Kultum 320: Hukum Berkhalwat

Hukum Berkhalwat
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Berkhalwat adalah menyendiri berdua dengan pria atau wanita asing. Kata asing di sini berarti bahwa si pria atau wanita tersebut adalah bukan mahramnya. Di dalam Islam, hal demikian haram untuk dilakukan, dan merupakan suatu bentuk kemungkaran yang sangat berbahaya.

Orangtua tidak cukup hanya dengan memahami hal ini, tapi juga perlu melihat banyak sekali bahaya dari meremehkan hal ini. Lihat saja, kita juga sering mendengar, membaca, ataupun menonton di TV berbagai keharaman lanjutan yang diakibatkannya. Keharaman itu sering berupa tindak kriminalitas seperti perzinaan, pemerkosaan, dan hal-hal yang lain yang juga merupakan akibat selanjutnya dari berkhalwat ini.

Salah satu bentuk berkhalwat yang merupakan ‘petaka’ ini adalah tindakan seorang wanita (istri) yang ‘bersedia’ menerima dan menyambut tamu laki-laki suaminya. Hal demikian ini sudah terlarang, meskipun tamu laki-laki itu kerabat suaminya. Pertemuan demikian bisa berlanjut dengan duduk-duduk bersama, berbicara lemah lembut, dan bahkan bersenda gurau dengan terlalu akrab.

Seorang ulama bernama Syaikh Ash-Shabbagh mengatakan, “Berkhalwat seperti ini jelas dilarang dan diharamkan secara syar’i. Kita tidak boleh menyepelekan masalah seperti ini dengan alasan percaya dengan teman laki-laki atau istri. Dampaknya jelas tidak terpuji. Tidak mungkin ada orang yang rela atau setuju dengan tindakan seperti ini kecuali orang yang telah sakit jiwanya, kehilangan rasa cemburu, serta kehilangan harga diri atau kehormatan. Hal yang semisal, namun lebih berbahaya lagi, adalah seorang wanita melakukan safar sendirian, hanya dengan sopir atau pembantu laki-laki. Demikian juga jika wanita pergi ke dokter seorang diri tanpa ditemani mahramnya sehingga akan terjadi khalwat yang berbahaya”.

Syaikh Ash-Shabbagh juga mengatakan, “Bagaimana seorang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala dan tahu (memahami hukum-hukum) kepada-Nya itu bisa rela jika istrinya atau anak perempuannya itu berkhalwat dengan laki-laki asing? Sesungguhnya Islam itu melarang tindak kriminal (dosa) serta mencegah sebab-sebab yang mengantarkan ke sana. Sebab, orang yang mengabaikan penyebab terjadinya sesuatu yang terlarang, dia akan terperosok ke dalam larangan. Barangsiapa menggembala di sekitar daerah larangan, niscaya akan mudah baginya untuk terjerumus ke dalamnya”.

Di dalam hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah melarang tindakan khalwat dengan wanita asing ini. Di dalam hadits yang shahih beliau bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّوَمَعَهاَذُو مَحْرَمٍ

Artinya:

Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut (HR. Bukhari & Muslim).

Di dalam riwayat yang lain beliau juga bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ باِمْرَأَةٍ

إِلاَّكاَنَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Artinya:

Ketahuilah bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah syetan (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim).

Berkhalwatnya seorang laki-laki dengan wanita asing secara itu secara bertahap akan menggiring pada perbuatan dosa dan pada kebinasaan. Bagaimana hal itu tidak terjadi sedangkan kesempatan untuk berbuat seperti itu bisa menjadi terbuka lebar? Khalwat itu akan membantu melapangkan insting (birahi) manusia untuk bangkit.

Bahkan seorang wanita yang sudah dilamar dan akan dinikahi pun tidak boleh berkhalwat dengan laki-laki yang sudah melamarnya. Tidak diragukan lagi hal seperti ini juga jelas diharamkan secara syar’i. sudah jelas bahwa laki-laki yang melamar itu belum menjadi suami baginya, sekalipun niat yang tertanam di hati mereka adalah hendak menikah. Hal itu karena dalam keadaan seperti ini, masing-masing masih berstatus sebagai “orang asing”.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *