“Akan tetapi aku belum faham maksudmu itu,” kata Raja dengan penasaran.
“Mohon maaf paduka yang mulia, kurang bijaksana kiranya bila hamba jelaskan sekarang,” jelas Abu Nawas sambil pamit untuk pergi selama 2 hari.
Setelah Abu Nawas kembali dari desa itu, Abu Nawas langsung menemui Pangeran dan membisikan sesuatu di telinganya lalu Abu Nawas menempelkan telinganya ke dada Pangeran kemudian dia menghadap Raja.
“Apakah paduka yang mulia menginginkan Pangeran tetap hidup?” tanya Abu Nawas di hadapan Raja.
“Apa maksudmu?” Raja pun balik bertanya dengan rasa heran dan belum mengerti.
“Sang Pangeran sedang jatuh cinta dengan seorang gadis di sebelah utara daerah ini,” kata Abu Nawas menjelaskan. “Bagaimana kamu tahu?” tanya Raja.
“Ketika nama-nama desa di seluruh daerah ini disebutkan. Tiba-tiba detak jantungnya bertambah lebih keras ketika mendengarkan sebuah nama desa di bagian utara, dan Pangeran tidak berani mengungkapkannya kepada paduka yang mulia,’ terang Abu Nawas.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan?” tanya Raja. “Menikahkan Pangeran dengan gadis itu,” ujar Abu Nawas. “Kalau tidak?” tanya Raja masih meragukan.
“Cinta itu buta. Bila kita tidak berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati” ujar Abu Nawas memberi saran.
Rupanya Raja tidak bisa menolak saran dari Abu Nawas. Pangeran adalah putra mahkota yang akan mewarisi kerajaannya kelak.
Abu Nawas benar, setelah mendengarkan sarannya, sang pangeran berangsur-angsur pulih. Abu Nawas pun mendapatkan hadiah cincin permata yang sangat indah.