Desain Politik Menuju 2024

Desain Politik Menuju 2024
Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo (kiri) dan Ketua Umum Partai Masyumi Ahmad Yani
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Di saat semua orang melupakan semua rentetan kejadian itu, Pangdam Siliwangi mengingatkan, bahwa kalau pemilu akan curang TNI harus turun tangan.

Saya sendiri mendukung pernyataan ini. Sebab untuk apa pemilu kalau hanya melembagakan kecurangan-kecurangan. Pemilu secara prinsip harus dilaksanakan secara luber dan jurdil. Kalau sudah diskenariokan apakah bisa dikatakan luber dan jurdil?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pemilu yang curang itulah yang kita tantang pada masa orde baru. Soeharto setiap lima tahun adakan pemilu. Tetapi pemilu itu tidak jujur dan tidak adil. Rezim-rezim tiran dalam sejarah tidak mungkin dilawan kalau mereka melaksanakan pemilu secara jujur dan adil itu.

Tetapi tirani selalu memonopoli kebenaran dengan pemaksaan. Memaksakan segala kehendak dengan cara-cara kotor dan curang. Tirani seperti ini yang akhirnya merusak demokrasi dan merusak sistem politik. Tirani dalam politik moderen, tidak lagi menggunakan senjata, tidak lagi melakukan pemaksaan terhadap massa, tetapi menggunakan instrumen negara untuk melegitimasi kejahatannya. Itulah yang kita waspadai pada pemilu 2024 nanti.

Kita lihat sekarang, pemilu 2024 sudah dimulai dengan pertengkaran. telah terjadi Ketumpuan komunikasi, merebaknya provokasi dan menguatnya pragmatisme politik akan membawa dampak yang cukup berbahaya bagi republik. Tapi saat rakyat bertengkar, maka teringatkan apa yang dikatakan diktator besar dari Uni Soviet, Stalin. Pemilu kata Stalin tidak ditentukan oleh siapa yang mencoblos nya, tapi ditentukan oleh siapa yang menghitungnya.

Kita bayangkan, bisa saja dalam pemilu 2024 nanti rakyat menyukai dan memilih calon A misalnya. Tapi ketika dihitung calon B yang menang. Inilah yang perlu diwaspadai. Pemilu seperti inilah yang akan menghancurkan republik. Soviet runtuh, Nazi Jerman hancur, Romawi Runtuh semua dari sistem pemilihan yang diatur oleh wasit.

Dalam sejarah Republik, tidak ada yang menyangka pemilihan umum bisa meruntuhkan Republik. Republik Romawi runtuh salah satunya karena pemilihan. Kemudian elit-elitnya tidak memiliki komitmen politik untuk menjaga negara. Mereka hanya berkepentingan untuk memenangkan kepentingan mereka sendiri. Diatas semua kepentingan individu dan klan itu negara diabaikan.

Kita harus memiliki kepekaan politik yang cukup baik untuk melihat bahwa republik sedang tidak baik-baik saja.

Mungkin ada yang bertanya, kalau terjadi kecurangan di bawa ke Mahkamah Konstitusi. MK sepanjang menangani sengketa Pemilu tidak menjadikan kecurangan yang tersistematis, terstruktur dan massif untuk menjadi bahan pertimbangannya. MK hanya menghitung suara yang diperoleh. Misalnya, kalau terjadi kecurangan, tapi tidak merubah hasil siapa yang menang MK akan memenangkan calon yang dimenangkan oleh KPU.

Jadi MK itu dalam perkara pemilu disingkat Mahkamah Kalkulator, hanya menghitung angka tidak melihat secara komprehensif terjadinya kecurangan itu. Padahal kalau kita mau jujur, operasi kecurangan dalam politik sebesar pilpres itu akan dibangun jauh-jauh hari melalui kewenangan dan kuasa yang bisa melakukannya. Sementara MK tidak melihat proses, mereka mengadili hasil.

Apalagi sekarang MK sudah sedemikian lemahnya. Bayangkan saja Hakim MK bisa ditarik kapanpun oleh lembaga pengusul apabila tidak mengakomodir kepentingan lembaga yang mengusulkan hakim MK. Contohnya terjadi Pada Prof. Aswanto. Jadi semua masalah ini sudah tersistematis.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *