Kisah Gus Dur Kecil Yang Sangat Aktif, Pernah Diikat di Tiang Bendera Oleh Ayahnya

Gus Dur Kecil Yang Sangat Aktif
Gus Dur Kecil versi AI
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Waktu itu, Gusdur mengalami patah tulang serius sehingga tulang lengannya menonjol keluar. Dokter pertama yang merawatnya khawatir kemungkinan dia akan kehilangan tangannya.

Beruntung, karena kecekatan dokter, tangannya bisa disambung kembali.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Akan tetapi pengalaman ini hampir tak berpengaruh terhadap dirinya karena Gus Dur kecil tetap kurang berhati-hati dan selalu bertindak impulsif.

Perilaku Gus Dur yang bandel itu, kadang membuat Sang Ayah yang sangat sabar itu juga harus berlaku tegas.

Kadang-kadang, Dur kecil diikat dengan dengan tambang di tiang bendera di halaman depan sebagai hukuman buat leluconnya yang terlalu jauh atau sikapnya yang kurang sopan.

Saat sekolah di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gus Dur juga pernah tidak naik kelas, karena sering bolos.

Saat ditanya alasannya, mengaku tidak punya teman yang mengerti jalan pikirannya, sehingga malas sekolah, akhirnya bolos.

Tapi bolosnya tidak ke mana-mana, dan mudah dicari sebenarnya, yaitu di perpustakaan Jakarta. Kadang juga bermain bola, olahraga kegemarannya.

Alhasil Gus Dur tidak naik kelas. Oleh ibunya Gus Dur dipindahkan ke Krapyak Jogja, diasuh oleh KH Aly Makshum.

Tapi lagi-lagi, jiwa-jiwanya yang pemberontak tidak cocok dengan peraturan pesantren yang ketat. Gus Dur minta izin kepada ibunya untuk sekolah dan kos di luar pondok.

Pada akhirnya, dia kos di daerah Kauman, di lingkungan sekitar Keraton Yogyakarta.

Gus Dur remaja tinggal di rumah Haji Djunaid, seorang tokoh organisasi Islam Muhammadiyah.

Haji Djunaid merupakan sahabat dekat Wahid Hasyim, ayah Gus Dur saat nyantri di Tremas Pacitan. Benar saja, sejak kos di luar pondok itu, Gus Dur semakin giat belajar.

Tapi, di balik kenakalan dan kabandelannya, Gus Dur adalah sosok anak yang tumbuh sangat cerdas. Gus Dur kecil juga dikenal sebagai pecandu buku bacaan.

Beberapa kali Gus Dur ditegur oleh ibunya soal kebiasaannya membaca buku yang terlalu.

Nyai Solichah meminta putranya itu untuk mengurangi membaca agar matanya tidak sakit. Gus Dur saat itu baru berusia 10 tahun dan sudah membaca novel-novel dengan tingkat sastra tinggi.

Soal mata, tidak bisa dipungkiri, sejak kecil Gus Dur sudah mulai memakai kacamata, dan saat dewasa gangguan kesehatan matanya semakin memburuk.

Gus Dur memang maniak membaca. Dia benar-benar memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Sudah dilahap semua dan merasa kurang, ia kerap berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta.

Pada usia itu, dia sudah akrab dengan buku-buku serius, dari filsafat, cerita silat, sejarah, hingga sastra.

Kecerdasan, pikiran yang liar, dan kritis itulah yang membuat Gus Dur tumbuh menjadi pribadi yang penuh semangat dalam mendobrak tatanan.

Dalam Orde Baru, Gus Dur menjadi orang yang sangat ditakuti oleh rezim. Hingga berkali-kali terancam keselamatannya. ***

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *