Mataram Islam Pernah Sebagai Peradaban Islam Terbesar Di Jawa Dan Nusantara

Mataram Islam
Mataram Islam
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Kanjeng Senopati, Buyut Dalem PB X Kasunanan Surakarta Hadiningrat. (Pengamat Spiritual Geopolitik Geostrategi & Pengamat Peradaban Kerajaan Nusantara)

Hajinews.id – DULU Negara Mataram Kuno atau kerajaan Mataram Hindu erat hubungannya dengan konsep raja yang bersifat dewa, yaitu anggapan bahwa raja adalah titisan dewa atau keturunan dewa. Makanya terkenal dengan konsep Ratu-Binathara.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Maka dengan berakhirnya periode masa peradaban klasik beralih masuknya ke masa peradaban Islam di Nusantara yaitu sekitar abad ke 15.

Maka konsep dewa-raja atau disebut ratu-binathara ini pada periode kerajaan Islam pada masa Panembahan Senopati pemahaman tersebut “disapu” dihapus kemudian dimasa Sultan Agung Hanyokrokusumo pemahaman tersebut “disucikan” diluruskan. Yaitu tidak menempatkan raja pada kedudukan yang sama dengan Tuhan, melainkan raja sebagai Kalifatullah fil ard, atau Wakil Allaah di dunia.

Peradaban Islam ditanah Jawa pernah mencapai kejayaan gemilang pada masa Mataram Islam dengan sebelumnya peradaban Islam pernah jaya di Jawa pada masa Kesultanan Demak, kemudian runtuh dan disusul Kesultanan Pajang dan kemudian runtuh dan munculnya Kerajaan Mataram Islam sampai saat ini

Panembahan Senopati, Sultan Agung Hanyokrokusumo, Pakubuwono III, Mangkunegaran I, Pakubuwono IV dan Pakubuwono X adalah raja-raja Mataram Islam yang berani dan komitmen dengan menerapkan warisan adiluhung leluhur para Nabi yaitu ajaran kearifan Islam. Sehingga telah berhasil mengantarkan Kerajaan Mataram kepada kejayaan dan kegemilangannya.

Pada masa raja-raja Mataram yang komitmen menerapkan ajaran luhur kearifan Islam itulah Kerajaan Mataram sangat dicintai oleh rakyatnya dan disegani oleh musuh-musuhnya. Dimana saat itu sebagai pusat peradaban Islam dan pusat peradaban budaya Jawa memiliki pamornya.

Meraka telah menerapkan konsep ratu-binathara sebagai Khalifah fil ard atau Ulil Amri Atau konsep Manunggaling Pandhito- Ratu, yaitu bersatunya antara Pandhito (ulama) dan Ratu (raja).

Dimana konsep Manunggaling Pandhito Ratu oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo melahirkan Tiga konsep Strategis kedudukan seorang raja yaitu raja memiliki TIGA
macam WAHYU, yaitu Wahyu Nubuwah, Wahyu Hukumah dan Wahyu Wilayah sbb :

  1. Wahyu Nubuwah adalah wahyu yang
    mendudukkan raja sebagai wakil Tuhan atau Khalifatulloh.
  2. Wahyu Hukumah menempatkan raja sebagai sumber hukum dengan wenang murba wasesa, artinya berkuasa dan bertindak dengan kekuasaan.
  3. Wahyu Wilayah, yang melengkapi dua wahyu yang telah disebutkan di atas, memberi pandam pangauban, artinya memberi penerangan
    dan perlindungan kepada rakyatnya.

Kemudian pada masa pemerintahan Kesultanan Mataram Islam Sultan Agung menjadikan kedudukan Kerajaan sebagai Tiga Fungsi :

  1. Kerajaan Mataram sebagai pusat punjer Peradaban Islam di Tanah Jawa.
  2. Kerajaan Mataram sebagai pusat punjer kiblat khazanah Budaya Jawa.
  3. Kerajaan Mataram sebagai pemilik dan pengelola seluruh tanah Ulayat dan seluruh sumber daya alam di tanah Jawa digunakan untuk kemakmuran seluruh rakyat.

Sikap keagamaan Sinuwun Pakubuwono IV yang dihayati kemudian berpengaruh pada sikap keagamaan masyarakat keraton lainnya. Suasana perubahan sikap keagamaan di keraton Surakarta tampak dengan jelas pada karya sastra yang lahir saat itu, seperti Serat Centini, Serat Cabolek, dan Serat Wulang reh.

Ketiga serat tersebut memang dapat memberikan gambaran mengenai realitas sejarah awal abad 19 (perpaduan antara dua komponen utama yaitu priyayi Bangsawan dan priyayi Ulama telah terjalin harmonis dan dinamisdalam menghayati dan mengamalkan ajaran luhur Islam.

Pakubuwono IV sebagai penguasa Surakarta Mataram Islam ketika itu menginginkan keraton Kasunanan Surakarta terbebas dari pengaruh hukum kolonialis penjajahan Belanda.

Pakubuwono IV akhirnya menetapkan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai penerus Dinasti Mataram Islam menjadikan Kraton kiblat khazanah kebudayaan jawa yang berlaku di Tanah Jawa.

Selain itu Sunan ingin menyatukan kembali Mataram yang terpecah akibat perjanjian Giyanti. Maka Pakubuwono IV melakukan perubahan–perubahan,
seperti sbb :

  1. Abdi dalem yang tidak patuh pada tatanan hukum agama sebagai kearifan Islam akan diperingatkan atau ditindak tegas, kalau tidak mau digeser dan bahkan ada yang dipecat seperti yang dialami Tumenggung Pringgalaya_dan _Tumenggung Mangkuyuda.
  2. Sunan Pakubuwono IV juga mengharamkan tradisi masyarakat lokal berupa kemaksiatan seperti, minuman keras, canduopium, berjudi dan berzina sebagaimana yang bertentangan dengan ajaran kearifan Islam.
  3. Setiap hari Jumat dan tepat sholat Jum’at Sunan memerintahkan yang pria untuk pergi ke
    masjid-masjid besar meninggalkan aktivitas dunia untuk melaksanakan
    shalat Jum’at. Kadang beliau Sinuwun PB IV sering bertindak sebagai khatib atau pemberi khutbah Jumat.
  4. Setiap hari Sabtu diadakan latihan perang kepada seluruh Sentono Dalem, Abdi Dalem dan Kawulo Dalem. Dan latihan menunggang kuda, memanah dan belajar pedang.
  5. Pakaian prajurit yang semula seperti pakaian berbau-bau prajurit kolonial Belanda diubah
    dengan pakaian prajurit Jawa semi Islam.

Peristiwa Pengepungan Kraton Kasunanan Surakarta

Lanjutkan membaca >>>

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *