Jika Prabowo Menjadi Presiden, Maka Gibran Akan Menjadi “Penguasa” Jakarta

Gibran Akan Menjadi “Penguasa” Jakarta
Gibran Akan Menjadi “Penguasa” Jakarta
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 “Masa depan bangsa Indonesia ada di Kalimantan. Oleh karena itu, Presiden Jokowi dan Koalisi Indonesia Maju memutuskan: menetapkan Ibu Kota Negara Nusantara ada di Kalimantan. Dengan IKN, dampak positif pembangunan akan dirasakan rakyat Kalimantan. Kita dukung IKN di Kalimantan.”

– Prabowo Subianto saat kampanye di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 20 Januari 2024

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.co.idJika Prabovo menjadi presiden, satu hal yang pasti Ia menaruh perhatian pada perkembangan IKN lebih lanjut. Sementara itu, persoalan “mantan ibu kota” Jakarta yang seharusnya menjadi kawasan metropolitan bersama daerah sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur), adalah persoalan RUU Khusus Wakilnya Gibran Rakabuming Raka. Wilayah Jakarta (RUU DKJ) saat ini sedang dibahas dalam DPR.

Pasal 1 RUU DKJ menjelaskan bahwa kota metropolitan adalah sejumlah kota dan kabupaten yang penyelenggaraan pemerintahannya terpadu sebagai pusat pembangunan perekonomian nasional pada tingkat global. Integrasi ini mencakup pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu dan bidang strategis lainnya.

Pasal 55 ayat 3 RUU DKJ berbunyi, “Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden.” Artinya, menurut pakar otonomi daerah Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, M.A., wakil presiden bakal mengendalikan Jakarta lewat Dewan Kawasan Aglomerasi.

“Itu posisi baru wapres sebagai pemimpin Dewan Kawasan Aglomerasi. Jadi, [bila Prabowo jadi presiden], maka Gibran yang pegang perekonomian nasional, sebab 17% pangsa perekonomian nasional itu di Jakarta,” ujar Djohermansyah yang menjabat Dirjen Otda Kemendagri periode 2010–2013 itu.

RUU DKJ, Penopang “Kekuasaan” Wapres di Jakarta Raya

Salah satu poin kontroversial pembahasan RUU Daerah Khusus (tanpa Ibu kota) Jakarta adalah Pasal 10 ayat 2 yang berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.”

Bila merujuk pada pasal tersebut, Gubernur Jakarta kelak tak lagi dipilih langsung oleh rakyat, tapi ditunjuk oleh Presiden. Namun, ini belum final, sebab RUU DKJ masih berupa rancangan yang belum disahkan menjadi Undang-Undang. Dan Presiden Jokowi telah menyatakan ketidaksetujuan atas poin tersebut.

“Presiden menyampaikan dengan tegas bahwa Gubernur DKI (Jakarta) dipilih oleh rakyat,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas usai rapat kabinet soal RUU DKJ di Istana Negara, Jumat (19/1).

Mondar-mandir isu perubahan mekanisme pemilihan Gubernur Jakarta mencuat setelah DPR menyetujui RUU DKJ sebagai usul inisiatif DPR pada rapat paripurna 5 Desember 2023. Persetujuan diberikan oleh 8 dari 9 fraksi di DPR, kecuali PKS yang menolak RUU DKJ—selaras dengan penolakannya atas UU IKN karena tidak menyetujui pemindahan ibu kota negara yang mereka yakini bakal membebani keuangan negara.

RUU DKJ disusun atas mandat dari UU IKN yang disahkan pada 2022. Pasal 41 ayat 2 UU IKN memerintahkan agar UU DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI harus diubah sesuai ketentuan UU IKN, paling lama dua tahun sejak UU IKN diundangkan 15 Februari 2022.

Dengan kata lain, UU IKN mencopot status Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang kini dipindah di IKN. Sementara RUU DKJ mengatur tentang kekhususan Jakarta setelah tidak menjadi Ibu Kota Negara. Berdasarkan mandat UU IKN, RUU DKJ ditargetkan sah menjadi UU pada 15 Februari 2024—kurang dari sebulan lagi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *