Optimalisasi SWF Oleh LPI dan Potensi Sinergitas

Optimalisasi SWF Oleh LPI dan Potensi Sinergitas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Tata Kelola Dan Kinerja

Sebelum terbentuk, banyak publik menantikan kiprah LPI, terutama kalangan pengusaha menyambut baik kehadiran Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Indonesia Investment Authority (INA), namun yang lebih penting kapan tindaklanjut dan operasionalisasi kebijakannya sementara Indonesia masih “bermain-main” dengan penanganan pandemi COVID-19. Jika demikian halnya, maka SWF akan bisa efektif dijalankan apabila pandemi Covid19 telah selesai, karena para peminat investasi harus melihat langsung ke lapangan.

Selain itu, SWF yang di Indonesia berbeda dengan negara lain seperti Norwegia, Uni Emirat Arab dan Singapura. Hal tersebut karena ketiga negara tersebut membentuk SWF karena ada surplus. Kalau kasus Indonesia, bukan karena adanya surplus, SWF bukan karena adanya kelebihan uang, dan inilah yang membuat perbedaannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disamping itu, SWF atau LPI yang baru saja terbentuk di Indonesia memang agak unik dan berbeda dengan negara lain seperti Norwegia, Uni Emirat Arab dan Singapura. Hal itu disebabkan oleh latar belakang kehadiran SWFnya, bahwa ketiga negara tersebut membentuk SWF karena ada surplus. Maka dari itu, masalah investasi di Indonesia selama ini lebih banyak kepada proyek yang harta atau kekayaannya (asset) bagus akan menjadi milik negara atau BUMN. Yang berbeda dari SWF ini mungkin pada perputaran kekayaan (recycling asset), yangmana Menteri Keuangan memperbolehkan adanya transfer aset. Apabila Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan, bahwa di negara-negara maju orangnya tidak kerja, tetapi asetnya yang brkerja. Namun, di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya, maka itu LPI akan membuat kekayaannya (asset) yang bekerja sehingga investor tertarik. Sebab, selama ini hal tersebut tidak mungkin karena penguasaan kekayaan (asset) berada pada negara.

Tentu saja, dalam konteks investasi sebagaimana halnya dengan model pembiayaan dari pinjaman perbankan atau lembaga keuangan lainnya, soal tata kelola dana pihak ketiga adalah permasalahan tersendiri, khususnya soal resiko investasi. Prinsip yang umum menjadi persyaratan SWF adalah soal transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari tata kelola yang baik (good governance). Para investor dipastikan membutuhkan kepastian hukum dan jaminan (guarantee) bahwa dana yang diinvestasikan kelak selain memberikan hasil (yields) juga minimal dari resiko kehilangan atau kerugian akibat perilaku pengelola dan tata kelola yang buruk. Maka, menjadi logis atau masuk akal LPI yang baru terbentuk dan belum berpengalaman dibidang keuangan dan investasi dalam hal mengelola resiko investasinya membutuhkan rekan kerjasama (partner) .

Pemerintah dan LPI harus membangun kerjasama dalam hal mengelola resiko, paling tidak dengan lembaga perbankan yang telah berpengalaman dalam menyalurkan kredit kepada perusahaan atau korporasi dengan nilai investasi yang berjumlah besar. Lembaga perbankan yang akan terlibat dalam tata kelola dan sinergis dengan LPI sebaiknya berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang selama ini porsi kreditnya lebih banyak dialosikan untuk korporasi. Dengan demikian, pengetahuan sifat dan karakter korporasi berdasar rekam jejaknya (track record) berhubungan dengan pinjaman kepada perbankan ini menjadi pintu masuk yang efektif dan efisien dalam menyaring rekan kerjasama investasi dari para investor di LPI.

Salah satu lembaga perbankan yang terpusat (fokus) dalam pengelolaan kredit besar dan sebelum ada kebijakan penggabungan (merger) beberapa bank BUMN, adalah Bank Mandiri. Bank Mandiri yang didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sebaiknya tidak lagi mengurusi soal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan mengembalikan peran dan fungsi pada bisnis intinya (core business) sebelum penggabungan (merger), yaitu mengelola kredit investasi korporasi.

Momentum yang tepat bagi LPI untuk melakukan sinergitas dengan Bank Mandiri dalam mengoptimalkan layanan SWF kepada para investor yang akan menitipkan dananya. Dukungan kinerja Bank Mandiri dan lebih memusatkan (focusing) pada bisnis intinya (core business) menjadi keniscayaan yang harus didukung oleh kebijakan pemerintah, sehingga BUMN Perbankan lainnya juga akan mengelola ceruk pasar (market segmentatio) yang berbeda serta tidak saling berkompetisi dalam pasar yang sama atau sejenis. Apalagi, sampai dengan saat ini, Bank Mandiri tetap meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia. Melalui kerjasama peran dan fungsi serta sinergitas LPI dan Bank Mandiri dengan menerapkan prinsip tata kelola (good governance) korporasi yang baik, maka para investor merasa diyakinkan atas keamanan dan resiko pengelolaan investasi yang diserahkan kepada LPI atau SWF.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar