Kemudian, Nabi Muhammad memilih beberapa sahabat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk dijadikan utusan kepada raja-raja. Tokoh ulama besar, Al Manshurfuri menyebut, Nabi Muhammad mengirim beberapa utusan itu pada awal bulan Muharram, tahun ke tujuh hijriyah.
Salah satu surat yang dikirimkan itu adalah kepada Kisra, Raja Persia. Berikut ini isinya.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Kisra penguasa Persia. Salam sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan utusan-Nya, dan bersaksi tiada ilah selain Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku ajak kamu dengan seruan Allah, karena sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Masuk Islamlah, niscaya kamu selamat. Jika kamu enggan, kamu akan memikul dosa orang Majusi.”
Syekh Syafiyyurrahman Al Mubarakfuri dalam bukunya yang berjudul Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad menuliskan, untuk mengantarkan surat ini Nabi Muhammad memilih Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi.
Ketika surat itu dibacakan kepada Raja Kisra, ia langsung merobek-robek dan berkata, “Seorang hamba yang hina dari rakyatku berani menulis namanya sebelum namaku.”
Mendengar kabar ini, Nabi Muhammad bersabda, “Semoga Allah mengoyak-oyak kerajaannya.”
Benar saja sabda Nabi Muhammad itu terwujud kemudian hari. Setelah membaca surat tersebut, Kisra menulis surat kepada Badzan, gubernurnya di Yaman. “Kirimkan dua orang anak buahmu yang kuat kepada orang Hijaz itu agar mereka membawanya kepadaku.”
Lalu Badzan memilih dua orang anak buahnya dan mengutus mereka dengan membawa surat kepada Nabi Muhammad. Surat itu berisi perintah agar membawa Nabi kepada raja Kisra. Nabi pun memerintahkan agar kedua utusan itu menemui dirinya keesokan harinya.
Pada saat itu, tengah terjadi pemberontakan besar terhadap Kisra yang dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri. Itu terjadi setelah pasukannya mengalami kekalahan yang besar melawan pasukan Kaisar Romawi.
Syirawaih, putra mahkota Kisra, bangkit menyerang ayahnya kemudian membunuhnya dan mengambil alih tampuk kekuasaan. Pembunuhan ini terjadi pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Ula, tahun ketujuh Hijriyah.