Peluang dan Tantangan Diskualifikasi Prabowo-Gibran di MK

Diskualifikasi Prabowo-Gibran di MK
MK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idSidang perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) menarik perhatian publik.

Hal ini disebabkan banyak hal, antara lain adanya permintaan dalam permohonan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang meminta untuk mendiskualifikasi paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI Tahun 2024.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Usulan lainnya adalah melakukan pemungutan suara ulang pada Pilpres 2024 tanpa menyertakan calon nomor urut 02.

Melalui petitum tersebut terdapat perdebatan serius oleh tim Advokat paslon 01, paslon 03 dengan tim Advokat paslon 02, serta publik hingga sejumlah pakar hukum.

Setidaknya terdapat dua pandangan ahli hukum terkait peluang pendiskualifikasian paslon dalam sengketa Pilpres di MK.

Pendapat pertama, pendiskualifikasian paslon dalam sengketa Pilpres tidak dapat dilakukan, karena tidak terdapat aturan yang secara tegas mengatur pendiskualifikasian paslon dalam sengketa Pilpres. Pendapat tersebut seperti dinyatakan oleh Pakar Hukum Tata Negara Andi Asrun dan Margarito Kamis.

Pendapat kedua, pendiskualifikasian paslon dalam sengketa Pilpres dapat dilakukan oleh MK apabila terbukti terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan pemilu atau terdapat skandal etik dalam proses pencalonan. Pendapat ini seperti dikemukakan oleh Pakar Hukum Tata Negara Yance Arizona dan Titi Anggraini.

Perbedaan pandangan tersebut adalah lumrah dalam dunia akademis, tentu harus mempertanggungjawabkan alasan-alasan berdasarkan argumentasi kuat, baik secara normatif, teoritis dan sosiologis, bahkan filosofis.

Peluang

Dalam perspektif kajian ilmu hukum tata negara, terdapat optik hukum yang berbeda dalam melihat peristiwa hukum.

Optik hukum pertama adalah kajian peristiwa hukum apabila dilihat dari perspektif normatif hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan optik hukum kedua adalah kajian peristiwa hukum dengan mendasarkan pada perspektif hukum responsif.

Apabila dilihat dari optik hukum pertama, yaitu perspektif normatif, maka pendiskualifikasian paslon dalam sengketa Pilpres hampir tidak mungkin. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan tidak mengatur perihal pendiskualifikasian paslon dalam sengketa Pilpres.

Alasan normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan inilah yang dijadikan dasar oleh pakar ataupun praktisi hukum dalam memberikan pandangannya mengenai ketidakmungkinan bagi Hakim Konstitusi untuk mendiskualifikasi paslon melalui putusannya.

Apabila menggunakan analisis yuridis, maka tepat pula apa yang telah disampaikan Advokat pasangan 02 bahwa pendiskualifikasian paslon tidak mungkin dilakukan.

Selain itu, apabila merujuk pada putusan-putusan sengketa hasil Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019, MK tidak pernah memutus pendiskualifikasian calon dalam memutus sengketa hasil Pilpres.

Permintaan pemungutan suara ulang dengan atau tanpa mengikutsertakan Paslon nomor urut 02, jika menggunakan argumentasi normatif yuridis, maka tidak mungkin disetujui oleh MK.

MK tidak mungkin melampaui kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah membatasinya kewenangannya.

Kajian pada uraian di atas hanya mendasarkan kajian konteks peraturan perundang-undangan yang mengaturnya (statutory context). Pada penafsiran inilah hukum hanya dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau lebih dekat dengan kajian yuridis normatif yang pendekatannya lebih dekat dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach).

Kemudian apabila dilihat dari optik kajian kedua, yakni penafsiran hukum responsif, maka pendiskualifikasian paslon dalam sengketa Pilpres sangat mungkin dilakukan oleh Hakim Konstitusi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *