Ini Tanda Taubat Seseorang Diterima Allah SWT, Salah Satunya Selalu Menjaga Lisan

Ini Tanda Taubat Seseorang Diterima Allah SWT
Tanda taubat diterima Allah SWT
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Ketika kita melakukan kesalahan atau dosa kita harus melakukan taubat. Apalagi Allah SWT menyukai orang-orang yang bertaubat.

Imam Nawawi al-Bantani dalam Nashaih al-Ibad, menuliskan sebuah hadis riwayat Abu Abbas.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Allah lebih senang pada taubatnya seorang hamba yang bertaubat melebihi senangnya orang haus yang menemukan air, atau orang mandul yang memiliki anak, atau senangnya orang yang kehilangan barang lalu menemukannya.

Maka, barang siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha, Allah akan membuat lupa para malaikat yang menjaganya, anggota tubuhnya, serta bumi yang dipijaknya atas dosa dan kesalahan yang telah dia lakukan.”

Namun kadang timbul pertanyaan apakah taubat kita diterima Allah SWT?

Mengutip pernyataan seorang ahli hikmah, Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya al-Munabbihat ‘ala al-Isti ‘dad li Yaumil Mi‘ad, menyebutkan tidak ada yang bisa memastikan apakah taubat seorang hamba diterima atau tidak.

Meski demikian, ada enam hal yang menandakan taubat seseorang diterima oleh Allah subhanahu wata’ala (Syekh Nawawi, Nasha’ih al-‘Ibad, hal. 49).

Tanda-tanda tersebut seperti dilansirkan situs resmi Nahdlatul Ulama yakni:

1. Timbul Kesadaran

Dalam hati seorang yang bertaubat timbul kesadaran bahwa dirinya tidak terpelihara dari dosa dan kapan pun bisa terjerumus lagi ke dalam perbuatan dosa.

Karenanya, dia selalu berhati-hati menghadapi hal-hal yang sekiranya bisa mengantarkan dirinya jatuh pada dosa tersebut.

2. Hatinya sedikit gembira, dan banyak bersedih.

Hatinya tidak bisa bergembira karena senantiasa mempersiapkan dan memikirkan masa depan akhiratnya yang belum mendapat jaminan apa-apa. Apakah hidupnya berakhir dengan membawa iman?

Itulah yang selalu direnungkan seorang yang bertaubat, sehingga dia tak berani meluapkan kegembiraannya secara berlebihan.

Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ الْمَوْتِ قَلَّ فَرَحُهُ، وَقَلَّ حَسَدُهُ

Artinya, “Siapa saja yang banyak mengingat kematian akan sedikit gembiranya dan sedikit rasa hasudnya,” (HR. Ibnu al-Mubarak).

3. Dekat dengan orang Saleh

Dia menyadari bahwa dekat dengan orang-orang baik dapat mempertahankan kebaikan dirinya dan bisa diingatkan manakala berbuat kesalahan.

Sebaliknya, bergaul dengan orang-orang jahat membuka kesempatan bagi dirinya tergerus oleh keburukan mereka, walaupun dia berusaha tidak melakukannya.

Seperti disampaikan Rasulullah SAWمَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Teman yang baik dan teman yang buruk dibaratkan seperti pembawa minyak wangi dan peniup selongsong api. Pembawa minyak wangi akan menghembuskan aroma wangi kepadamu. Sehingga engkau membeli minyak wanginya atau mencium aromanya. Sedangkan peniup selongsong api akan membakar pakaianmu atau engkau mencium bau asap darinya,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

4. Melihat perkara dunia yang sedikit sebagai sesuatu yang banyak di hadapannya. Sedangkan melihat perkara akhirat yang banyak sebagai sesuatu yang sedikit.

Hamba yang bertaubat ingat bahwa sedikit apa pun kekayaan dunia, yang halalnya akan dihisab dan dipertanggungjawabkan, sedangkan yang haramnya akan disiksa.

Lebih berat lagi, pertanyaan tentang harta lebih berat daripada pertanyaan tentang yang lain.

5. Melihat diri dan hatinya sibuk dengan perkara-perkara yang dibebankan Allah kepada dirinya, sedangkan terhadap perkara-perkara yang telah dijamin oleh Allah, tak sedikit pun meresahkannya.

Di antara perkara yang dibebankan Allah adalah tuntutan syariat-Nya (taklif), baik tuntutan untuk dilaksanakan maupun tuntutan untuk ditinggalkan, baik yang bersifat wajib maupun yang bersifat sunnah.

Sedangkan perkara yang telah dijamin di antaranya rezeki, umur, jodoh, kematian, dan sebagainya.

6. Selalu menjaga lisan.

Hal ini lahir dari kesadaran bahwa banyak membicarakan perkara yang tidak berguna, sama dengan mengantarkan dirinya kepada pintu kemaksiatan, sebagaimana yang diingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

أَكْثَرُ النَّاسِ ذُنُوبًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ كَلَامًا فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ

Artinya, “Sesungguhnya, manusia yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat adalah manusia yang paling banyak bicaranya dalam kemaksiatan kepada Allah,” (HR. Ibnu Abi Syaibah). Karenanya, tak mengherankan bila menjaga lisan termasuk amal yang paling dicintai Allah, sebagaimana dalam hadits, “Amal yang paling dicintai Allah adalah menjaga lisan,” (HR. Al-Baihaqi).

Semoga kita termasuk di dalamnya. Wallahu a’lam

Sumber : galamedia

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *