Sulastomo,  Soeharto dan Rumah Sakit Haji

Soeharto dan Rumah Sakit Haji (kolase)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Catatan Menyongsong Muktamar IPHI VII di Surabaya (2)

Oleh Syaefurrahman Al-Banjary

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menyebut nama Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), tak bisa dilepaskan dengan nama Sulastomo (alm). Dialah yang mempelopori pendirian IPHI dan menjadi Ketua Umum yang pertama dan kedua (1990-1996). Juga tidak bisa dilepaskan dengan nama Soeharto (alm), mantan Presiden RI.

Sebenarnya Sulastomo (alm) adalah seorang dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah menjadi Ketua Umum HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) periode 1963-1966 dan menjadi Dirut Askes (Asuransi Kesehatan). Kiprahnya di organisasi mendorong kepeduliannya bangkit melihat kondisi alumni haji yang perlu pembinaan dan dimaksimalkan potensinya pasca haji. Daya juangnya ditempa ketika era perjuangan fisik sebagai dokter Sukarelawan Dwikora tahun 1965 – 1967.

Maka bersama tokoh lain tentunya, dan Departemen Agama juga berkepentingan, akhirnya melahirkan IPHI dalam Muktamar pertama 1993. Menariknya, pendirian IPHI juga berkat restu dari Presiden Soeharto. Kebetulan Sulastomo karena integritasnya memang dipercaya sebagai Ketua Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP) yang didirikan oleh Presiden Soeharto. Yayasan itu telah mendirikan masjid sebanyak 999 di seluruh Indonesia.

Maka ketika terjadi tragedi terowongan Mina di Tanah Suci tahun 1990, jatuh ratusan korban jemaah haji Indonesia, Sulastomo dan pengurus IPHI lainnya kemudian menghadap Presiden Soeharto untuk membahas upaya mengenang tragedi Mina. Bentuk kenangan itu adalah dengan membangun Rumah Sakit Haji di empat embarkasi haji, yaitu di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makasar.

Presiden menyetujui usulan tersebut dengan menyiapkan uang Rp500 juta yang berasal dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP) untuk setiap rumah sakit tersebut, ditambah dengan dana kompensasi atas tragedi Mina yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.

Sebagaimana diberitakan kantor berita Antara, pembangunan empat rumah sakit itu dapat diselesaikan dalam waktu dua tahun, dan untuk mengelola Rumah Sakit ini diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan, dimana pengelolanya adalah Depkes, Pemda, dan IPHI.

Sayangnya dengan berjalannya waktu pengelolaan Rumah Sakit Haji tersebut menjadi “rebutan” kelompok-kelompok tertentu.

Masih cerita tentang Sulastomo, ia pernah menyatakan kegembiraannya bahwa IPHI telah menjadi anggota Badan Pendiri pembangunan Rumah Sakit Haji di empat embarkasi haji (Jakarta, Makassar, Medan, dan Surabaya). Lebih dari itu, ia juga merasa bersyukur IPHI ketika dipimpin oleh Mayjen TNI (Purn) H. Kurdi Mustofa (alm) telah memiliki gedung sendiri yang relatif megah, terletak di Jl. Tegalan Nomor 1 Matraman, Jakarta Timur.

Menurut Dr. Sulastomo, sejak didirikan hingga saat ini IPHI telah banyak melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial untuk meningkatkan kebersamaan dan persaudaraan, serta menyelenggarakan berbagai amaliah sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang kesemuanya merupakan kontribusi keumatan IPHI yang membawa manfaat bagi masyarakat.

Hingga saat ini pun, rumah sakit, klinik dan lembaga pendidikan baik dalam bentuk formal maupun pesantren, telah banyak didirikan. Koperasi dan lembaga amil zakat juga berdiri, meskipun di bidang ekonomi ini baru beberapa Daerah yang relatif maju. Lainnya masih perlu terus didorong untuk ditingkatkan menjadi kekuatan ekonomi ummat.

Berbagai produk pertanian seperti bahan pangan, sayuran bahkan air minum, belum dikelola dengan baik. Yang terjdi malah dikuasai orang lain yang sebenarnya tidak pernah membayar zakat dalam mengelola ekonominya. Kedepan, para alumni haji dengan kemampuan intelektual dan pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat, memang selayaknya menjadi pendorong ketahanan pangan ummat.

Kuncinya adalah kolaborasi, gotong royong, fastabiqul khairat. Seperti apa yang sudah dicontohkan pendahunya Sulastomo dan Presiden Soeharto. Ketika itu IPHI Berhasil menghimpun dana untuk memiliki gedung Sendiri sebanyak Rp2,7 milyar dari sisa hasil beberapa kali penyelenggaraan “Tournament Golf Amal,” sedangkan harga gedung yang akan dibeli sebesar Rp3,5 milyar.

Kekurangan dana sebanyak Rp800 juta kemudian diberikan oleh Pak Harto ketika Sulastomo melaporkan rencana pembelian gedung tersebut di Istana Negara.

Sebagai penerus kepemimpinan organisasi IPHI, selaknya pengemban amanat di IPHI  mencontohnya, karena tinggal meneruskan dan memperbaiki yang masih kurang. Keanggotaannya akan terus datang tiap tahun. Ini  belum termasuk para haji umrah yang sebenarnya dapat saja dimasukkan sebagai anggota muda dengan mengubah AD/ART.

IPHI sebagai organisasi kebajikan bersifat independen, berakidah Islam, dan berasaskan Pancasila, tak mempersoalkan madzhab, golongan, maupun organisasi sosial maupun politik. Di sinilah orang-orang sepulang haji mempertahankan kemabrurannya dengan meningkatkan amal kebaikan hingga akhir hayat. Ringkasnya: mabrur sepanjang hayat. (bersambung).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *