Bahkan setelah selesai dua periode Jokowi tetap “merawat” relawannya. Entah dari mana dananya. Jokowi tidak membubarkan relawannya walaupun Jokowi secara konsitusi sudah tidak bisa lagi maju sebagai calon presiden. Sebenarnya, dia sudah tidak membutuhkan. Tapi sebagai kelompok penekan perlu. Rupanya dengan cara sama dengan sepuluh tahun yang lalu ini menjadi kelompok “penekan” bagi Megawati.
Akhirnya kembali Megawati “melupakan” keinginannya untuk memunculkan anaknya menjadi presiden. Mungkin ini kesempatan terakhir bagi dirinya dan anaknya karena beliau semakin uzur. Sama halnya ketika tahun 2013 ketika memberikan kesempatan kepada Jokowi dan “melupakan” keinginan dirinya menjadi Presiden.
Lalu bagaimana dengan Prabowo, “sangat dekat” dengan Megawati. Kita saksikan di media betapa “mesra” hubungan mereka. Begitu juga dengan Jokowi, Prabowo sempat “memuja-muja” Jokowi dan anak-anaknya. Hal yang sama terjadi Prabowo kembali gigit jari.
Sejarah berulang. Big scenario. Siapa dalangnya?. Lakon wayang tinggal dimainkan. Apalagi jika petugas partai gampang “di atur” baik oleh partainya maupun oleh sang dalang. Katanya sih. Beda jika pemilik/ anak pemilik atau petinggi partai dijadikan capres, dalang susah mengatur lakon.
Indonesia sangat kaya SDA. Tapi fakta bukan untuk rakyatnya. Dua periode Jokowi berkuasa siapa Negara Super Power yang diuntungkan dari Kekayaan SDA. Baca juga komentar Faisal Basri tentang kekayaan tambang yang “dirampok” ke China. Itulah dalang sebenarnya. Sesunguhnya. Kaki tangan Dalang sangat banyak. Baik berbentuk oligarki Ekonomi (mereka main dua kaki) juga berupa elit Partai dan elit Istana. Intelnya apalagi, sangat lihai. Susah membedakan karena wajahnya sesama Asia. Jika 2024 mereka menang lagi. Kedaulatan Rakyat sesuatu yang susah dijangkau. Jauh panggang dari api. Indonesia bukan akan tetapi telah dijajah.