Mewaspadai Pluralisme Berkedok Kerukunan Beragama

Mewaspadai Pluralisme Berkedok Kerukunan Beragama
ilustrasi: pluralisme
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Wiwing Noeraini

Hajinews — Kementerian agama baru-baru ini telah meluncurkan beberapa program baru yang dianggap bisa menjadi solusi bagi berbagai konflik keagamaan yang terjadi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Program ini berupa aplikasi sistem deteksi dini konflik dan penanganan isu kerukunan umat beragama atau mobile harmony yang akan mulai uji publik pada 2021 mendatang.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Nifasri berharap, sistem berbasis aplikasi ini dapat mengakselarasi dan mendeteksi dini isu-isu keagamaan di Indonesia. Nifasri juga berharap agar Peta Kerukunan Umat Beragama dan Pangkalan Data FKUB yang diluncurkan, bisa membantu untuk penanganan potensi konflik yang ada. (kemenag.go.id).

Penyebarluasan Pluralisme

Program yang dikembangkan Kemenag ini sekilas tampak bagus, karena bertujuan untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama. Tetapi jika ditelusuri lebih lanjut, ada bahaya terselubung di dalamnya yaitu penyebarluasan paham pluralisme.

Hal ini dapat dilihat di antaranya dari pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebutkan Indonesia sebagai laboratorium pluralisme dan toleransi.

“Indonesia adalah laboratorium pluralisme dan toleransi yang paling efektif di dunia karena merupakan negara dengan pendududuk muslim terbesar di dunia dan dengan berbagai agama dan madzhab keagamaan yang sangat lengkap. Semua bisa hidup berdampingan,” kata Mahfud. (antaranews.com).

Parahnya, pluralisme ini dijadikan dalih untuk menyudutkan umat Islam yang konsisten terhadap prinsipnya—berpegang pada syariat/ajaran Islam—, hingga dianggap fanatik, mau menang sendiri, dan selanjutnya dicap sebagai radikal.

Hal ini sebagaimana dikatakan Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid atau yang biasa dipanggil Gus Jazil, “Fanatisme yang berujung pada tindakan radikal menjadi fenomena global yang mesti terus-menerus diwaspadai.”

Sikap merasa “golongannya paling benar, sedangkan yang lain salah” menurut dia bertentangan dengan sistem demokrasi di Indonesia.

Jelas tindakan tersebut berbahaya bagi Indonesia yang majemuk agama, bahasa, dan suku bangsanya,” katanya. (antaranews.com).

Pluralisme dan Bagaimana Islam Memandangnya?

Pluralisme adalah sebuah pemikiran yang lahir dari filsafat perenialisme yaitu sebuah sudut pandang dalam filsafat agama yang meyakini bahwa setiap agama di dunia memiliki suatu kebenaran yang tunggal dan universal yang merupakan dasar bagi semua pengetahuan dan doktrin religius (wikipedia.org).

Ini artinya, pluralisme menganggap semua agama adalah sama, yakni menyembah Tuhan yang sama hanya caranya yang berbeda.

Paham ini sangat tidak sesuai dengan realitas. Allah yang umat Islam sembah tidak beranak dan diperanakkan, tidak seperti keyakinan Nasrani maupun Yahudi yang menganggap Tuhan memiliki anak.

Allah juga tidak pernah menitis sebagai manusia sebagaimana Tuhan menurut kepercayaan agama Buddha. Allah juga tidak sama dengan Sang Hyang Widi, Tuhan yang disembah pemeluk agama Hindu yang digambarkan dalam wujud manusia dengan bentuk yang aneh. Allah SWT tak bisa digambarkan karena gaib, dan mukhalafatu lil hawaditsi ‘berbeda dari makhluknya’.

Pluralisme mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Karenanya, kebenaran setiap agama adalah relatif. Setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Semua pemeluk agama tersebut akan masuk surga dan hidup berdampingan di sana.

Jelas ini bertentangan dengan Islam yang mengakui Islam tidak sama dengan semua agama lainnya. Islam adalah satu-satunya agama yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Sebagaimana firman Allah SWT إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ  (”Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.”) QS Ali Imran ayat 19.

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, ayat ini adalah berita dari Allah SWT yang menyatakan tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul yang diutus Allah SWT di setiap masa, hingga diakhiri dengan Nabi Muhammad ﷺ yang membawa agama yang menutup semua jalan lain kecuali hanya jalan yang telah ditempuhnya.

Karena itu, barang siapa yang menghadap kepada Allah—sesudah Nabi Muhammad ﷺ diutus—dengan membawa agama yang bukan syariat-Nya, hal itu tidak diterima Allah.

Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya.” (QS Ali ‘Imran [3]: 85), hingga akhir ayat

Tapi anehnya, sekalipun sudah begitu jelas pertentangan pluralisme dengan Islam dan diperkuat Fatwa keharamannya oleh MUI yang ditetapkan tahun 2005, tetapi paham ini sangat masif diaruskan.

Sesungguhnya yang demikian itu karena sistem demokrasi yang diterapkan di negeri ini telah menjadikan pluralisme sebagai bagian dari pengaturan terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Pluralisme diklaim dapat menghindarkan berbagai konflik keagamaan dan mewujudkan kerukunan. Tapi nyatanya, alih alih mewujudkan kerukunan, pluralisme dalam bingkai sistem demokrasi ini tak menghasilkan kebaikan apa pun.

Kerukunan beragama hanyalah mimpi dalam sistem demokrasi. Apalagi jika itu berkaitan dengan muslim. Indonesia yang dikenal sebagai negara yang sangat demokratis, tak cukup mampu menangani konflik agama yang melibatkan muslim mayoritas.

Kebanyakan, kasus intoleransi yang menimpa umat Islam menguap begitu saja. Sementara jika menimpa umat lainnya, tanpa banyak investigasi, langsung berbagai cap buruk ditujukan kepada umat Islam, sebagai teroris, radikal, antikeragaman, dll., dan ini terus saja berulang.

Demikianlah, pluralisme dan demokrasi tak mampu mencegah berbagai konflik keagamaan dan mewujudkan kerukunan beragama. Bagaimana dengan Islam?

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *