Kultum 407: Berpisah dan Merindukan Ramadan

Berpisah dan Merindukan Ramadan
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Ketika Ramadan benar-benar akan berakhir, para sahabat banyak yang merasa sedih dan gundah gulana. Mereka tahu dan paham bahwa Allah Subhanahu wata’ala berfirman, إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ  Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa” (Qs. Al-Ma-idah, ayat 27). Jadi sebagaimana yang dikatakan sahabta bernama Ibnu Diinar, “Tidak diterimanya amalan lebih ku khawatirkan daripada banyak beramal”.

Sedangkan Abdul Aziz bin Abi Rowwad mengatakan, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak”. Atas dasar itu sebagian ulama sampai-sampai mengatakan, “Para salaf biasa memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadan. Kemudian enam bulan sisanya, mereka memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima”.

Sementara itu, ‘Umar bin ‘Abdul Aziz ketika berkhutbah pada Hari Raya Iedul Fithri, mengatakan, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Iedul Fithri”. Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan”. Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak”.

Demikian itulah kekhawatiran para salaf. Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima. Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangat jauh dari amalan para salaf. Namun kita begitu “pede” dan yakin dengan diterimanya amalan kita. Sungguh, teramatlah jauh kita dibanding dengan mereka.

Setelah kita dapati bahwa bulan Ramadan ini penuh dengan pengampunan dosa dari Allah, dan banyak yang menyangka bahwa dirinya kembali suci seperti bayi yang baru lahir selepas bulan Ramadan. Padahal kesehariannya di bulan Ramadan tidak lepas dari melakukan dosa-dosa. Sebagaimana yang telah jelas bahwa dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan amalan puasa; shalat malam; dan menghidupkan malam lailatul qadar.

Namun mari kita perhatikan beberapa hal ini. Apakah puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat diterima, padahal orang yang meninggalkan shalat telah melakukan dosa kekafiran dan murtad. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا

الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ

الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya:

Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui (Qs. At Taubah, ayat 11).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar