Gus Mus Ingatkan Soal Ngaji: Banyak Orang Semangat Berislam, Tapi Tak Mengenal Pemilik Islam

Gus Mus Ingatkan Soal Ngaji: Banyak Orang Semangat Berislam, Tapi Tak Mengenal Pemilik Islam
Gus Mus Ingatkan Soal Ngaji: Banyak Orang Semangat Berislam, Tapi Tak Mengenal Pemilik Islam
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id Ada pepatah mengatakan, “Kenali dirimu maka kamu akan kenali Tuhan-mu”. Pepatah tersebut, nyatanya memang penting di pegang bagi siapapun yang beragam Islam.

Hal ini juga disampaikan KH Mustofa Bisri atau akrab di panggil Gus Mus. Menurutnya, mengenal Allah SWT merupakan salah satu cara untuk mendapatkan rida Allah SWT.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Gus Mus juga melihat, saat ini banyak orang yang semangat untuk berislam tapi lupa terhadap pemilik Islam itu sendiri, yakni Allah SWT. Tak aneh, kata Gus Mus, proses keislamannya berhenti di tengah jalan.

“Jadi hal yang pertama kali dalam berislam adalah mengenal Allah SWT,” kata Gus Mus dikutip Jurnal Garut dari YouTube Gus Mus, Minggu 25 September 2021.

Salah satu cara mengenal Allah SWT, kata Gus Mus, yaitu dengan mengaji. Mengaji, lanjutnya, menjadikan seseorang paham akan proses berilmu untuk meraih rida Allah SWT.

“Untuk mengenal Allah harus ngaji. Maka kalau anda lihat orang-orang yang tidak ngaji itu, dia bersemangat berislam, tapi kadang-kadang kelakuannya justru bertentangan dengan apa yang digariskan oleh Allah SWT,” jelas Gus Mus.

Fenomena, banyaknya orang berdakwah, namun tak mencerminkan keislaman, kata Gus Mus sangat bertentangan dan tak masuk akal. Satu sisi menyenangkan Allah, satu sisi melaknat hamba Allah yang tak seperti dirinya.

Memahami Islam, mata Gus Mus, tidak melulu harus berkaca pada tokoh atau peristiwa yang ada dalam cerita atau kisah Islam.

Akan tetap penting pula, melihat tokoh-tokoh lain yang memperlihatkan keislaman padahal bukan seorang muslim. Gus Mus memberikan contoh, pewayangan Dewa Ruci yang memiliki enam ajaran kemanusiaan, selaras dengan perintah-perintah agama.

Gus Mus menjelaskan, ajaran yang pertama yaitu, tidak berbicara atau melakukan sesuatu sebelum paham dan mengerti tentang hal tersebut.

“Jangan gegabah menerima sesuatu, dan kemudian mengomentarinya, lebih baik diam dari pada membuat orang tersesat karena tidak tahu ilmu mengenai itu,” katanya.

Kedua, kata Gus Mus, harus bisa membedakan antara emas dan loyang atau harus membedakan sesuatu yang sama tapi beda makna.

“Harus bisa membedakan antara emas dan loyang. Artinya kita harus ngaji, harus belajar. Kalau tidak belajar (tidak bisa membedakan) besi kuning dengan emas, tembaga dengan emas,” lanjut Gus Mus.

Ketiga, kata Gus Mus, yakni upayakan tidak memiliki sifat kaget dan kebingungan. Sebab, lanjutnya sifat tersebut hanya dimiliki oleh orang yang tak mengaji. Agar terhindar, Gus Mus mengatakan, seseorang harus ngaji dan memiliki keluasan ilmu.

“Inilah yang menjadi niatan utama para santri terdahulu belajar di pesantren yakni hanya ingin mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan. Dan kita tahu kebodohan tidak akan hilang. Karena begitu anda pandai, anda merasa lebih bodoh dari kemarin. Kalau anda sudah merasa pandai, di situ anda mulai bodoh,” tutur Gus Mus.

Keempat, lanjut Gus Mus, sebagai manusia harus mampu mengkontrol atau menjaga hawa nafsu.

“Lepas kendali menyebabkan siapapun bisa kalap dan membuat sesuatu yang bodoh,” ucap Gus Mus.

Kelima, yakni mengamalkan ilmu yang sudah dimiliki. Sebab, kata Gus Mus, ilmu yang mengendap dan tidak diamalkan bukan ilmu pengetahuan.

“Pengetahuan yang diam dan tidak dimanfaatkan untuk orang lain, akan menjadikan diri kita sombong, maka penting mengamalkan ilmu pengetahuan,” jelasnya.

Terakhir, kata Gus Mus, harus mampu memahami tentang kefanaan sendiri sebagai manusia.

“Harus dan penting menjaga dan memahami kefanaan tentang diri, karena itu adalah bagian dari manusia yang kerap lepas dari kendali,” tutur Gus Mus.

Keenam ilmu kemanusiaan ini, kata Gus Mus sangat bisa dan relevan untuk memahami agama. Sayang, Gus Mus melihat saat ini keenamnya sudah terkikis, oleh mental praktis dan instan.

“Manusia di zaman sekarang banyak yang menjadi dan memiliki mental instan sehingga tidak bisa bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan bekerja.

Gus Mus menilai, saat ini keenam ajaran kemanusiaan ini sudah mulai hilang. Tak sedikit orang masuk Islam namun tidak sungguh – sungguh sehingga berhenti atau takabur dengan ucapannya.

“Banyak yang memahami agama hanya di permukaannya saja. Tidak masuk ke dalam, karena kalau masuk ke dalam harus bijiddin wajtihadin (sungguh-sungguh),” katanya.***

Sumber: garut

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *