Disway: Pleno Vital

Pleno Vital
Perusuh Disway saat melakukan pleno di pelataran Candi Prambanan.--
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Agenda pleno berikutnya: emas 6 ton. “Sampai seri ke 4 tulisan Disway belum berhasil mengonstruksikan kejadian sebenarnya,” gugat seorang perusuh bernama Kuswandi.

Itu benar sekali.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saya harus mengakui belum bisa merekonstruksikan seluruh potongan-potongan peristiwa. Dan itu utang saya. Peristiwa besar ini lepas dari liputan serius media.

Saya pun baru tahu belakangan. Ibarat orang ketinggalan kereta saya harus mengejar. Caranya: buka-buka arsip media apa saja.

Saya tidak mendapatkan gambaran utuh sama sekali. Saya hanya dapat potongan-potongan kecil sekali. Hanya serpihan. Belum ada keterangan dari sumber primer.

Saya pun masih sebatas menyajikan potongan-potongan. Angkanya pun kadang salah: soal 1,1 ton yang saya tulis hanya 152 kg. Hanya potongannya lebih besar. Dari beberapa sumber primer.

Sampai seri 5 sebenarnya saya sudah bisa ambil kesimpulan sementara: peristiwa ini mengarah ke skema ponzi. Tapi belum terungkap siapa sutradara dan pelaku utama ponzi itu.

Apakah pleno pertama tidak membahas dukungan calon presiden?

Ada. Sifatnya pancingan. Tapi saya sendiri sudah biasa memancing. Kali ini tidak terpancing. Aman. Disway bisa tetap netral.

Banyak agenda lain dibahas di pleno pertama. Tapi mereka tidak boleh telat tidur. Keesokan harinya harus bangun sebelum subuh. Padahal ada yang datang dari kota sejauh Padang Sidempuan, Palembang, dan Kupang.

Acara pagi harinya adalah rutin: senam satu jam penuh. Nonstop. Sabtu pagi adalah ulang tahun ke-7 senam kami. Inilah senam jenis medium impact.

Saya tidak akan kuat zumba atau aerobik. Itu high impact. Tapi saya juga merasa tidak cukup kalau hanya jalan kaki atau senam biasa. Itu terlalu low impact.

Saya setuju dengan pernyataan ini: musuh utama orang tua adalah kaki. Maka masa otot tidak boleh terus berkurang –mengikuti pertambahan umur.

Masa otot harus dipertahankan. Kalau bisa ditambah. Dan itu tidak cukup dengan olahraga yang sifatnya low impact. Tapi saya juga setuju: berolahraga low impact lebih baik daripada tidak berolahraga.

Maka di Prambanan kemarin lagu berbagai corak mengiringi senam kami. Kata senam sebenarnya sudah tidak cocok. Maka kami akan usul: kata senam diganti sport dance.

Singkatannya tetap SDI.

Mungkin akan berlaku setelah Pemilu berlalu, dan setelah jelas siapa presiden terpilihnya. Rasanya ingin sekali Pemilu ini cepat berlalu.

Para Perusuh Disway mengikuti sport dance atau Senam Dahlan Iskan (SDI).–

Selesai sport dance acara dibagi dua. Perusuh Disway memisahkan diri dari peserta senam. Perusuh masih punya satu agenda lagi: pleno kedua. Di bawah pohon.

Sebenarnya sudah disiapkan tenda. Tapi begitu banyak pohon besar nan rindang ke lokasi Prambanan ini. Dan lagi Inneke telah membeli tikar. Banyak sekali. Maka pleno kedua pun dilakukan sambil lesehan di atas tikar.

Tikarnya sendiri dihampar di bawah pohon besar. Pohon asam Jawa. Rindang. Teduh. Damai. Apalagi angin sumilir berembus pelan. Luar biasa. Nyaman banar. Suasana itu sebenarnya tidak cocok untuk pleno yang menguras pikiran.

Apalagi baru saja makan.

Lelah. Minum. Makan. Tikar. Di bawah pohon rindang. Tinggal satu sayangnya: tidak ada bantal.

Maka inilah pleno yang menantang: berpikir sambil mengantuk. Rupanya berpikir bisa membunuh kantuk. Buktinya, agenda serius dibahas dengan antusias.

Agenda itu datang dari perusuh sendiri: apa yang mereka hadapi. Atau apa yang dihadapi masyarakat sekitar mereka.

Maka kami bahas tiga agenda utama: pendidikan, pertanian, dan penyediaan pupuk. Soal keperkasaan tidak diusulkan dibahas lagi.

Lalu siapa juara kedua dan ketiganya? Yang pialanya akan diserahkan di muktamar ke-3 perusuh tahun depan di Cianjur atau Sukabumi?

Saya pilih Pak Johannes Kitono dan Pak Novrianto Indra Huseni.

Pak JK mampu memberikan pencerahan yang sangat terang di banyak hal: emas, pupuk, saraf, pendidikan.

Novri bisa bercerita detail tentang problem petani dan penduduk desa. Novri memang perangkat desa. Di Blitar. Ia adalah perangkat desa yang bukan biasa-biasa saja.

Matahari kian tinggi. Angin bertiup kian sejuk. Satu perusuh wanita mulai tewas di tikar. Tapi odong-odong sudah menanti: harus kembali ke hotel. Harus pulang ke daerah masing-masing.

Candi Prambanan nan indah pun mulai dipenuhi pengunjung. Stupa di puncaknya seperti tersenyum melambaikan selamat jalan. (Dahlan Iskan)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *