Tafsir Surat Ghafir ayat 21-25 : Sebab Kehancuran Suatu Bangsa

Tafsir Surat Ghafir ayat 21-25 : Sebab Kehancuran Suatu Bangsa
K.H. Didin Hafidhuddin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ahad, 23 Mei 2021

Oleh K.H. Didin Hafidhuddin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita bersyukur telah melewati Ramadhan dengan selamat, merayakan Idul Fitri, bersilaturrahmi dalam suasana keterbatasan, seraya mengucapkan “taqabbalallhu minna wa minkum wa taqabbal ya karim, minal a’idin wal fa-izin”. Insya Allah kita semua kembali suci dan mendapatkan kemenangan, mencapai derajat taqwa. Kata ‘aidin satu rangkaian dengan fa-izin. Mirip dengan rangkaian kata “hayya ‘alash-shalah dan hayya alal-falah” dalam lafadz adzan. Hanya kita yang yang menegakkan shalat yang akan mendapatkan kemenangan. Kita melanjutkan Pengajian Tafsir kita, pada hari ini tanggal 11 Syawal 1442H, bertepatan dengan Ahad 3 Mei 2021, kita akan membahas Surat Ghafir ayat 21-25. Terjemahannya adalah, “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di bumi, lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) peninggalan-peninggalan (peradaban)nya di bumi, tetapi Allah mengazab mereka karena dosa-dosanya. Dan tidak akan ada sesuatu pun yang melindungi mereka dari (azab) Allah. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya rasul-rasul telah datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata lalu mereka ingkar; maka Allah mengazab mereka. Sungguh, Dia Mahakuat, Mahakeras hukuman-Nya. Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata kepada Fir‘aun, Haman dan Karun; Lalu mereka berkata, “(Musa) itu seorang pesihir dan pendusta.” Maka ketika dia (Musa) datang kepada mereka membawa kebenaran dari Kami, mereka berkata, “Bunuhlah anak-anak laki-laki dari orang-orang yang beriman bersama dia dan biarkan hidup perempuan-perempuan mereka.” Namun tipu daya orang-orang kafir itu sia-sia belaka”.

Ayat-ayat dalam Surat Ghafir ini memerintahkan kepada kita untuk mempelajari sejarah bangsa-bangsa besar, yang pernah mencapai kejayaan luar biasa, pembangunan fisik gedung-gedung dan infrastruktur cukup berhasil. Tapi, pada ujung kehidupan dari bangsa-bangsa besar itu, akhirnya dibinasakan oleh Allah SWT, karena segenap rezim Pemerintahannya berlaku dzalim, tidak memihak pada rakyat, tidak memikirkan kesejahteraan rakyat, tapi hanya memikirkan kelanggean kekuasaannya belaka. Kita diminta untuk mempelajari dan merenungunginya, karena hal itu adalah sunatullah, suatu hukum alam, yang sangat mungkin akan ada pengulangan-pengulangan yang akan terjadi sampai kapan pun. Mengapa bangsa-bansa besar itu hancur atau dihancurkan Allah? Mereka memiliki sifat sombong dan takabbur kepada Allah, merasa semua pencapaiannya adalah hasil jerih payah mereka sendiri. Mereka bahkan terkesan menjauh dari ajaran-ajaran agama, yang dibawa para nabi dan Rasul Allah. Bahkan, bangsa-bangsa itu menyebut Rasul Allah sebagai adalah tukang sihir pendusta, karena mereka khawatir mengubah agama nenek moyang yang telah mereka imani secara turun temurun.

Dalam Surat Ghafir tersebut, Allah SWT telah Nabi Musa AS untuk menghadapi 3 tokoh besar, yang pernah hidup pada zaman Mesir Kuno, yaitu: Firaun, Haman dan Qarun. Kita jelaskan karakter dari ketiganya. Firaun adalah penguasa yang merasa mutlak kekuasaan dan kebenarannya. Firaun bahkan mengikrarkan diri sebagai tuhan yang perlu di sembah, “Ana rabbikumul ‘a’la (Aku adalah tuhanmu yang maha tinggi). Firaun adalah tipikal penguasa dzalim, bahkan tidak segan membunuh rakyatnya sendiri. Dalam Ayat 23-24 pada Surat Gafir yang kita baca tadi, Firaun memerintahkan untk membunuh bayi laki-laki dari kaumnya sendiri, karena khawatir laki-laki ini kelak akan menyainigi kekuasaannya atau berpotensi menjadi pemimpin muda di masa mendatang. Firaun hobinya mengadu domba antar rakyat, membuat masyrakatnya terpecah untuk berbeda pendapat secara tajam, agar mereka seakan-akan menggantungkan hidup padanya. Rakyatnya bukan disejahterakan, tapi diadu domba satu dengan lain. Firaun menjadikan rakyatnya berkelompok-kelompok, dibuat berbeda pendapat sangat tajam, kemudian diadu-domba dan dilemahkan. Firaun termasuk kelompok penguasa yang merusak secara fisik dan juga secara sosial-politik.

Haman adalah pembantu Firaun atau Perdana Menteri atau menteri semua urusan. Haman sebenarnya seorang cerdas, tapi hanya mampu membuat kebijakan untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya atau yang hanya menguntungkan Firaun. Kecerdasan yang dimiliki bukan untuk membangun negara dan mensejahterakan rakyatnya, tapi hanya untuk membangun tirani kepentingan sendiri dan kekuasaan Firaun atau penguasa secara umum. Rasulullah SAW pernah bersabda tentang pemimpin atau penguasa yang mendapat hidayah atau tidak. Jika penguasa itu lupa, maka pembantunya mengingatkan. Jika penguasa ingin melakukan kebaikan, maka pembantunya memberikan jalan untuk berbuat baik. Sebaliknya, penguasa yang tidak mendapat hidayah akan disertai pembantu buruk. Jika penguasa itu ingin melakukan kebaikan, pembantunya membiarkan atau tidak memberikan jalan. Jika penguasa itu lupa, maka pembantunya tidak mengingatkannya. Karakter pembantu seperti Haman ini menghasilkan keputusan kebijakan yang hanya menguatkan posisi dan keburukan Firaun sebagai penguasa tunggal, yang nyaris mutlak.

Qarun adalah seorang yang sangat kaya, bergelimang harta dan kekayaan. Perbendaharaan hartanya sangat banyak. Kunci-kunci dari harta itu disimpan pun sangat banyak, sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat (Perhatikan dalam Al-Quran Surat Al-Qasas 76-78). Bagaimana jumlah hartanya sendiri, pasti jauh lebih banyak dari kunci-kunci tersebut. Qarun pun sebenarnya sudah sering mendapat peringatan agar jangan terlalu membanggakan hartanya, karena Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri”. Qarun bukannya sadar atas anugerah harta dari Allah SWT, bahkan dengan sombong menjawab peringatan itu dan berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku”. Singkatnya, kekayaan Qarun itu hanya untuk melenggengkan dirinya sendiri dan penguasanya atau rezim Firaun yang dzalim itu.

Tiga serangkai tokoh dalam suatu rezim kekuasaan yang dzalim itu telah disampaikan jelas dalam A-Quran, agar menjadi pelajaran yang amat berharga bagi kita bersama dan bagi masa depan bangsa-bangsa di dunia. Sekuat apapun sebuah rezim, jika tidak berpihak pada kebenaan, kejujuran, dan kesejahteraan, maka ujungnya adalah bahwa rezim itu akan mengalami kehancuran. Qarun kemudian ditenggelamkan oleh Allah SWT ke dalam bumi, bersama harta dan kekayaannya (QS Al-Qasas ayat 81). Firaun sendiri dan bala tentaranya juga ditenggelamkan oleh Allah SWT ke dalam Laut Merah. Bahkan, dalam Al-Quran Surat Yunus 92 Allah SWT mengabadikan jasad Firaun sebagai pelajaran bagi kita semua, masyarakat yang hidup belakangan jauh setelah masa rezim Firaun. “Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami”. Demikian penjelasan singkat pada pengajian kali ini. Walllahu a’lam bish-shawab.

Dalam menjawab pertanyaan jamaah, kapan sebenarnya ajal Kaum Yahudi, sebagai bangsa yang berbuat dzalim dan menuju kehancurannya. Sebenarnya sekarang pun sudah mulai ketahuan tanda-tandanya. Bayangkan, kita kaum muslimin membaca Surat Al-Fatihah, setidaknya 17 kali sehari-semalam, yang mendo’akan agar kita senantiasa mendapat pertolongan dan jalan lurus, bukan jalannya kaum yang sesat kesasar, seperti Kaum Yahudi. Setiap kelompok yang batil dan takabur, ujungnya adalah kehancuran. Benar, ada proses kehancuran yang cepat, seperti pada masa-masa lalu, tapi ada proses kehancuran yang cukup lama, agar menjadi pelajaran bagi kita semua. Bangsa Yahudi itu adalah bangsa yang sangat rasialis, tidak menghargai kemanusiaan, bangsa-bangsa lain. Bayangkan, pada waktu rezim Firaun dulu, mereka sampai tega membunuh anak-anak laki-laki, karena tidak ingin tersaingi. Ada sebuah hadist Rasulullah SAW, yang menjelaskan tentang betapa dzalimnya rezim tersebut. Jika Allah SWT menghendaki kehancuran suatu rezim, maka Allah dapat menarik atau menghilangkan daya sadar dan dayakritis yang dimiliki orang-orang pandai, agar tidak memberikan pandangan atau pencerahaan kepada rezim atau kepada rakyatnya.

Seorang pemimpin itu sangat berkaitan dengan rakyatnya. Jika rakyat cerdas dan baik, maka akan lahir pemimpin yang baik. Jika rakyat tidak cerdas dan tidak baik, masa bodoh, maka akan lahir pemimpin yang dzalim. Termasuk, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Pemimpin itu bukan sekadar penguasa, tapi pelayan masyarakat. Pemimpin itu “ro’in” , pelayan atau penggembala. Setiap kalian adala pemimpin (ro’in). Setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Kita tidak boleh diam, tapi harus terus berdakwah, menyampaikan kebenaran. Palestina adalah urusan kita ummat islam dan urusan kita bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 45 menekankan “bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”. Apalagi banyak kaum muslimin di Palestina. Satu muslim dengan muslim lain itu ibarat satu bangunan yang utuh. Satu tubuh terasa sakit, maka seluruh tubuh harus merasa sakit. Sebaliknya, ummat islam tidak boleh membiarkan dirinya didzalimi, harus bersedih jika ada orang lain didzalimi – apalagi dirinya sendiri.

Pemimpin yang baik itu sebenarnya telah menjadi bagian dari doa kita ummat islam sehari-hari, orang yang suka shalat, suka beramal baik, suka berbuat adil dan lain-lain. Pemimpin itu harus dilahirkan dari keluarga muslim yang baik dan menjadi tanggung jawab kita setiap muslim untuk memilih pemimpin yang baik. Dalam Al-Quran disebutkan, “Taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasulullah SAW dan kepada para pemimpin kalian”. Di sana ada kata “atiullah, wa atiurrasuluh, wa ulil amri mingkum”. Kita diperintah taat kepada pemimpin, jika ia taat kepada Allah dan taat kepada Rasulullah. Jadi, dalam hal ini tidak ada ketaatan kepada manusia, jika dalam rangka ketidak-taatan kepada Allah SWT. Kita diminta menghormati orang tua. Tapi, jika orang tua mengajak untuk tidak taat kepada Allah SWT, kita tidak wajib mentaati. Apalagi, ini hanya kepada pemimpin. Jika pemimpin tidak taat kepada Allah SWT, maka tidak wajib mentaatinya. Kesimpulannya, kita berpihak kepada pemimpin yang mencintai islam dan taat kepada Allah SWT dan taat Rasulullah SAW.

Demikian, mari kita tutup dengan doa kiffarat majelis, “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruuka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tadi. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam Syawal. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *