All Jokowi’s Men dan Upaya Sistematis Menjegal Anies

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ini tidak lepas dari upaya putus asa Anies karena upaya menjegalnya menjadi presiden RI semakin masif dan sistematis. Tiket pencapresan Anies memang sangat rentan hilang, ia hanya didukung partai dengan akumulasi threshold pas pasan, sebanyak 25% gabungan kemenangan suara Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera di Pilpres 2019. Anies kini dalam posisi berhadapan dengan kekuatan politik cukup besar yang diaransemen oleh Jokowi effect.

Bagi Anies sendiri pilihan menjadi antitesa tampak lebih tepat daripada memaksakan diri dicitrakan memiliki hubungan baik-baik saja dengan Jokowi. Dalam perspektif marketing, dia satu-satunya capres yang bisa memberikan tawaran alternatif bagi pemilih dibandingkan Ganjar dan Prabowo. Ia ingin menarik suara dari pemilih yang kecewa atas kinerja Jokowi dan sakit hati dengan Prabowo setelah ia malah mau menjadi pembantu bekas rivalnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Anies akan memiliki lebih banyak peluru kampanye bila memposisikan sebagai antitesa daripada sintesa. Selain utang jumbo, pada dasarnya sejumlah statistik ekonomi bisa dijadikan bahan untuk meraih simpati. Diantaranya pertumbuhan ekonomi yang melambat, hanya rata-rata mendekati 4% sejak 2014 dibandingkan mendekati 6% di jaman SBY. Akibatnya, PDB per kapita Indonesia selama delapan tahun pemerintahan Jokowi cuma sebesar Rp 71 juta, atau hanya naik 69% jauh dibandingkan era SBY yang naik 234% atau lebih dari tiga kali lipat.

Demikian juga fakta bagaimana pertumbuhan sektor pertanian yang berperan menyerap 30% tenaga kerja pada era Jokowi pertumbuhannya lambat. Demikian pula gejala deindustrialisasi dimana peran industri manufaktur terhadap PDB yang merupakan sektor paling banyak menyerap tenaga kerja formal turun terus dari sekitar 22% pada awal menjadi hanya 18% tahun lalu.

Ini belum termasuk indeks persepsi korupsi turun yang tergambar dari besarnya kebocoran anggaran. Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan ada kebocoran sekitar 35% pada proyek pembangunan infrastruktur. Ini terkonfirmasi oleh data Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang menurut Bappenas tahun lalu di angka 8. Artinya, berbisnis di Indonesia itu untuk menghasilkan tambahan 1 satu output atau hasil diperlukan 8 kali tambahan modal. Ini jauh di atas pada era SBY yang di kisaran 4 dan negara tetangga 3-4.

Upaya menjegal Anies diawali oleh lobi-lobi gencar yang dilakukan Jokowi terhadap Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem yang mencalonkan Anies. Sudah beberapa kali Jokowi bertemu empat mata. Bahkan, secara khusus ia sering mengutus orang kepercayaannya, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bertemu dengan Surya Paloh yang dibungkus dengan acara makan siang. Di medsos, Luhut sering mengunggah momen-momen itu. Pertemuan mereka sudah menjadi rahasia umum. Baik Luhut maupun Surya memiliki kedekatan karena sama sama mantan kader Partai Golkar. Upaya lobi tersebut sejauh ini gagal.

Serangan kedua adalah wacana koalisi besar yang mengemuka setelah pertemuan tiga jam enam ketua parpol (Gerindra, PPP, PAN, Golkar, PKB, PDI Perjuangan) dengan Jokowi di Istana Merdeka pada (2/5/2023). Dua skenario adalah mengawinkan Ganjar dengan Prabowo sebagai calon wakil presiden agar Pilpres 2024 hanya satu putaran dengan kemenangan telak. Tampaknya semuanya ingin Anies tersingkir di putaran pertama.

Bila ini gagal karena Prabowo tidak mau menjadi cawapres, maka skenario kedua adalah memecah belah capres menjadi empat ; Ganjar, Prabowo, Airlangga dan Anies, atau tiga (minus Airlangga). Harapannya akan ada dua putaran dimana bila dua atau tiga All Jokowi’s Men-termasuk Airlangga) gagal, maka suara mereka akan lari ke salah satu diantara tiga yang menang. Jadi koalisi besar bukan dalam bentuk menyatukan semua partai pendukung Jokowi menjadi satu, tapi siapapun calon yang bertanding yang menang tidak masalah bagi Jokowi, asal bukan Anies.

Sangat sulit percaya bantahan Jokowi bahwa pertemuan enam ketum parpol itu hanya membahas masalah ekonomi, salah satunya peluang Indonesia menjadi negara maju dan tidak cawe-cawe (terlibat) dengan masalah capres. Kalau demikian mengapa Partai Nasdem yang statusnya masih sebagai partai pendukung pemerintah tidak diundang. Mengapa pula Partai Demokrat dan PKS diabaikan?

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *