Garuda Indonesia dan Nasib Si Anak Singkong

Pesawat Garuda Indonesia. (dok.)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Tjahja Gunawan 
(Penulis Wartawan Senior)
Belum lama ini Peter F Gontha menulis di akun Facebook-nya tentang maskapai penerbangan Garuda Indonesia, perusahaan BUMN yang selalu ditempa persoalan.  Peter F Gontha (PFG) antara lain menulis tentang penunjukkan dirinya kembali sebagai komisaris di perusahaan BUMN tersebut.
Dia juga menceritakan proses pembelian saham Garuda oleh  Chairul Tanjung, seorang pengusaha pribumi yang juga pemilik dan pimpinan CT Corp. PFG menjadi komisaris Garuda Indonesia mewakili kepentingan CT Corp bersama Chairal Tanjung (adik kandung CT) sebagai Wakil Komisaris Utama dan Doni Oskaria sebagai Wakil Dirut Garuda Indonesia.
Sebelum ditunjuk sebagai Dubes Polandia, PFG pernah menjadi komisaris Garuda Indonesia pada periode 2011-2014 atau sejak Chairul Tanjung membeli saham Garuda sebanyak 29 persen.
Pada tahun 2011, kebetulan saya sedang dalam proses menulis Buku Biografi “Chairul Tanjung Si Anak Singkong”.  Dalam suatu kesempatan, Pa CT pernah mememinta pertimbangan kepada saya, “Tjahya, perlu ngga soal Garuda ini dimasukkan dalam buku biografi ?,”
Waktu itu saya menjawab secara spontan dan singkat, “Ngga perlu pa !”. Mendengar jawaban saya, Pa CT diam dan setuju. Dia tidak menanyakan alasannya, saya pun tidak menanyakan alasan beliau membeli saham Garuda.
Dari pengalaman berinteraksi secara intensif dengan beliau terutama selama menulis Buku Anak Singkong, Pa CT selalu memiliki alasan dan latar belakang tertentu dalam setiap langkah bisnis maupun kegiatan sosial lainnya. Alhamdulillah, saya termasuk salah satu “outsider” yang bisa memahami filosofi hidup dan karakter Pa CT. Walaupun sebenarnya saya sudah kenal beliau sejak tahun 1997.
Beberapa prinsip bisnis yang dia pegang diantaranya, “Buy the future with the present value”. Membeli masa depan dengan harga sekarang. Pa CT berani mengeluarkan biaya besar sekarang untuk kepentingan bisnis dan investasi jangka panjang. Beliau berani berinvestasi membangun tempat hiburan yang terintegrasi dengan selera dan standar internasional seperti Transtudio Mall dan Transtudio Park di berbagai daerah di Tanah Air, karena dia yakin dalam jangka panjang akan menguntungkan.
Pertimbangan utama yang selalu dipegang Pa CT sebelum memutuskan untuk menjalankan bisnisnya adalah usaha yang akan dijalankannya itu belum pernah ada di Indonesia sehingga dia yang pertama yang memulainya.
Namun dengan kualitas yang terbaik. Dalam hal apapun, dia selalu mengutamakan kualitas, baik dalam produk maupun pelayanan termasuk ketika saya diminta menulis buku biografinya.
Meski dia pengusaha, Pa CT tidak selalu mendasarkan pada keuntungan material dalam menjalankan setiap roda bisnisnya. Dia termasuk salah satu pengusaha pribumi yang memiliki idealisme tinggi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dan maju. Oleh karena itu motto perusahaan Trans Corp adalah For Better Indonesia. Untuk Indonesia yang lebih baik.
Idealisme bisnis
Dalam berbagai kesempatan, Pa CT selalu mengatakan kepada saya, “Pengusaha seperti saya dalam menjalankan bisnis dan usaha itu tidak selalu harus untung. Dalam menjalankan usaha  juga harus dilandasi aspek idealisme”.
Selama proses penulisan buku biografi Anak Singkong dari tahun 2010-2012, setidaknya ada tiga langkah investasi besar yang dilakukan Pa CT. Pertama, akuisisi perusahaan retail dunia Carrefour Indonesia yang sekarang berganti nama menjadi Transmart. Kedua, akuisisi portal berita Detik.com. Ketiga, pembelian saham Garuda Indonesia.
Berbeda dengan pembelian Detik dan saham Garuda Indonesia, proses akuisisi saham Carrefour Indonesia sengaja dimasukkan dalam salah satu bab di dalam buku biografi Chairul Tanjung Si Anak Singkong.
Alasannya, akuisisi perusahaan retail tersebut bukan hanya didasarkan pertimbangan bisnis murni tetapi juga ada aspek idealismenya. Mengawinkan aspek bisnis dan idealisme merupakan kepiawaian tersendiri dari Pa CT.
Biasanya perusahaan lokal diakusisi oleh perusahaan asing. “Kali ini perusahaan asing dibeli oleh pengusaha nasional denga duit (pinjaman) asing,” demikian kata Chairul Tanjung ketika menjelaskan kepada para wartawan, para pemimpin media massa maupun para menteri yang diundang pada waktu itu.
Memang benar, dana yang digunakan untuk membeli Carrefour Indonesia yang berjumlah lebih dari Rp 6 triliun itu berasal konsorsium bank internasional yakni Credit Suisse, Citibank, GP Morgan dan ING. Tentu saja, lembaga keuangan internasional itu mau memberikan pinjaman karena mereka percaya kepada reputasi dan track record Chairul Tanjung.
Perusahaan retail seperti Carrefour bukan hanya mempekerjakan karyawan yang banyak, tetapi juga melibatkan banyak perusahaan menengah dan kecil yang menjadi mitra usaha maupun sebagai supplier.
Tidak setengah-setengah
Keinginan lain Pa CT dengan membeli saham Carrefour itu, berniat membantu pemerintah dalam soal logistik. Selama ini mahalnya barang-barang di dalam negeri antara lain karena panjangnya rantai distribusi. Sehingga dengan banyaknya jaringan gerai Transmart di berbagai daerah, bisa menekan harga produk-produk nasional.  Dengan begitu, misalnya, harga jeruk Pontianak bisa bersaing dengan jeruk impor dari China.
Dalam akuisisi perusahaan, Pa CT juga tidak pernah mau setengah-setengah. Dia selalu ingin menjadi pemegang saham mayoritas, menjadi pengendali dan pemilik penuh perusahaan. Buktinya, Carrefour yang semula dimiliki Pa CT sebanyak 40 persen pada tahun 2010, dua tahun kemudian sudah 100 persen dimiliki Trans Retail, salah satu anak perusahaan Trans Corp.
Saat ini industri retail memang menghadapi tantangan berat terutama setelah bermunculan banyaknya perusahaan online yang juga menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat melalui internet. Ini tentu menjadi tantangan bisnis tersendiri bagi Pa CT.
Kembali ke soal saham Garuda Indonesia. Pada waktu proses penulisan Buku Anak Singkong kebetulan saya juga masih aktif sebagai wartawan ekonomi dan bisnis. Ketika itu saya juga memiliki banyak informasi seputar rencana go public Garuda Indonesia. Waktu itu banyak analis dan investor yang menilai penatapan saham perdana Garuda terlalu tinggi.
Bahkan sebagian analis dari Singapura menilai saham perdana (IPO) Garuda Indonesia yang layak sesuai market berada di kisaran Rp 500-an per lembar saham.
Namun, Menteri BUMN waktu itu Mustafa Abubakar merasa yakin bahwa saham Garuda Indonesia akan banyak diminati dan dibeli masyarakat.
Dia berkaca pada keberhasilan Go Public PT Krakatau Steel, perusahaan BUMN yang bergerak dalam industri baja.
Akhirnya, pemerintah menetapkan harga penawaran perdana (initial public offering/IPO) Garuda Indonesia sebesar Rp 750 per saham.
Dengan harga sebesar itu, pemerintah waktu itu mengkalkulasi akan mendapatkan dana segar Rp 4,77 triliun dari penjualan 6,35 miliar saham perdana Garuda.
Namun ternyata perkiraan pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN meleset.
Harga IPO Garuda Indonesia terbilang cukup mahal. Pada harga Rp 750 per saham, rasio harga terhadap laba per saham alias price to earning ratio (PER) Garuda sudah mencapai 32,41 kali. Ini lebih tinggi dibandingkan PER industri yang hanya 32 kali. Selain itu, rasio utang terhadap ekuitas Garuda juga cukup tinggi, yaitu 3,52 kali.
IPO Garuda Gagal
Dengan kata lain, IPO saham PT Garuda Indonesia Tbk termasuk gagal. Faktor penyebab kegagalan itu saling berkaitan, yakni pemilihan waktu, strategi penawaran, dan pemilihan harga. Harga saham PT Garuda Indonesia Tbk ditutup melorot ke Rp 620 dari harga perdana Rp 750 atau turun sekitar 17,33 persen, tepat pada hari pertama pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI),  hari Jumat 11 Februari 2011.
Dari total saham yang ditawarkan 6,335 miliar saham, sebanyak 3,008 miliar saham atau setara dengan Rp 2,25 triliun di antaranya harus diserap oleh para penjamin pelaksana emisi (joint underwriters) yang notabene anak perusahaan BUMN, yakni PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas.
Akhirnya, pemerintah sendiri melalui anak perusahaan BUMN yang menjadi underwriter yang harus membeli saham Garuda. Dalam kapasitas sebagai wartawan, saya dan beberapa wartawan lainnya pernah diundang diskusi terbatas dengan direksi anak perusahaan BUMN yang menjadi penjamin emisi saham Garuda.
Mereka mengeluhkan tentang penetapan harga saham Garuda yang kemahalan. “Tapi kami kan perusahaan pelat merah. Kita menjalankan keputusan bisnis sesuai instruksi pemegang saham yakni pemerintah (Menteri BUMN). Tapi apakah pemerintah mau perusahaan BUMN merugi ? Kan enggak juga,” kata salah satu direksi anak perusahaan BUMN yang menjadi underwriter tersebut.
Yang jelas, beberapa bulan kemudian atau tepatnya 19 Oktober 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN  menggantikan Mustafa Abubakar. Alasan penggantian Menteri BUMN ini diduga  terkait dengan kegagalan IPO saham Garuda Indonesia.
Untuk menyelamatkan kinerja anak perusahaan BUMN yang menjadi underwriter Garuda tersebut, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta sejumlah pengusaha nasional agar mau menyelamatkan maskapai penerbangan nasional tersebut.
Kalau menurut cerita Pa CT kepada saya, bukan hanya dirinya yang diminta untuk membeli saham Garuda tapi juga ada dua pengusaha besar lainnya. “Tapi cuma proposal dari saya yang diterima. Mungkin saya menawar dengan harga paling tinggi,” kata Pa CT pada waktu itu.
Meski direksi dan komisaris PT Garuda Indonesia Tbk sudah dirombak tanggal 22 Januari 2020 lalu, namun saham perusahaan BUMN ini masih bergerak di zona merah. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis 23 Januari 2020, saham emiten berkode GIAA ditutup  pada harga Rp 424, melemah 16 poin atau turun 3,64 persen
dibandingkan pada penutupan perdagangan hari sebelumnya di posisi Rp 440 per saham.
Jadi bisa dibayangkan besarnya kerugian yang diderita Chairul Tanjung dari keputusan bisnisnya membeli saham Garuda Indonesia. Bagi pengusaha, mungkin sudah terbiasa rugi dalam menjalankan bisnis. Cuma dalam kasus Garuda Indonesia sebagaimana diungkapkan Peter F Gontha, CT bukan hanya menderita kerugian material tetapi juga terkena fitnah dari “Orang Tertentu”.
Tidak pernah tanggapi fitnah
Sepanjang yang saya pahami, Pa CT biasanya bersikap santai dan tidak pernah menggubris setiap gosip atau fitnah terhadap dirinya. Tapi mungkin orang-orang di sekitar CT Corp termasuk PFG yang tidak tahan dengan tuduhan dan fitnah dari pihak lain.
Dalam berbagai kesempatan selama saya menulis buku biografinya, Pa CT selalu mengatakan bahwa memiliki kawan seribu terlalu sedikit tapi mempunyai musuh satu orang terlalu banyak. Oleh karena itu, pengusaha yang lahir dari keluarga miskin ini memiliki banyak teman dan sahabat dari berbagai latar belakang. Tidak hanya berteman dengan para pengusaha, tetapi CT juga bersahabat dengan para politisi dari berbagai parpol dan sangat menghormati para tokoh masyarakat lainnya.
Ini saya saksikan sendiri dalam setiap kali acara buka puasa dan sholat tarawih  bersama maupun open house pada Hari Raya Idul Fitri di kediamannya di kawasan Menteng Jakarta, selalu dihadiri berbagai kalangan dengan latar belakang yang beragam. Namun Pa CT juga menyadari bahwa tidak mungkin mengharapkan  semua orang bisa menyukai dirinya. Apalagi dalam lingkungan  masyarakat yang masih diliputi sifat SMS (senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang).
Saya yakin Pa CT sudah mempertimbangkan berbagai “noise” tidak sedap ketika memutuskan membantu pemerintah untuk menyelematkan Garuda, perusahaan yang membawa bendera merah putih ke manca negara.
Kejadian seperti ini nyaris sama ketika Pa CT diminta untuk menjadi Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada tahun 2001.
Ketika itu dia dibujuk oleh para tokoh bulu tangkis agar mau memimpin PBSI. Sebelumnya Ketum PBSI selalu dipegang oleh kalangan militer, bahkan seorang jenderal yang masih aktif. Nah, pasca reformasi terdapat aspirasi agar organisasi olahraga tersebut dipimpin orang sipil. Pilihan jatuh kepada CT, dia termasuk salah satu pengusaha pribumi yang sukses.
Setelah terpilih melalui Munas, CT kemudian menerapkan manajemen profesional di PBSI. Ketika itu, saya pernah iseng kirim pesan melalui SMS. “Ngapain juga Pa CT masuk organisasi olahraga. Itu kan sama aja bapak masuk ke parpol. Akan habis energi Pa CT disana. Lebih baik fokus mengurus bisnis aja lah pa”.
Betul saja, beberapa tahun kemudian ada sementara orang yang tidak suka dengan gaya kepemimpinan dia yang terlalu tegas dan profesional. Sempat memunculkan pergunjingan dari orang-orang yang tidak terekrut dalam kepengurusan PBSI maupun berbagai ajang lomba. Juga sempat berembus isu miring mengenai dia. Padahal menurut para pengurus PBSI waktu itu, Pa CT sudah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan biaya untuk
kemajuan organisasi.
Bahkan ketika itu, CT berhasil membawa pulang kembali ke Tanah Air salah atlit nasional  Taufik Hidayat yang sempat hijrah ke Singapura bersama pelatihnya. Setelah itu, Taufik Hidayat berhasil meraih medali emas pada tunggal putra Asian Games tahun 2002 di Busan Korsel serta medali emas pada Olimpiade  2004.
Namun kemudian, CT digoyang dari kursi Ketua Umum PBSI oleh sejumlah orang-orang yang tidak puas. Apalagi pada waktu itu Indonesia gagal meriah Piala Thomas dan Uber di Jakarta bulan Mei 2004.
Meski begitu, Pa CT tidak merasa menyesal atau rugi telah ikut membina organisasi olahraga tersebut. Yang dia liat bukan kursi atau kepentingan dari orang-orang yang ada dalam kepengurusan PBSI, tapi dia berkesempatan untuk mengabdi melalui jalur organisasi PBSI untuk mengibarkaan bendera merah putih di berbagai pertandingan internasional.
Jadi kalaupun sekarang dalam kasus Garuda Indonesia, Pa CT difitnah dan digosipkan macem-macem, saya yakin dia tidak akan memberikan respon secara berlebihan. Tapi sebaliknya dia akan membuktikan kepada pemegang saham dan masyarakat luas, kinerja Garuda Indonesia yang terbaik antara lain dengan mengikis praktek korupsi di dalam perusahaan BUMN tersebut.
Mungkin tulisan ini sangat panjang sehingga lelah. Tapi ini perlu saya sampaikan agar masyarakat bisa memahami duduk perkara dan persoalan yang sesungguhnya.
Bisa jadi tulisan ini juga dianggap terlalu lebay, berlebihan karena lebih banyak menonjolkan sosok CT, tapi memang demikian adanya. Alhamdulillah, Allah SWT telah memberikan karunia kepada hambaNya ini.  Wallahu a’lam bhisawab.
Serpong, Jumat 24 Januari 2020
banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *