Ustadz Adi Hidayat, Kompleksitas Tipologi Salafi, dan Halal Haram Musik

Halal Haram Musik
musik


banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Andri Rosadi, Ph.D.

Hajinews.co.id — Dalam seminar tentang sosiologi agama di Universitas Oslo tahun 2018, Mark Jurgenmayer, seorang sosiolog Amerika yang banyak meneliti tentang fundamentalisme agama menyatakan bahwa, sebenarnya agama bukanlah problem, tapi bisa menjadi problematik. Kapan agama bisa menjadi problematik? Tulisan berikut mencoba untuk mengulasnya dengan berkaca pada polemik pendapat Ustadz Adi Hidayat (UAH) tentang hukum musik dalam Islam.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam ceramahnya, UAH mengatakan bahwa hukum musik tidak berkaitan dengan faktor-faktor yang bersifat inheren. Dalam analogi yang sedehana, hukum musik sama dengan golok: jika digunakan untuk kebaikan, maka boleh; sebaliknya, jika digunakan untuk kejahatan, maka ia jadi terlarang. Dalam kacamata teori fungsionalisme, hukum tersebut lebih ditentukan oleh fungsi, manfaat dan mudharat. Dalam analogi yang berbeda, Ustadz Abdul Somad (UAS), dengan megutip pendapat hujjatul Islam Imam Ghazali, mengatakan bahwa hukum musik sama seperti kalam, pembicaraan. Jika pembicaraan itu baik, berarti boleh; sebaliknya, jika buruk, berarti terlarang.

Hukum musik, dalam konteks di atas bersifat relasional, tergantung pada fungsi dan manfaat, tidak melekat pada alat. Pada sisi lain, ada sekelompok kaum Muslim yang berpandangan berbeda: bahwa hukum musik melekat pada alatnya. Artinya: apapun jenis alat musiknya dianggap sebagai sesuatu yang terlarang. Pendapat terakhir ini direpresentasikan oleh kalangan Salafi. Polemik tentang pendapat UAH di atas yang terekspos di media sosial, yang dimotori oleh kelompok Salafi, pada tataran tertentu, merefleksikan potensi konflik di kalangan internal Muslim yang dipicu oleh perbedaan pendapat keagamaan. Harus dicatat bahwa konflik keagamaan sering kali lebih ‘eksplosif’ karena adanya dimensi keyakinan yang sakral, fiks dan (dianggap) tidak bisa dikompromikan. Dalam tataran ini, penting untuk memahami mode of believing kelompok Salafi agar tidak terjebak pada klaim absolut yang menegasikan paham dan eksistensi kelompok lain.

Salafi: Definisi yang Ambigu

Dari sebaran informasi di medsos, dapat disimpulkan bahwa tokoh atau mereka yang mengecam UAH tergolong ke dalam kelompok Salafi. Pertanyaan lebih lanjut: Salafi faksi yang mana? Sulit untuk menemukan definisi tunggal Salafisme, yang mencakup seluruh aspek kelompok, karena adanya kompleksitas strategi, afiliasi politik, referensi kelompok, sentimen moral, agensi, dan perbedaaan tingkat interaksi mereka, dengan budaya lokal. Karena aktivisme politik mereka, Mneimneh (2011), misalnya, berpendapat bahwa Salafi secara keseluruhan dapat dianggap sebagai kelompok Islamis yang berupaya menempatkan Islam sebagai inti politik. Namun, lanjutnya, Salafisme secara ideologis lebih jelas dan dinamis dibandingkan kelompok Islam lainnya karena klaimnya atas kemurnian agama dan ketersediaan dana minyak yang disediakan oleh negara-negara Teluk, khususnya Arab Saudi.

Di sisi lain, Fradkin (2008) tidak membedakan antara Islamisme dan Salafisme, dan mengeklaim bahwa keduanya adalah sinonim. Definisi Salafisme di atas hanya didasarkan pada keterlibatan Salafi dalam politik, yang biasa disebut pendekatan keamanan-politik (Račius & Norvilaite 2014) tanpa memandang kesalehan pribadinya.

Berbeda dengan Mneimneh (2011), Fradkin (2008) dan Wiktorowicz (2006), yang fokus utamanya pada pendekatan keamanan, Ostebo (2011b) yang mempelajari Salafisme Ethiopia berfokus pada peran lembaga lokal Ethiopia dalam menyebarkan Salafisme. Menurutnya, gerakan reformasi Salafi “bukanlah sesuatu yang dipaksakan dari luar melalui aktor-aktor lokal, namun lebih merupakan gerakan yang tumbuh dari dalam yang diperkenalkan, dipelihara, dan diadopsi oleh beragam aktor lokal” (Østebø 2011a), termasuk para pedagang, pengkhotbah dan pelajar yang kembali dari Arab Saudi. Menurut Ostebo (2011a), meskipun Arab Saudi masih memainkan peran penting dalam menyebarkan Salafisme di Bale, Ethiopia, Salafisme semacam itu telah teradaptasi dalam lokalitas Ethiopia.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *