Pajak Seret Hingga Berutang Jadi Solusi, Ekonom Indef Ingatkan Sri Mulyani Jangan Selalu Berlindung di Balik Pandemi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Celakanya, tim ekonomi pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seringkali menjadikan pandemi COVID-19 sebagai kambing hitam. Bahwa, pandemi berdampak kepada seretnya ekonomi, maka seret pula setoran pajak untuk negara. Ujung-ujungnya, utang menjadi pilihan pemerintah yang paling mudah.

Kepala Center of Food, Energy, and Substainable Development INDEF, Abra Talattov meminta pemerintah tidak boleh selalu menyalahkan COVID-19. Abra mengungkapkan penerimaan pajak sebenarnya sudah tidak maksimal sejak sebelum adanya pandemi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Selama ini pemerintah selalu berkilah bahwa pandemi betul-betul membawa dampak ke APBN kita salah satunya perpajakan, tetapi kalau kita mau objektif kondisi kesehatan APBN kita sebetulnya sudah sangat tidak baik sebelum pandemi,” kata Abra saat webinar yang digelar INDEF, Jakarta, Senin (28/6/2021).

Abra membeberkan, sejarah mencatat, sejak 2014 sampai 2020, pertumbuhan perpajakan hanya 2,9 persen rerata per tahun. Sehingga, ia menegaskan tidak boleh pemerintah hanya mengkambinghitamkan pandemi terkait loyonya kinerja perpajakan. “Kalau tahun lalu minus 16 persen masih bisa kita maklumi karena ada alasan COVID-19, tetapi di tahun sebelum COVID pertumbuhan pajak kita hanya 1,8 persen,” ungkap Abra.

“Dan argumentasi pemerintah tidak mungkin bisa menggunakan alasan COVID. Artinya kinerja perpajakan kita sudah jauh lebih dulu buruk sebelum pandemi,” tambahnya.

Abra menganggap indikator berikutnya dari loyonya kinerja perpajakan tercermin dari rasio perpajakan dan tax buoyancy yang rendah. Ia membeberkan rasio perpajakan terus turun dalam 5 tahun terakhir.

Abra menuturkan tax rasio tahun 2019 atau sebelum pandemi sudah rendah atau 9,7 persen. Angka itu turun lagi 8,3 persen di 2020. Selain itu, kata Abra, tax buoyancy masih di bawah 1 yang menandakan perekonomian belum efektif menghasilkan pajak.

“Ini kan menggambarkan 1 persen pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa menciptakan 1 persen penerimaan pajak, tetapi kita 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu di tahun 2019 menciptakan 0,27 persen penerimaan pajak. Artinya masih belum optimal penerimaan pajak kita,” tutur Abra. (dbs).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *