Hajinews.co.id – Muhammadiyah telah menempuh perjalanan panjang dakwah kultural. Dakwah kultural merupakan dokumen resmi organisasi “Muhammadiyah”, yang patut dicermati sejauh mana konsep tersebut digunakan dalam kondisi saat ini.
Ketua PP Muhammadiyah Syafiq A Mughni mengatakan, untuk menentukan strategi dan metode dakwah, perlu ditekankan transformasi sebagai tujuan dakwah. Penting baginya agar masyarakat selalu berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lebih baik.
“Masyarakat tidak bisa kita judge bahwa ini adalah model masyarakat islami. Sebuah masyarakat islami itu bukanlah sesuatu yang statis, bisa jadi suatu saat akan berubah. Ada masa menjauh dari nilai keislaman, ada masa lebih dekat dengan nilai Islam karena masyarakat Islam yang sebenar-benarnya mengambil banyak dimensi,” ungkap Syafiq, Sabtu (23/3).
Kondisi yang terus berubah itu, dinilai Syafiq tidak bisa dibiarkan terjadi secara natural dan alamiah, melainkan perlu direkayasa dalam rangka menuju keadaan yang ideal. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Muhammadiyah terkait dakwah kultural.
Pertama, pesan dakwah yang tidak hanya berkutat pada persoalan surga dan neraka. Kedua, menetapkan metode dengan memanfaatkan seluruh potensi manusia misalnya seni. Ketiga, sasaran dakwah yang perlu diperluas.
Syafiq berpesan agar dakwah kultural Muhammadiyah tidak hanya berputar di masjid dan lingkungan Muhammadiyah saja, tetapi harus diperluas ke sektor lain.
Sementara, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mun Murod, berpendapat bahwa Muhammadiyah memerlukan sekoci-sekoci kultural. Sehingga penyebaran dakwah bisa lebih maksimal.
“Selain kerja struktural, perlu ada kerja kultural. Dalam konteks ini buat semacam sekoci-sekoci kultural di Muhammadiyah. Dulu, orang yang sama sekali bukan Muhammadiyah bisa merasa menjadi bagian dari Muhammadiyah. Maka strategi dakwah kultural perlu dilakukan secara masif,” ungkap Ma’mun.
Ia membagikan pengalamannya ketika mengagumi tim sepakbola asuhan Muhammadiyah yaitu PSHW yang kerap kali digandrungi oleh banyak penggemar kala itu. Ma’mun mengaku pada awal menyukai PSHW tidak mengetahui bahwa tim sepakbola itu adalah milik Muhammadiyah.
Sekoci-sekoci itu yang dimaksud Ma’mun perlu diperluas dan diperbanyak. Keberhasilan Muhammadiyah dalam perkembangannya hingga ke seluruh pelosok Indonesia dihasilkan dari watak kultural.
“Watak kultural sesungguhnya melekat pada Muhammadiyah sejak kelahirannya. Sebagaimana yang dikatakan Ketua Umum saat pengkajian di Yogyakarta bahwa perkembangan Muhammadiyah relatif merata hingga keluar Pulau Jawa. Ini tidak mungkin, perkembangan yang begitu cepat dilakukan dengan cara rigid dan kaku,” pungkasnya.
Sumber: jawapos
2 Komentar