Kultum 332: Dalam Qishash pun Ada Toleransi

Dalam Qishash pun Ada Toleransi
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Qishash berasal dari kata bahasa Arab dari yang berarti ‘mencari jejak seperti al-Qashash’. Sedangkan dalam istilah hukum Islam, Qishash berarti pelaku kejahatan dibalas seperti perbuatannya, membunuh maka dibalas dengan pembunuhan dan bila anggota tubuh maka dipotong juga anggota tubuhnya. Menurut Syaikh Prof.Dr. Shalih bin Fauzan hafizhahullah “al-Qishash adalah perbuatan (pembalasan) korban atau walinya terhadap pelaku kejahatan atau perbuatan pelaku tadi”.

Jadi kunci hukum Qishash adalah melakukan pembalasan yang sama atau serupa, seperti misalnya “hutang nyawa dibayar nyawa”. Qishash disyariatkan dalam al-Qur’an dan Sunnah serta ijma’. Di antara dalil dari al-Qur’an adalah firman Allah Azza wa Jalla,

يَا أَيُّهَا ​​الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ

فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ

وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ

شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ

ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ

اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَلَكُمْ فِي

الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih, dan dalam qishash itu ada (jaminan hidup) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa (QS. al-Baqarah, ayat 178 – 179).

Dalam dua ayat di atas, kita telah mempunya kata-kata kunci yang dengan mudah kita bisa memahami tentang (1) Apa Qishash itu, (2) Pelaku dan Korban, (3) Kemungkinan ‘ampunan / maaf’ dalam Qishash, (4) Denda / Diyat / Tebusan, dan (5) Batas-batas pelaksanaan Qishash. Dari 5 kata atau terminologi kunci tersebut, bisa dijelaskan tata cara pemberlakuan Qishash. Namun, perbedaan pemahaman muncul karena keragaman, dan perbedaan itu tak jarang menjadi penyebab adanyanya ketidakharmonisan.

Itulah sebabnya diperlukan sikap tenggang-rasa, saling menghargai dan saling menghormati, atau toleransi. Berbagai kepentingan antar kelompok, atau antar individu dalam masyarakat, atau dalam lingkup lainnya, sangat memerlukan sikap toleransi itu.

Tujuannya adalah untuk menghindarkan terjadinya diskriminasi, konflik, dan berbagai dampak buruk yang timbul karena perbedaan itu.

Dalam hal ini, toleransi tersebut didasarkan pada batas-batas yang digariskan. Dalam Islam, masalah muamalah dapat berhubungan dengan non muslim selama objek yang ditransaksikan dan akadnya dibolehkan dalam Islam. Artinya, ada toleransi yang dilarang, yaitu toleransi dalam masalah aqidah. Maksudnya, Muslim dilarang mempertukarkan aqidah, atau turut serta dalam peribadatan agama lain, atau mengikuti ajaran agama lain.

Sebaliknya, Islam memandang berdasarkan hukum sebagaimana yang telah tertuang dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 256, di mana Allah Subhanahu wataa’ala berfirman,

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ

قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ

Artinya:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas yang benar dari jalan yang sesat (QS. AL-Baqarah, ayat 256).

Di dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, telah ditunjukkan siapa diri Rasululullah itu “sebagai orang yang sangat toleran”. Sebagai contoh dalam Piagam Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam siap bekerjasama dengan orang-orang non Muslim, untuk saling melindungi kalau di serang musuh.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *