Kultum 391: Pembatal Puasa di Jaman Moderen

Pembatal Puasa di Jaman Moderen
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Di jaman yang modern ini ada beberapa hal yang mungkin tidak bisa kita hindari berkaitan dengan puasa Ramadan. Salah satu dari kejadian yang mungkin tidak bisa kita hindari itu adalah menerima transfusi darah. Tentu saja hal ini terjadi karena kita sedang dalam keadaan sakit.

Dalam proses menerima darah karena memang perlu penambahan darah karena sedang sakit, maka syariat memberikan keringanan bagi orang sakit untuk berbuka (tidak puasa) dan menggantinya pada hari yang lain. Allah Subahanhu wata’ala berfirman,

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ

مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ

اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ

طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا

فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ

لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya:

(Yaitu) beberapa hari tertentu, maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. Al-Baqarah, ayat 184).

Tentu saja dalam hal ini dengan asumsi bahwa sakitnya menurut pihak medis akan menyebabkan seseorang berat untuk berpuasa. Dalam kasus demikian, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hal ini.

Pendapat pertama (antara lain: asy-Syaikh bin Baz, Abdul Aziz Alu Syaikh, dan selainnya) mengatakan bahwa puasanya batal. Mereka beralasan bahwa darah yang ditranfusikan ke dalam tubuh si sakit diasumsikan sebagai nutrisi bagi tubuh. Jadi transfuse itu diqiaskan dengan makan dan minum yang memang membatalkan puasa.

Pendapat yang lain, seperti asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dari lembaga fatwa Mesir dan selainnya, memandang hal itu tidak membatalkan puasa. Mereka berfatwa bahwa transfusi darah demikian tidak membatalkan puasa karena darah tidak masuk melalui jalan makanan yang terbuka yang nampak secara inderawi.

Pendapat ini sejalan dengan para dokter yang mengatakan bahwa darah yang ditransfusikan itu bukan sebagai pengganti makanan. Jadi transfuse darah tidak bisa diqiaskan dengan makan dan minum.

Dalam hal demikian, ada pihak yang menyarankan lebih berhati-hati dengan keadaan orang yang menerima transfuse darah. Terlebih lagi, transfuse biasanya biasanya dilakukan karena sakit yang diderita. Sementara syariat memberikan keringanan sebagaimana yang telah disampaikan di atas.

Selain transfusi darah, para ulama juga berbeda pendapat terkait dengan penggunaan obat tetes mata. Obat tetes mata bagi orang yang berpuasa pada siang hari Ramadan, juga diperselisihkan oleh para ulama. Mereka juga berbeda terkait batal atau tidaknya puasa karena menggunakan obat-obat tetes tersebut.

Tentu saja yang terbaik adalah menghindari pemakaian obat tersebut sebisa mungkin, dengan menundanya setelah berbuka. Akan tetapi yang kita bahas adalah jika sangat dibutuhkan menggunakan obat tersebut, karena sakit yang diderita atau jika menunda penggunaannya akan bertambah parah sakitnya.

Obat tetes mata adalah cairan yang digunakan untuk berbagai kondisi mata, seperti mata merah dan setelah operasi mata. Tetes mata biasanya mengandung ‘saline’ sebagai bahan dasar. Tergantung pada tujuan penggunaannya, tetes mata juga dapat mengandung pelumas air mata buatan, atau zat anti-kemerahan, serta bahan obat-obatan.

Dari 4 mazhab fiqih yang kita kenal, mazhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa jika rasanya sampai ke tenggorokan, maka penggunaan obat tetes mata membatalkan puasa. Menurut mereka, bahwa mata adalah salah satu saluran yang tersambung dengan pencernaan.

Sementara dua mazhab lainnya yaitu Hanafi dan Syafi’i berpendapat bahwa penggunaan obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Pendapat yang kedua ini dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin dan Majma’ Fiqih al-Islamiy. Mereka beralasan bahwa penggunaan tetes mata itu sedikit, sehingga ini masuk kedalam kaedah yang sedikit itu dimaafkan.

Mereka juga beralasan tidak ada nash yang sharih (gamblang) yang menunjukkan bahwa sesuatu yang masuk lewat mata itu dapat membatalkan puasa. Jadi meraka menyarankan kembali ke hukum asalnya, yaitu tidak batal puasa.

Akan tetapi al-‘Alamah bin Baz rahimahullah memiliki fatwa yang bijak sebagai pengamalan kaedah “khuruj minal khilaf” (keluar dari perselisihan) dengan mengatakan, “Yang lebih berhati-hati adalah menggunakan tetes mata pada malam hari, dalam rangka keluar dari perselisihan. Adapun yang menggunakannya pada siang hari, maka puasanya tetap sah, namun jika ia mendapati rasa makanan di kerongkongannya, maka yang lebih berhati-hati ia menqodhonya pada hari yang lain, dalam rangka keluar dari perselisihan”.

Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat bagi kita semua, dan kalau sekiranya bisa bermanfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                    —ooOoo—

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *