Buruh: Kalau Belum Meninggal Diminta Terus Kerja

Ilustrasi buruh pabrik garmen. (Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ketika pegawai kantoran di Jakarta mulai bekerja dari rumah akibat penyebaran virus corona (Covid-19), para kaum pekerja informal masih harus terus beraktivitas di pabrik, berkeliling kota membawa antaran, dan bertemu banyak orang setiap hari.

Sangat rentan terpapar virus corona karena tak bisa mengisolasi diri selama pandemi, kesehatan sebagian besar buruh garmen, kurir, dan pegawai restoran itu juga tidak ditanggung pemberi kerja. Pilihan banyak dari mereka kini terbatas antara bekerja keluar rumah demi tetap berpenghasilan atau mengkarantina diri dan menganggur di rumah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Linda, buruh di salah satu pabrik garmen berorientasi ekspor di Kawasan Berikat Nusantara Cakung, menyebut perusahaannya tak mengambil kebijakan untuk mengurangi risiko penularan virus corona.

Linda mengungkapkan, ia dan sekitar 900 buruh lain di pabriknya masih terus beraktivitas normal memproduksi 60 potong pakaian per 30 menit selama delapan jam di ruang kerja yang padat. “Kami tentu sangat khawatir dan ketakutan, apalagi kami kerja berdekatan, tidak ada jarak satu sama lain,” kata Linda seperti dikutip dari bbcindonesia, Selasa (24/3/2020).

Dia menjelaskan sudah dua hari ini ada pengecekan suhu tubuh setiap pagi. “Kami diberi masker, tapi itu kami sendiri yang buat menggunakan bahan sisa pabrik. Itu tidak menghilangkan kecemasan,” ujar Linda.

“Kami wajib bekerja semua. Selagi belum meninggal, ya harus bekerja. Kalau tidak masuk, upah kami tidak dibayar, kecuali ada surat keterangan sakit dari dokter,” lanjut Linda.

Linda menuturkan, ia dan para koleganya sudah mendorong perusahaannya melonggarkan aktivitas produksi selama pandemi virus corona. Namun kesepakatan urung terjalin.

Seperti ketika banjir Jakarta di awal tahun 2020, Linda khawatir libur yang didapatkannya justru harus ditebus dengan bekerja saat libur akhir pekan dan tanggal merah. “Saya ingin ada ketegasan pemerintah, jika kami diliburkan, kami jangan dibiarkan bernegoisasi sendiri tentang upah. Harusnya soal upah jangan berdasarkan kesepakatan perusahaan dan buruh,” ujarnya.

Serupa dengan Linda, Dede, salah satu kurir makanan cepat saji di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, mengaku cemas tetap beraktivitas di luar rumah. Meski begitu, ia lebih khawatir tak memberi nafkah keluarganya ketimbang tertular virus corona dari salah satu pelanggannya.

“Saya ada rasa takut, tapi kalau tidak masuk kerja, saya enggak digaji. Kurir digaji per jumlah antaran. Kalau antaran banyak, gaji lumayan besar, kalau sepi ya gaji kecil,” ujar Dede. “Jadi mau enggak mau saya tetap kerja, anak dan istri enggak makan kalau saya enggak kerja,” sambung dia.

Dede mengatakan, walau berisiko tertular virus corona dalam aktivitasnya dari rumah ke rumah pelanggan, perusahaannya tidak menanggung ongkos kesehatan.

Tak bersentuhan dengan pelanggan saat mengantarkan makanan adalah satu-satunya inisiatif yang disebut Dede bisa menjauhkan para kurir dari penyakit. “Sejak ada virus corona, walau kurir sakit, tetap tidak ada jaminan, harus kami tanggung sendiri risiko itu,” ungkap Dede.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menginstruksikan seluruh perusahaan untuk menerapkan aturan work from home (WFH) mulai Jumat (20/3/2020), melalui Surat Edaran Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta.

Empat bidang dikecualikan dalam surat itu, yaitu kesehatan, energi, jasa keuangan, dan pangan. Pemprov DKI meminta para pelaku usaha di empat bidang itu untuk melaporkan siasat pencegahan penyebaran virus corona di antara pekerja mereka.

Namun faktanya, di Jakarta, sejumlah perusahaan di luar empat bidang itu masih mengharuskan karyawannya untuk bekerja di kantor dan lapangan meski kondisi darurat Covid-19. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *