Komnas HAM: Polisi Paksa Saksi Hapus Rekaman Kekerasan terhadap Laskar FPI

(dok* kompas tv)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap bahwa aparat kepolisian sempat memerintahkan saksi menghapus rekaman saat insiden bentrok polisi dan laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam menyampaikan hasil penyelidikan di ataranya adalah, fakta, bahwa aparat kepolisian sempat memerintahkan untuk memeriksa ponsel dan meminta saksi yang berada di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek menghapus rekaman saat insiden bentrok polisi dan laskar FPI, yang terjadi pada 7 Desember 2020.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Terdengar perintah petugas untuk menghapus rekaman dan pemeriksaan handphone,” ujar Anam dalam pemaparannya, lansir gelora.co, Jum’at (8/1/2021).

Anam juga mengungkap bahwa saksi di lokasi kejadian diberi tahu oleh aparat bahwa insiden yang terjadi saat itu terkait narkoba dan terorisme.

“Terdapat penjelasan petugas kepada khalayak di situ bahwa peristiwa ini terkait narkoba. Dan juga terdengar terkait terorisme,” katanya.

Selain keterangan itu, Anam menyebutkan saksi Komnas HAM mengungkap bahwa terdapat dua orang yang diduga telah meninggal di lokasi kejadian. Dari keduanya, satu berada di mobil dan satu sisanya berada di jalan.

Saksi Komnas HAM, seperti diungkapkan Anam, juga melihat petugas telah melakukan tindak kekerasan kepada empat anggota laskar yang masih hidup di KM 50. Beberapa bukti diletakkan di meja salah satu warung oleh petugas.

“Terlihat petugas melakukan kekerasan terhadap empat orang yang masih hidup. Memerintahkan jongkok dan tiarap,” ujar Anam.

Komnas HAM menyimpulkan bahwa polisi telah melakukan pelanggaran HAM dalam insiden bentrok polisi dan enam laskar pengawal Habieb Rizieq pada 7 Desember lalu.

Menurut Anam, polisi bersalah karena telah membunuh empat anggota laskar yang diketahui masih hidup saat berada di KM 50, atau setelah dua anggota laskar yang lain telah tewas.

Untuk itu, sambung Anam, pihaknya memberikan rekomendasi agar peristiwa ini ditindaklanjuti dengan menyeretnya ke ranah pengadilan. Karena tindakan tersebut masuk kategori unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum.

“Tidak boleh diselesaikan internal,” tekan Anam. (ingeu/dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *