Hajinews –Pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan apakah mengumumkan keadaan darurat atau tidak untuk Tokyo dan tiga prefektur di sekitarnya pada awal pekan ini.
Pertimbangan tersebut muncul saat kasus infeksi virus corona meningkat dan membebani sistem medis Jepang. Jepang mencatat rekor 4.520 kasus baru COVID-19 pada 31 Desember lalu, dalam gelombang baru (gelombang 3) infeksi corona. Hal itu tentu mendorong Tokyo dan beberapa prefektur di sekitarnya untuk meminta pemerintah nasional Jepang supaya mengumumkan deklarasi darurat.
Seperti dilansir jpnn, Selasa (5/1/2021) Perdana Menteri Yoshihide Suga sejauh ini menolak permintaan tersebut, mengingat potensi kerusakan ekonomi yang dapat ditimbulkan oleh status keadaan darurat tersebut.
Suga akan mengadakan konferensi pers untuk menandai dimulainya tahun 2021 pada pukul 11.00 pagi (waktu setempat). Sebagai tindakan sementara, restoran dan tempat-tempat karaoke di area Tokyo diminta tutup pada pukul 08.00 malam, sementara tempat bisnis yang menyajikan alkohol harus tutup pada pukul 07.00 malam.
Jika keadaan darurat diumumkan, itu akan menjadi kedua kalinya bagi Jepang memasuki keadaan darurat terkait pandemi COVID-19. Yang pertama–berlangsung selama lebih dari sebulan musim semi lalu, ketika sekolah dan bisnis yang tidak penting diminta untuk tutup. Jepang mengandalkan penutupan sukarela dan pembatasan perjalanan daripada menempuh jenis tindakan penguncian yang kaku seperti dilakukan di beberapa negara lain.
Meskipun jumlah kasus COVID-19 di Jepang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan banyak negara di bagian Eropa dan Amerika, Suga menghadapi tantangan lebih, sebab akan menjadi tuan rumah Olimpiade di Tokyo musim panas ini, setelah pandemi COVID-19 menyebabkan penundaan pertama Olimpiade pada 2020. (ingeu/dbs)