Menelisik Agenda Terselubung soal Penambahan Masa Jabatan Pimpinan KPK

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Dalam putusannya, pada akhirnya MK mengabulkan tuntutan dari wakil Ketua KPK Nurul Gufron tersebut sebagaimana tertuang dalam amar putusannya. Hakim MK  Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan menyatakan ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.

Guntur Hamzah membandingkan masa jabatan KPK dengan Komnas HAM (Hak Azasi Manusia). “Masa jabatan pimpinan Komnas HAM adalah lima tahun lamanya. Oleh karena itu, akan lebih adil apabila pimpinan KPK menjabat selama lima tahun juga, “begitu katanya.”Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya,” imbuhnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Selain itu, Hakim MK lainnya yaitu Arief Hidayat menyatakan bahwa masa jabatan empat tahun memungkinkan presiden dan DPR yang sama melakukan penilaian terhadap KPK sebanyak dua kali. “Sehingga penilaian seperti ini  dapat mengancam independensi KPK,” kata begitu katanya.

Oleh karena itu pula, menurut Arief,  kewenangan presiden maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam masa jabatannya dapat memberikan beban psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK berikutnya. Atas dasar pemikiran inilah MK menilai penting untuk menyamakan ketentuan tentang periode jabatan lembaga negara yang bersifat independen, yaitu lima tahun lamanya.

Namun keputusan hakim MK terkait dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK itu tidak bulat karena diwarnai adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat para hakim MK lainnya. Dalam hal ini ada empat hakim konstitusi menolak perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Sementara lima hakim konstitusi lainnya  menyetujuinya.

Adapun hakim konstitusi yang menolak perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK adalah hakim Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih dan Saldi Isra. Sementara yang setuju adalah Arief Hidayat, M. Guntur Hamzah, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Manahan M. P. Sitompul dan Anwar Usman (Ketua MK).

Kejanggalan Kejanggalan Itu

Munculnya keputusan MK tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK tak pelak menimbulkan tanda tanya. Banyak kritik yang dialamatkan kepada Lembaga penjaga konstitusi negara itu karena dinilai keputusannya kontroversial dan tidak sesuai dengan aspirasi publik pada umumnya.

Beberapa kejanggalan yang sempat mencuat di media terkait dengan keputusan MK tersebut diantaanya adalah :

Pertama, tentang Keharusan Keseragaman masa jabatan. Dalam kaitan ini ketidakseragaman mengenai masa jabatan komisi negara di Indonesia tidak dapat ditafsirkan telah menimbulkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan diskriminatif, serta timbulnya keraguan masyarakat atas posisi dan independensi KPK dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, sebagaimana didalilkan oleh Pemohon.Argumentasi perubahan periodisasi masa jabatan pimpinan KPK selayaknya dikaitkan dengan desain kelembagaan seperti dinyatakan oleh hakim MK Saldi Isra dkk.

Namun, Pemohon yaitu pimpinan KPK Nurul Ghufron menitikberatkan dasar pengujian pada adanya pelanggaran hak konstitusional belaka. Padahal pengaturan mengenai masa jabatan pimpinan KPK juga mengandung ketentuan yang secara tersirat memberi jaminan atas hak-hak bagi orang yang terpilih sebagai pimpinan KPK.

Lagi pula ketika UU itu dibuat dengan masa jabatan empat tahun, pasti itu ada pertimbangan filosofinya, sosiologinya, psikologinya. Itu sudah diperhitungkan sehingga itulah yang menjadi kekhasan KPK dengan lembaga-lembaga lainnya.

Saat ini banyak kelembagaan yang masa jabatannya tidak lima tahun sebagai contoh, ketua, wakil ketua dan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan KPI Daerah diangkat dengan masa jabatan 3 tahun saja. Lalu, anggota Komisi Informasi yang menjabat selama 4 tahun lamanya. Lalu bagaimana halnya dengan masa jabatan hakim MK sendiri yang bisa sampai 15 tahun lamanya, apakah masa jabatan yang Panjang itu harus ditinjau ulang untuk dipangkas menjadi lima tahun saja ?

Kedua, Soal Kewenangan hakim MK. Sesuai dengan ketentuan yang ada, wewenang MK hanya sebatas memeriksa perkara apakah sebuah Undang Undang sesuai atau tidak dengan UUD atau konstitusi negara. Bukan seolah olah menjadi Lembaga yang tugasnya seakan akan ikut membuat UU baru yang bukan kewenangannya.  Karena kalau preseden bisa memperpanjanga jabatan ini diputuskan oleh MK maka bisa saja nanti MK akan memutuskan perpanjangan masa jabatan Presiden, DPR/MPR atau kelembagaan negara lainnya.

Tekait dengan kewenangan MK, publik memang sering dibingungkan oleh keputusan keputusan MK. Sebagai contoh ketika ada gugatan soal angka 20 persen  (Presiden Threshold/PT), MK memutuskan persoalan kewenangan ini kepada pembuat UU (dalam hal ini Pemerintah dan DPR). Dimana terkesan lembaga ini menghindar dari keharusan untuk memutuskannya.Pada hal publik menghendaki PT dikembalikan O persen agar banyak calon presiden yang bisa ikut berlaga. Tapi itu tidak dikabulkannya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *