Menerka Ujung Polemik Hak Angket

Menerka Ujung Polemik Hak Angket
ilustrasi: Gulirkan Hak angket
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Rapuhnya gabungan dari dua koalisi tersebut disebabkan oleh postur politik saat ini; Koalisi Indonesia Maju sebagai pihak yang tegas menolak usulan hak angket memiliki tawaran yang jauh lebih menarik, yakni menjadi bagian dari kekuasaan dan pemenang Pilpres 2024 –setidaknya menurut hasil hitung cepat pelbagai lembaga survei.

Menerima tawaran kekuasaan artinya mengamankan kursi kabinet beserta turunannya untuk lima tahun ke depan. Ketimbang hak angket, bagi partai politik, tawaran kekuasaan jauh lebih menggoda. Apalagi, dalam sejarah perpolitikan negeri ini telah ada preseden pindah haluan dari koalisi penantang ke koalisi pemenang. Ditambah lagi, semua partai politik memiliki rekam jejak berkoalisi di tingkat nasional.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tanda-tanda ke arah sana telah tampak. Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, sudah memulainya dengan bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara beberapa waktu silam. Bukan hal yang mustahil jika Nasdem akan bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju. Terlebih lagi, Presiden Jokowi telah menyatakan kesediaannya untuk menjadi jembatan ‘politik’ untuk semuanya.

Demikian juga dengan partai politik yang lain. Magnet kekuasaan akan menariknya. PKB yang tidak memiliki rekam jejak oposisi, PKS yang telah ‘puasa’ kekuasaan selama 10 tahun terakhir dan PPP yang selama ini ‘bergantung’ pada kekuasaan memperkuat alasan untuk pindah haluan menjadi bagian dari pemenang dan kekuasaan.

Dua Ujung Hak Angket

Jika demikian, lalu bagaimana ujung dari hak angket? Ada dua kemungkinan. Ujung pertama, usulan hak angket sebagai instrumen PDIP untuk melakukan perlawanan politik dan mendelegitimasi secara politik atas pemerintahan Jokowi sebagai ‘ganjaran’ atas manuver dan perbuatan politiknya yang bertolak belakang dengan PDIP dalam Pilpres 2024.

Perlawanan dan delegitimasi secara politik dari PDIP, yang notabene penyokong utama pemerintahan Jokowi selama dua periode, akan memberikan dampak yang cukup destruktif pada masa akhir kepemimpinan Jokowi. Setidaknya memastikan Jokowi turun tahta dari kursi kepresidenan dengan tidak terlalu mulus.

Ujung kedua, usulan hak angket sebagai instrumen untuk menaikkan nilai tawar politik dari partai politik. Semacam menerapkan peribahasa Latin si vis pacem para bellum –berperang untuk damai. Hak angket menjadi ‘alat tukar’ politik untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan politik yang lebih besar seperti kursi menteri beserta turunannya dalam kabinet pemerintahan yang akan datang.

Inilah sebenarnya yang sedang diperankan oleh partai politik dalam barisan Koalisi Perubahan dengan memposisikan diri di tengah: tidak terlalu terdepan agar tidak masuk ke dalam ‘perangkap’ politik PDIP dan juga tidak terlalu ketinggalan isu agar ‘alat tukar’ politiknya bisa digunakan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar