Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 82-85: Sunnatullah Bersifat Tetap dalam Kehidupan Manusia

Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 82-85: Sunnatullah Bersifat Tetap dalam Kehidupan Manusia
Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 82-85: Sunnatullah Bersifat Tetap dalam Kehidupan Manusia
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh KH Didin Hafidhuddin
Ahad, 5 September 2021

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita berjumpa lagi secara virtual untuk melanjutkan Pengajian Tafsir Al-Quranul Karim. Pada hari Ahad ini tanggal 27 Muharram 1453 bertepatan dengan tanggal 5 September 2021, insya Allah kita akan melanjutkan membahas Surat Ghafir ayat 82-85. Kita mulai dengan membaca bersama Ummul Kitab, Surat Al-Fatihah. Kita lanjutkan dengan membaca bersama Surat Ghafir 82-85 tersebut, artinya “Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu lebih banyak dan lebih hebat kekuatannya serta (lebih banyak) peninggalan-peninggalan peradabannya di bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. Maka ketika para rasul datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka merasa senang dengan ilmu yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh (azab) yang dahulu mereka memperolok-olokkannya. Maka ketika mereka melihat azab Kami, mereka berkata, “Kami hanya beriman kepada Allah saja dan kami ingkar kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah.” Maka iman mereka ketika mereka telah melihat azab Kami tidak berguna lagi bagi mereka. Itulah (ketentuan) Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan ketika itu rugilah orang-orang kafir”.

Ayat-ayat ini menjelaskan perlunya kita ummat islam bahkan ummat manusia secara keseluruhan untuk memiliki kesadaran sejarah terhadap kisah ummat-ummat terdahulu, karena pada hakikatnya kisah-kisah itu merupakan pengulangan. Secara substansi sama, walau mungkin bentuknya saja yang berbeda. Apa yang terjadi pada tahun ini atau pada masa sekarang, pada hakikatnya merupakan pengulangan dari peristiwa yang terjadi pada tahun atau abad-abad lalu. Misalnya, ketika Rasulullah SAW didustakan atau dilempari oleh orang-orang kafir Quraisy dan Yahudi, maka turun Surat Ali Imran Ayat 183-184. “(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, agar kami tidak beriman kepada seorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami kurban yang dimakan api.” Katakanlah (Muhammad), “Sungguh, beberapa orang rasul sebelumku telah datang kepadamu, (dengan) membawa bukti-bukti yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, tetapi mengapa kamu membunuhnya jika kamu orang-orang yang benar.” Maka jika mereka mendustakan engkau (Muhammad), maka (ketahuilah) rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zubur dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna”. Di dalam ayat-ayat Surat Ghafir tadi, kita diminta mempelajari kisah-kisah umat terdahulu yang memiliki perangai tidak jauh berbeda dengan umat-umat masa kini.
Sunnatullah bersifat dan pasti terjadi dalam kehidupan manusia, dan merupakan hukum sebab-akibat yang pasti. Ada orang beriman dan beramal shaleh, maka ia pasti akan mendapatkan balasan baik dan pahala dan kemuliaan dari Allah SWT. Orang yang kufur, berperilaku buruk dan mempermainkan agama, maka pasti ia akan mendapat azab dari Allah SWT. Inilah sunnatullah atau hukum kausalitas dalam kekhidupan manusia dari Allah SWT, sunnatullah fil haya’. Sebab dan akibatnya akan dirasakan dalam kehidupan ini di dunia dan akhirat. Perhatikan Surat An-Nahl 97. “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Amal shalih itu selalu dikaitkan dengan iman. Amal shalih akan berdampak baik jika dikaitkan dengan iman. Barang siapa berbuat baik, maka ia akan mendapatkan dua balasan: hayatan thayyibah (kehidupan yang bermakna dan baik di dunia) dan perbuatan abadi di akhirat atau di sisi Allah SWT, yang dinajikan akan menapatkan pahala surga. Ada hadist, jika manusia mati, maka tidak akan mendapat tambahan pahala, kecuali 3 hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya. Di sini ada ulama yang menyampaikan, anak itu tidak hanya anak biologis, tapi juga anak psiskololgis dan anak ideologis atau yang mengamalkan ilmu-nya, termasuk para murid dan santri kita yang telah mengamalkan ilmu yang kita berikan dulu di dunia.

Tidak akan ada perubahan dari sunnatullah tersebut. Orang yang berbuat baik akan mendapat ketenanganPerhatikan Surat At-Taubah ayat 71 “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Tujuan ayat-ayat ini diulang-ulang dalam Al-Quran adalah agar kita mengambil pelajaran dan manfaat. Kita diperintah untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, harus saling berkoordinasi dan saling bersinergi, dalam kebaikan, dalam iman dan taqwa. Kelompok-kelompok dalam ummat islam harus dianggap variasi saja dalam kehidupan, tidak harus saling dipertentangkan, dalam menegakkan amar maruf dan nahi munkar, membereskan aqidah, menegakkan shalat, menunaikan shalat. Itulah orang-orang yang akan mendapatkan rahmah dari Allah SWT. Sebaliknya, orang yang berbuat jahat akan mendapatkan cobaan. Kehidupannya tidak akan tenang, walaupun harta, kekuatan atau jabatan yang luar biasa atau sarana kehidupannya ada. Siksa yang diberikan Allah itu mungkin kita tidak melihat, mungkin hidupnya tidak tenang, keluarganya menjadi tidak tenang, apalagi di akhirat atau di akhir kehidupannya. Tidak akan Bahagia orang yang dzalim, mempermainkan agama Allah dst. Kita harus yakin tentang ini.

Ayat terakhir dari Surat Ghafir ini, bagi orang yang tidak beriman, itu tidak akan ada manfaat sama sekali. Inilah sunnatullah yang berlaku abadi, yang ada pada hamba-Nya, pada manusia. Orang yang berbuat baik, dengan sesama muslim, berkolaborasi dalam kebaikan, maka orang itu akan mendapat hayatan tayyibah di dunia tadi. Kelak di akhirat mereka akan mendapatkan rahmah dan pertolongan dari Allah. Ketika kita sering berkolaborarsi dengan sesame muslim, menegakkan shalat, dan melakukan infaq dan shadaqah, maka kita akan mendapatkan ramah dari Allah SWT. Kita dilarang statis dan apatis atau masa bodoh terhadap kehidupan ummat. Hendaknya kalian konsiten, terus menerus berpegang dalam tuntutan Allah dan Rasulnya, menyandarkan kehidupan dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Tidak akan membawa mudharat orang jahat itu kepada kita, jika kita mendapat hidayah. Mudah-mudahan kita senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Sebaliknya, orang yang mempermaikan ayat-ayat Allah, maka ia akan menderita. Pada saat itulah akan rugi orang-orang yang menentang dan takabur atau sombong atas ayat-ayat Allah. Semoga kita konsisten dalam melakukan ibadah, meningkatkan iman dan amal shalih, sehingga kita mendapatkan pahala dari Allah SWT.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *