Terkait Gugatan Diskualifikasi Prabowo-Gibran di Mahkamah Konstitusi, Para Ahli Mencatat Pertimbangan Psikologis Publik

Gugatan Diskualifikasi Prabowo-Gibran
Gugatan Diskualifikasi Prabowo-Gibran di MK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idPeneliti senior Surabaya Survey Center (SSC), pengamat politik Surokim Abdussalam mengatakan, materi gugatan yang diajukan kubu 01 dan 03 ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan menuntut pemungutan suara ulang.

Menurut dia, gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tidak mempertimbangkan aspek psikologis dan bertentangan dengan logika mayoritas masyarakat yang memilih pada Pilpres 2024.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Memang kalau dilihat dari proses terlalu berlebihan, karena kan proses itu sudah dilakukan bersama tetapi kan tuntutan seperti itu tetap harus dihargai. Pendapat saya berlebihan, perlu juga mempertimbangkan tentang psikologis publik, karena kan memahami psikologi publik itu bagian dari esensi memahami hukum harus lebih cermat dan lebih masuk akal, mempertimbangkan psikologi publik,” ujar Surokim, Rabu (3/4).

Surokim menambahkan aspek psikologis publik atau kebatinan masyarakat yaitu baik saat musim kampanye maupun pasca pemilu masyarakat ingin kehidupan tetap berjalan damai, tidak terjadi kegaduhan dan tetap rukun.

Dia mengatakan tuntutan dari mereka tidak linear dengan keinginan publik yang besar tersebut.

“Situasi kebatinan masyarakat Indonesia saat ini, itu kan istilahnya menginginkan kedamaian, ketidakgaduhan situasi yang adem, jadi saya kira kalau ingin wise, bijak ya memperhatikan situasi kebatinan masyarakat Indonesia, itu menjadi penting,” jelasnya.

Selain itu, Surokim mengatakan gugatan dari 01 dan 03 juga dianggap berlawanan dengan logika mayoritas masyarakat.

Sebab Surokim meyakini, keputusan final MK selain berdasarkan bukti-bukti yang dibawa ke persidangan akan mempertimbangkan suasana kebatinan masyarakat juga logika publik.

“Saya kira pemahaman seperti itu akan kontraproduktif atau perlawanan dengan logika-logika publik, karena termasuk MK pun pasti akan juga mempertimbangkan situasi kebatinan masyarakat,” ucapnya.

Dikatakan Surokim, penyusunan tuntutan itu harus secara komprehensif, tidak hanya sekedar berdasarkan pasal-pasal saja, tetapi juga harus memahami konteks di lapangan masyarakat inginnya seperti apa.

Bagi Surokim, tidak bijak jika memaksakan kehendak untuk berkuasa tetapi tidak mendapat dukungan dari masyarakat.

“Jadi saya lebih fokus melihat situasi itu agar memperhatikan tuntutan itu memperhatikan situasi kebatinan masyarakat Indonesia. Situasi kebatinan itulah yang akan menjadi kekuatan tidak hanya sekedar tafsir pasal-pasal dan lain-lain karena kan konteks itu juga sebagai teks,” tuturnya.

Ditambah bukti-bukti yang sudah disampaikan oleh 01 dan 03 di persidangan atas tuduhan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM), Surokim menilai sulit bagi MK mengabulkan permintaan mereka.

“Memang agak sulit membuktikan TSM itu, saya kira bukti-bukti yang sudah disampaikan di pengadilan itu agak sulit dikabulkan ke arah TSM, itu sulit,” jelasnya.

Namun, Surokim meyakini MK akan memberikan keputusan terbaiknya untuk semua, baik pemohon, termohon maupun terkait demi memperbaiki demokrasi ke depan.

“Mahkamah Konstitusi pasti akan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang juga ya pasti akan ada misi untuk mengurangi supaya pemilu-pemilu ini yang bersih tidak banyak pelanggaran. Jadi feeling saya MK ingin juga kelihatan progresif di dalam keputusannya tetapi pasti tetap akan mempertimbangkan situasi kebatinan yang masyarakat yang berkembang saat ini,” urainya.

Sementara itu, Surokim juga memprediksi, MK berpeluang besar menolak gugatan, selain karena  aspek-aspek bukti teknis yang lemah, psikologis publik juga menghendaki hal tersebut.

“Jadi kalau ditanya tentang apakah dikabulkan atau tidak, saya kira keputusan MK itu nanti bayangan saya itu tadi jadi dia tetap akan memperhitungkan bagaimana meminimalisasi pelanggaran-pelanggaran sejenis dilakukan di masa yang akan datang, tetapi tetap memperhatikan situasi kebatinan masyarakat Indonesia. Jadi ya 60 banding 40 lah,” tukas Surokim.

Sumber: jawapos

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Psikologi publik yg mana Prof, saya orang awam saja melihat bhw pelanggaran berbagai aturan itu benar2 diperlihatkan secara telanjang oleh penyelenggara negara utk memenuhi nafsu berkuasanya. Kami akan sangat senang jika kemenangan Paslon terlaksana secara apa adanya bukan dg apa segalanya. Kami menginginkan pemimpin yg memiliki visi dan misi yg jelas utk kemajuan bgs, semua rakyat mgkn seperti itu. Dan mayoritas rakyat sudah memiliki pilihan berkenaan hal tsb, cuma suara yg berharga milik rakyat dicurangi. Kami tidak rela suara kami diubah2 semaunya, itu yg kami tidak mau. Tolonglah orang yg merasa dirinya pintar melihat scr objektif apa yg sedang terjadi di negara yg kita cintai ini. Jgn mengkhianati cita2 pendiri bgs ini, Krn diiming2 kenikmatan melupakan nilai perjuangan sebenarnya. Ingat Allah tidak tidur, kebenaran pasti dimenangkan oleh Allah SWT.