foreign Relations 264-194 B.C. (1987) menuliskan, tahun 45 SM, tidak lama setelah dinobatkan sebagai kaisar, Julius Caesar memberlakukan penanggalan baru untuk menggantikan kalender tradisional yang sudah digunakan sejak abad ke-7 SM.

Julius Caesar dan Senat Romawi kemudian memutuskan tanggal 1 Januari sebagai hari pertama dalam kalender baru itu. Istilah Januari diambil dari nama salah satu dewa dalam mitologi bangsa Romawi, yakni Dewa Janus.

Menurut kepercayaan orang-orang Romawi, Dewa Janus dipercaya sebagai God of Beginnings, dewa jalan, gerbang, dan pintu Romawi. Dengan wajah yang saling menghadap ke dua arah yang berbeda, orang-orang Romawi pun membayangkan, jika salah satu wajah Dewa Janus menghadap ke tahun lama, dan sisi wajahnya yang lain menghadap ke tahun baru.

Maka dari itu, sejak diberlakukannya penanggalan baru tersebut, setiap tengah malam jelang pergantian tahun baru, yaitu tanggal 31 Desember, para orang Romawi akan menggelar perayaan untuk menghormati sang Dewa.

Kalau sudah tahu sejarah tahun baru, masih pantaskah kita yang mengaku sebagai Muslim ikut merayakan malam pergantian tahun baru? Jawabannya terletak di hati nurani kita masing-masing, sudah sampai manakah kita merefleksikan keimanan kita sehingga tidak ikut tergerus dalam arus gaya hidup yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Wallohualam bissowab.

– nenden – dbs

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *