Kultum 388: Salat Tarawih

Salat Tarawih
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id Salat tarawih adalah satu bentuk dari Salat nafilah (tathawwu’), yakni Salat sunat (sebagai tambahan). Kita disunnahkan mengerjakannya secara berjama’ah pada bulan Ramadan, dan ini adalah sunnah muakkadah.

Salat ini disebut tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama’ah duduk untuk istirahat. Kata tarawih adalah bentuk jama’ dari tarwihah, yang menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk pada bulan Ramadan setelah selesai dari empat raka’at disebut tarwihah. Dalam duduknya itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan qiyam Ramadan ini.

Bahkan para salafusshalih dulu ada yang bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri. Atas dasar inilah kemudian setiap empat raka’at ada istirahat yang disebut tarwihah, dan kemudian semuanya disebut tarawih secara majaz.

Adapun pelaksanaannya, Salat tarawih disyari’atkan secara berjama’ah berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Riwayatnya demikian, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar dan Salat di masjid, orang-orang pun ikut Salat bersamanya, dan mereka memperbincangkan Salat tersebut, hingga berkumpullah banyak orang, ketika beliau Salat, mereka-pun ikut Salat bersamanya, mereka meperbincangkan lagi, hingga bertambah banyaklah penghuni masjid pada malam ketiga, Rasulullah Shallalalhu ‘alaihi wasallam keluar dan Salat, ketika malam keempat masjid tidak mampu menampung jama’ah, hingga beliau hanya keluar untuk melakukan Salat Shubuh. Setelah selesai Salat beliau menghadap manusia dan bersyahadat kemudian bersabda,

أَمَّا بَعْدُ : فَإِنَّهُ لَمْ تَخْفِ عَلَيَّ

مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَ ضَ

عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوْا عَنْهَا

Artinya:

Amma ba’du, sesungguhnya aku mengetahui perbuatan kalian semalam, namun aku khawatir diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak mampu mengamalkannya (HR. Bukhari no. 220 dan Muslim no. 761).

Jadi, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kembali ke rahmatullah syari’at ini telah tetap. Artinya, Salat tarawih berjama’ah disyari’atkan karena kekhawatiran tersebut sudah hilang dan ‘illat telah hilang (juga). Menurut para ulama, sesungguhnya ‘illat itu berputar bersama ma’lulnya, adanya atau tidak adanya.

Adapun yang menghidupkan kembali sunnah ini adalah Khulafa’ur Rasyidin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman bin Abidin Al-Qoriy berkata, “Aku keluar bersama Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu suatu malam di bulan Ramadan ke masjid, ketika itu manusia berkelompok-kelompok. Ada yang Salat sendirian dan ada yang berjama’ah, maka Umar berkata, aku berpendapat kalau mereka dikumpulkan dalam satu imam, niscaya akan lebih baik”.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *