Kultum 271: Pengaruh Al-Qur’an pada Generasi Nabi dan Sesudahnya 

Pengaruh Al-Qur’an pada Generasi Nabi
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Salah satu aspek dari Al-Qur’an yang berpengaruh terhadap generasi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sesudahnya merupakan hal yang sangat bermanfaat untuk dikaji. Adalah sudah jelas bahwa orang-orang Arab pada masa Nabi biasa minum, bersenang-senang, dan terlibat dalam pertempuran antar suku. Mereka bahkan diketahui terkadang membunuh bayi perempuan mereka.

Para ulama juga menemukan bahwa dalam waktu singkat, sekitar dua puluh tahun, sebuah gerakan yang dimulai oleh hanya satu orang mampu, dengan rahmat Allah dan efek ajaib dari Al-Qur’an, mengubah hampir semua orang Arab dan non-Arab. Jazirah Arab jadi terikat bersama menjadi persaudaraan iman dan kasih sayang yang begitu kuat, hingga jika satu bagian dari persaudaraan ini menderita, seluruhnya akan terpengaruh.

Saat itu, dua orang yang berasal dari suku yang bermusuhan demi berbagi kekayaan bersedia mengorbankan nyawa. Mungkin gambaran terbaik tentang perubahan ini dapat dilihat dalam pernyataan terkenal dari Sahabat Jafar bin Abu Thalib yang ditanya oleh Negus dari Abyssinia tentang misi Rasulullah. Jafar mengatakan, “Ya raja, kami adalah orang-orang bodoh, menyembah berhala, makan bangkai dan menikmati kesenangan seksual. Kami mengolok-olok tetangga kami, seorang saudara menindas saudaranya, dan yang kuat melahap yang lemah.

Saat itu seorang pria bangkit di antara mereka, dikenal mulia dan jujur. Orang itu memanggil mereka untuk masuk Islam. Dan dia mengajari meeka untuk berhenti menyembah batu, berbicara jujur, menahan diri dari pertumpahan darah, dan tidak menipu anak yatim dari harta benda mereka. Dia mengajari mereka untuk memberikan kenyamanan kepada tetangga mereka dan tidak membawa fitnah terhadap wanita suci. Dia memerintahkan mereka untuk shalat, berpuasa dan bersedekah. Bangsa Arab lalu mengikutinya: meninggalkan kemusyrikan, penyembahan berhala, dan menahan diri dari semua perbuatan jahat. Karena cara baru itulah mereka menjadi memaksa diri untuk kembali dari kehidupan yang salah arah”.

Generasi itu, pada gilirannya, membawa pesan itu ke seluruh dunia. Mereka jelas merupakan umat yang dibawa dari kegelapan menuju terang dan ke jalan Tuhan yang lurus. Ketika ditanya oleh Kaisar Persia apa yang membawa umat Islam ke tanah mereka, dua sahabat yang berbeda menjawab dengan istilah yang sama, “Tuhan telah mengutus mereka untuk mengambil sikap dari penghambaan umat kepada manusia ke penghambaan kepada Allah, dan dari ketatnya dunia ini ke luas dunia, dan dari ketidakadilan hidup di dunia ini menuju keadilan Islam”.

Selama masa hidup Nabi, orang dapat melihat bagaimana orang-orang ini berubah menjadi generasi yang shalih, takut kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya. Bahkan ketika mereka, sebagai manusia, terpeleset dan melakukan dosa, mereka dengan penuh semangat bertobat dan berbalik kepada Allah untuk pengampunan-Nya. Mereka lebih suka menghadapi hukuman berat dalam hidup ini, seperti kematian, daripada menghadapi Tuhan dengan dosa di tangan mereka. Perubahan ini sejalan dengan firman Allah,

وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا

اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا

لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ

وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Artinya:

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui (QS. Ali ‘Imran, ayat 135).

Hal ini dapat dilihat dalam kasus Maiz ibn Malik al-Aslami dan wanita bernama al-Ghaamidiyah. Keduanya datang kepada Nabi untuk mengakui bahwa mereka telah melakukan perzinahan dan masing-masing meminta kepada Nabi untuk pembalasan duniawi untuk menghapus dosa-dosa mereka. Dalam kasus al-Ghaamidiyah ini, Nabi memintanya untuk kembali setelah pengakuannya dan kembali kepada Nabi setelah ia melahirkan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *