JK Tentang Pemilu Coblos Caleg: Internal Bersaing, Kadang Jeruk Makan Jeruk

Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) (foto istimewa)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) merespons ihwal sistem pemilu proporsional terbuka yang dikatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membutuhkan biaya besar. JK pun tak memungkiri soal ongkos politik caleg.

“Bahwa biaya itu besar tentu saja ada biayanya, tapi kalau memang dia punya pengabdian di masyarakat sebelumnya, dekat dengan masyarakat sebelumnya, kan sistemnya dapil kan, kalau memang dia orang yang mau mengabdi ke dapilnya saja, dia nggak perlu uang banyak,” kata JK kepada wartawan di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

JK mengatakan biaya itu bisa membengkak lantaran adanya persaingan di internal partai lewat sistem Pemilu proporsional terbuka. Dia menyebut hal berbeda akan terjadi jika caleg sudah dekat secara sosial dengan masyarakat dari dapil pencalonannya.

“Nah uang banyak itu kemudian terjadi karena adanya persaingan internal, karena itu saya bilang kadang-kadang jeruk makan jeruk,” ujarnya.

Adapun menurutnya sistem Pemilu proporsional tertutup maka kampanye hanya akan dilakukan oleh partai bukan langsung oleh caleg.

“Kalau sistemnya tertutup maka yang menentukan siapa yang jadi nomor 1 ya partai, siapa yang menempatkan nomor 1, nomor 2, atau nomor yang terakhir,” ujarnya.

“Kalau sistem terbuka maka para calon itu ikut berkampanye. Kalau tertutup biasanya mereka diam saja, kalau udah dapat 1, 2, 3 sudah pasti terpilih. Jadi tidak ada kegiatan daripada calon itu,” imbuhnya.

Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap riset biaya kampanye seseorang menjadi anggota dewan jika sistem pemilu dilakukan proporsional terbuka atau coblos caleg. Dia menyebut ada yang sampai menghabiskan Rp 100 miliar untuk jadi anggota dewan.

“Nah, dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup karena proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak ada yang Rp 5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yg habis sampe Rp 100 miliar untuk menjadi anggota dewan,” kata Hasto, di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Ahad (8/1/2023).

Dengan begitu, kata Hasto timbul kecenderungan latar belakang di DPR. Dia menyebut mayoritas anggota dewan merupakan pengusaha.

“Maka ada kecenderungan struktur anggota dewan, banyak yang didominasi para pengusaha,” ungkap Hasto.

Dengan PDIP mendorong sistem proporsional tertutup, menurut Hasto partai bisa menaruh orang yang sesuai dengan bidangnya untuk mengisi kursi di DPR. Sehingga, anggota-anggota yang ditempatkan di komisi adalah orang yang memang memahami isu-isu bidangnya.

“Idealisme dari PDIP, karena DPR RI itu bertanggung jawab bagi masa depan, maka kami memerlukan para ahli, pakar di bidangnya untuk bisa dicalonkan sebagai anggota dewan. Di komisi I, kami perlu pakar pakar pertahanan, para pakar pakar diplomasi yang memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia. Di komisi IV, kami memerlukan pakar pakar pertanian,” ungkap Hasto.

Oleh karena itu lah, pihaknya menawarkan semua pihak untuk berpikir ulang terkait demokrasi. Dengan melakukan proses judicial review (JR) ke MK.

“Maka PDIP menawarkan suatu wacana untuk mari kita berpikir ulang dalam demokrasi kita. Diskursus inilah yang menyehatkan demokrasi. Masalah nanti apapun yang diputuskan MK kami sekali lagi PDIP bukan pihak yang punya legal standing melakukan JR,” tutur Hasto.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *