Pengkhianatan dan Kebesaran Jiwa

Pengkhianatan dan Kebesaran Jiwa
Jaka Budi Santosa
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



L’histoire se repete. Kisah serupa kiranya mendera Bu Mega lagi. Perasaan dikhianati terepetisi lantaran Jokowi yang dua kali dia usung menjadi Wali Kota Surakarta, sekali menjadi Gubernur Jakarta, dan dua kali menjadi presiden tetiba mbalelo.

Di Pilpres 2024, Jokowi bersimpang jalan dengan Megawati yang mengusung Ganjar. Kendati tidak blak-blakan, dia mendukung Prabowo yang didampingi putranya, Gibran. Sejarah pun bicara, dialah pemenangnya. Bu Mega terluka, luka yang bisa jadi perlu waktu lebih lama untuk menyembuhkannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Soal khianat-mengkhianati juga dialami Prabowo. Kisahnya bermula dari Perjanjian Batutulis, perjanjian yang disebut-sebut berisi kesepakatan antara Mega dan Prabowo terkait dengan jatah sebagai capres. Di Pilpres 2009, Prabowo bersedia menjadi cawapres dengan imbalan Mega harus mendukung Prabowo sebagai capres di Pilpres 2014.

Akan tetapi, janji tinggal janji. Perjanjian itu diingkari. Bukannya Prabowo, di Pilpres 2014, Mega malah mengusung Jokowi. Mega berganti peran, dari orang yang dikhianati menjadi yang mengkhianati, yang perbuatannya bertentangan dengan janji. Bahwa ada dalih Perjanjian Batutulis tidak berlaku karena pada Pemilu 2009 Megawati kalah, biarkan rakyat menilai betul-tidaknya.

Eloknya, Prabowo tidak merasa sakit hati. Hubungannya dengan Mega tetap baik-baik saja. Relasinya dengan Jokowi yang dia usung dan biayai saat berkontestasi di Pilgub Jakarta 2012, tapi berbalik menjadi lawan dua tahun kemudian, bahkan makin mesra.

Kendati bukan pendukung Prabowo di pilpres yang baru lewat, izinkan saya angkat topi kepadanya untuk soal yang satu ini. Tak mudah bagi siapa pun melupakan pengkhianatan. Tokoh hak asasi manusia Amerika Malcolm X bahkan bilang, ‘”Bagi saya, hal yang lebih buruk daripada kematian ialah pengkhianatan. Anda tahu, saya bisa memahami kematian, tetapi saya tidak bisa membayangkan pengkhianatan.”

Sakit hati karena dikhianati memang lumrah, sangat lumrah, manusiawi, amat manusiawi. Namun, sakitnya jangan berlama-lama. Secukupnya saja agar rakyat segera bisa menyaksikan para pemimpin mereka akur. Bukankah leluhur kita berwasiat bahwa rukun agawe santosa, crah agawe bubrah (rukun membuat kuat sentosa, bertengkar membuat rusak)?

Sumber: mediaindonesia

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *