Ngeri! Utang Pemerintah Tembus Rp7.123,62 Triliun, Ekonom: Titik Kritis

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Posisi utang pemerintah tercatat kembali naik mencapai Rp7.123,62 triliun di semester I atau hingga akhir Juni 2022. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, beban bunga utang yang mahal menjadi salah satu titik kritis dari kondisi utang nasional.

“Yang menjadi titik kritis dari kondisi utang adalah beban bunga utang yang mahal, kemampuan bayar utang tidak sebanding dengan kecepatan penerbitan utang baru, dan pemanfaatan dari utang masih terjebak pada belanja yang tidak produktif,” kata Bhima kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (3/8/2022).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam dokumen APBN KITA edisi Juli 2022, pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai bahwa rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.

Adapun utang pemerintah didominasi oleh instrumen surat berharga negara (SBN) dengan porsi 88,46%. Hingga akhir Juni 2022, penerbitan SBN yang tercatat sebesar Rp6.301,88 triliun.

Menurut Bhima tidak hanya soal rasio utang dianggap masih aman di bawah level 60%, namun bunga utang pemerintah terutama SBN itu terbilang sangat mahal.

“Ada risiko ketika tingkat suku bunga meningkat secara signifikan, maka akan picu bunga utang naik lebih mahal,” ujarnya.

“Sekarang SBN mendominasi sampai 88,2% dari total utang pemerintah, sementara investor menuntut imbal hasil SBN harus tinggi yakni 7,4% untuk tenor 10 tahun. Diperkirakan kondisi APBN dapat berisiko apabila harus menanggung pembayaran bunga utang lebih dari Rp410 triliun,” sambung Bhima.

Kemudian, ia juga menyoroti soal kemampuan membayar utang. Katanya, hal itu bisa dicek Debt Service Rationya 39,2% dari data terakhir.

“Filipina dengan rating utang yang lebih baik yakni BBB+ dibanding Indonesia BBB hanya memiliki DSR 10,1%. Semakin tinggi DSR artinya kemampuan bayar utang dari penerimaan ekspor cenderung melemah,” jelas Bhima.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *