Anies, “Oemar Bakri” dan Pendidikan Untuk Orang Miskin

Anies dan Pendidikan Untuk Orang Miskin
Anies Baswedan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Fenomena kedua adalah mempertahankan tingkat kompetisi yang tinggi pada ilmu2 sainstek dan jurusan favorit lainnya dengan jumlah penerimaan mahasiswa sedikit, sedangkan jurusan sosial ataupun non favorit dengan jumlah banyak, sehingga orang-orang kaya yang mampu membayar bimbel atau kursus-kursus privat supermahal berhasil lolos seleksinya.

Struktur dan hierarki pendidikan yang pada akhirnya akan menseleksi anak orang-orang kaya lolos dalam pertarungan di atas, pada akhirnya merembes ke sistem pendidikan di bawahnya. Anak-anak sekolah SD-SMP-SMA, yang orangtuanya berkeinginan anak-anaknya terseleksi di universitas, sudah mengalokasikan kekayaannya membiayai sang anak. Baik memberikan bimbel-bimbel maupun kursus privat maupun mengatur agar anaknya lolos ke sekolah favorit. Di Jakarta Selatan misalnya, SMA 8, SMA28 dan SMA 26, yang menjadi incaran level SMA, maka untuk SMP orang tua harus bertarung memasukkan anaknya pada SMP unggul terkait, seperti SMP 115 Tebet.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Anak-anak orang miskin tentu saja semakin tersingkir dari sekolah sekolah unggul (atau menjadi unggul). Karena, pertama mereka tidak melihat bahwa mereka adalah bagian pertarungan yang ada, untuk bisa masuk ke universitas unggul. Kedua, biaya pendidikan (khususnya ekstensinya membayar bimbel/les mahal) tidak mungkin lagi dipenuhi mereka.

Khusus terkait mahalnya biaya bimbel/les privat, hal ini terjadi karena guru tidak lagi menjadi jaminan bagi kualitas ilmu yang penting untuk pertarungan ujian ke Perguruan Tinggi. Di negara maju, bimbel-bimbel nyaris tidak ada, karena guru sudah melebihi cukup dalam memberikan ilmu bagi siswa.

Anies anak “Oemar Bakri”

Akar persoalan pendidikan kita adalah problem guru. Indonesia harus bisa mempunyai jumlah guru yang banyak dan berkualitas. Semakin banyak guru berkualitas dan semakin menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, maka tingkat kecerdasan siswa akan merata. Jika guru-guru berkualitas mengisi sekolah-sekolah mampu memberikan ilmu yang cukup, maka pendidikan tambahan seperti bimbel-bimbel yang mahal tidak diperlukan lagi. Akhirnya, setiap anak mempunyai kesempatan yang sama untuk masuk ke perguruan tinggi.

Anies Baswedan melihat persoalan ini dengan jeli. Dalam “Indonesia Mengajar”, Wikipedia, disebutkan Anies melihat problem guru adalah problem utama itu. Sehingga Anies melancarkan gerakan guru-guru muda untuk terjun ke desa desa. Guru-guru muda ini mengabdi agar anak-anak di pelosok-pelosok nusantara bisa mengejar ketertinggalan.

Dari Wikipedia tersebut disebutkan Aceh Singkil sampai Pegunungan Bintang Papua merupakan bagian dari 38 Kabupaten yang didatangi guru Gerakan Indonesia Mengajar. Ribuan guru-guru tersebut bertarung untuk memajukan pendidikan nasional.

Kejelian Anies ini tentu saja berakar dari nasibnya sebagai anak guru (Oemar Bakri kata Iwan Fals). Bapaknya dosen UII dan ibunya dosen UNY. Sebagai anak guru Anies faham bahwa pendidikan hanya bisa diatasi jika guru tersedia. Tentu saja persoalan besar lainnya dalam sistem pendidikan kita banyak menanti penyelesaian, seperti, anggaran pendidikan, “link and match” pendidikan dengan dunia kerja, tanggung jawab orangtua murid dlsb.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *