Kenapa Israel, Arab Saudi, dan Mesir Takut Dengan Gerakan Hamas?

Gerakan Hamas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idSeperti ditulis The Economist (19/12/92), Israel, Otoritas Palestina, Arab Saudi, dan Mesir kini sama-sama takut dengan kebangkitan fundamentalisme Islam. Mengapa?

“Islam verus Israel”. Ini adalah salah satu berita utama majalah The Economist, yang melaporkan pada tanggal 17 Desember 1993, pengusiran lebih dari 400 warga Palestina dari Hamas (Harakat al-Muqawama al-Islamiya, Gerakan Perlawanan Islam) oleh pemerintah Israel.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tel Aviv sebelumnya menangkap sekitar 1.200 anggota Hamas yang dituduh menculik dan membunuh lima tentara Israel. Tentara Israel terakhir yang diculik dan dieksekusi adalah Sersan Nisim Toledano. Setelah Tel Aviv menolak melepaskan Sheikh Ahmed Yassin (pendiri dan pemimpin spiritual Hamas), dia dieksekusi oleh milisi Qassam, sayap militer Hamas.

Peristiwa pendeportasian warga Palestina itu dengan segera mendapat liputan luas dari berbagai media massa internasional. Dan, secara tidak langsung, mengangkat kembali nama kelompok Hamas.

Bermula dari Ikhwanul Muslimin Dua gerakan Islam besar yang aktif di daerah-daerah pendudukan adalah Ikhwanul Muslimin dan Gerakan Jihad Islam (IJM, Islamic Jihad Movement), keduanya mendapat dukungan luas di Gaza.

Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, popularitas dan pengaruh gerakan Islam meningkat, baik di Gaza maupun Tepi Barat, sejalan dengan kecenderungan serupa di negara-negara Islam Timur Tengah, berkaitan dengan kemenangan revolusi Islam di Iran (lihat, Helena Cobban, ”The PLO and the Intifada’, The Middle East Journal, Spring 1990).

Ikhwan didirikan di Kairo pada 1928. Ketika pecah perang Arab-Israel 1948, banyak anggota Ikhwan bergabung dengan pasukan Arab. Sesudah perang usai, sebagian dari mereka tetap tinggal di Gaza dan membangun jaringan di kalangan penduduk lokal.

Yang menarik, sebagian warga Gazay yang direktur atau bekerjasama dengan Ikhwan, kemudian justru jadi pemimpin gerakan komunis lokal, dan sebagian lagi ikut membentu organisasi Al-Fatah yang nasionalis-sekuler (lihat bagan). Tapi sebagian besar masih tetap setia pada induk organisasi Ikhwan di Mesir, dan lebih memusatkan kegiatannya di bidang sosial dan pendidikan.

Berbagai publikasi terbitan Ikhwan secara konsisten menekankan bahwa seluruh wilayah Palsetina termasuk Israel kini merupakan tanah Islam (an Islamic Land), dan tak satu inci pun boleh diberikan apda kaum Yahudi. Bagi mereka hanya ada satu jalan untuk merebut kembali wilayah Palestina, yaitu jihad. Mereka juga menentang bentuk-bentuk sekuler nasionalisme Palestina.

Akhir 1970-an dan awal 1980-an terjadi sejumlah konflik (politik maupun fisik) antara Ikhwal dan kaum nasionalis-sekuler, termasuk dalam memperebutkan kursi lembaga-lembaga sosial dan kemahasiswaan di sejumlah universitas di Gaza.

Pada 1979, para pemimpin Fatah dikabarkan bertanggungjawab atas meningkatnya tentangan terhadap Ikhwan, dengan mendukung Gerakan Jihad Islam (IJM) yang memisahkan diri dari Ikhwan pertengahan 1960-an. Pemimpin IJM, Shaiykh Abdul Aziz, juga dosen di Universitas Islam Gaza, ditahan pada 15 November 1987 dan dideportasi ke Lebanon.

Kendati tak sejalan dengan Fatah, IJM masih bisa bekerjasama dengan kelompok nasionalis-sekuler itu, bahkan pertengahan IJM dan Ikhwan jauh lebih tajam. Ini misalnya nampak dari kesediaan IJM masuk dalam UNL (Unified National Leadership of the Uprising).

UNL yang dibentuk beberapa hari sesudah terjadinya intifada, terdiri dari: Fatah, PFLP (Popular Front or the Liberation of Palestine), DFLP (Democratic Front for the Liberation of Palestine), PCP (Palestine Communist Party) dan IJM. Tujuan utama pembentukan UNL untuk mengkoordinasikan intifada, yang berkobar sejak 9 Desember 1987.

Salah seorang pemimpin IJM di Gaza, Juli 1989, mengatakan bahwa antara uNL dan kelompoknya tak ada perbedaan dalam hal perlunya koordinasi untuk meneruskan intifada. Tetapi IJM, katanya, akan berjuan gmelawan PLO dengan cara-cara demokratis sesudah terbentuknya negara Palestina. Ia menggambarkan dua tujuan IJM.

Pertama, tujuan jangka pendek. Yaitu, mengeliminir pendudukan Israel dan mendirikan ”negara mini” Palestina di wilayah pendudukan. Karena itu IJM bisa bekerjasama dengan PLO dan PFLP yang ultranasionalis. Kedua, tujuan jangka panjang, mendirikan sebuah negara Islam di seluruh tanah Palestina (termasuk Israel sekarang).

sumber : Harian Republika

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *