PP IPHI Tegas Menolak RUU Haluan Idiologi Pancasila

Ketum IPHI Ismed Hasan Putro. Foto: Ist
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) mengeluarkan pernyataan sikap tentang usulan inisiatif DPR RI mengenai Rancangan Undang-undang Haluan Idiologi Pancasila (RUU HIP).

Dalam surat pernyataan tertanggal 14 Juni 2020 yang ditandatangani Ketua Umum IPHI H Ismed Hasan Putro dan Sekretaris Jenderal IPHI HM Samidin Nashir, disampaikan beberapa poin penting, diantaranya;

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Yang pertama, IPHI menilai maksud RUU HIP seperti dicantumkan dalam pertimbangan RUU HIP adalah bahwa Pancasila sebagai dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara merupakan suatu haluan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.

Namun jika dasar filosofis dan idiologis itu kemudian diwujudkan dalam bentuk Undang-undang, maka IPHI berpendapat bahwa secara teori hukum akan mengurangi makna Pancasila itu sendiri. Hal ini terbukti benar bahwa dalam pasal-pasal RUU HIP telah mendistorsi dan mengurangi nilai-nilai luhur yang terkandung serta  makna Pancasila.

Yang kedua, Pancasila sudah dilepaskan dari nilai Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana makna Ketuhanan dalam pembukaan UUD 1945, karena dalam RUU HIP diganti dengan mental spiritual dan sangat bertentangan secara diametral dengan pesan mendasar dari Pembukaan Undang-undang dasar 1945.

”Bahkan dalam pasal 7  ayat (2), ada upaya memeras Pancasila menjadi Trisila atau tiga sila, yakni sosio-nasionalisme, sosio demokrasi serta ketuhanan yang berkebudayaan, seperti ide Nasakom (Nasionalis – Agama-Komunis) pada era Orde Lama. Selanjutnya makna Pancasila kemudian diperas lagi menjadi ’gotong royong’,” terang Ketum IPHI H Ismed Hasan Putro.

Kemudian yang ketiga, IPHI menilai memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni ’Gotong Royong’, adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

”Dengan demikian hal ini juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap keberadaan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945 sebagai Dasar Negara, sehingga bermakna pula sebagai pembubaran NKRI yang berdasarkan pada 5 Sila tersebut,” terang Ismed.

Poin keempat, RUU HIP dalam bagian konsideran (menimbang) tidak memuat Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

”RUU HIP hanya membuat bangsa Indonesia menjadi gaduh. Yang lebih kita butuhkan saat ini adalah penerjemahan Pancasila ke dalam ideologi kerja seperti UU Sistem Perekonomian Nasional yang merupakan penjelmaan Pancasila sebagai ideologi kerja daripada sekadar kelembagaan ideologisasi Pancasila,” tegas Ismed.

Poin terakhir, dari fakta-fakta tersebut di atas ini, IPHI khawatir RUU HIP bisa menjadi pintu masuk bangkitnya Komunisme setelah mendistorsi makna Pancasila yang sebenarnya, sebagai ideologi negara sekaligus kristalisasi nilai-nilai penuntun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan pertimbangan itulah, IPHI berpendapat bahwa RUU HIP secara nyata bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, dan apabila disahkan akan merusak dan mengacaukan aturan hukum bernegara.

”Oleh karena itu, kami menolak RUU HIP dan mendesak kepada Presiden untuk tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) mengenai pengiriman wakil pemerintah dalam pembahasan RUU HIP dan menolak membahasnya,” desak Ismed.

Selain itu, IPHI juga mendesak kepada DPR untuk mencabut RUU HIP dari daftar legislasi DPR. IPHI juga mengajak kepada semua ormas keagamaan, organisasi profesi, seluruh civitas akademika/perguruan tinggi, masyarakat madani (LSM), media massa, serta komunitas masyarakat lainnya untuk bersama-sama mengkritisi dan menolak keberadaan RUU HIP karena akan merugikan dan mengacaukan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

”Kami mengajak semua komponen masyarakat untuk bersatu dan tidak lengah terhadap segala upaya yang akan merongrong Pancasila oleh anasir-anasir Partai Komunis Indonesia dengan berbagai dalih. Ingatlah  sejarah kelam yang sangat memilukan, sadis dan terkutuk yang dilakukan oleh PKI pada tahun 1948 dan 1965,” tegas Ismed.

”IPHI mengimbau kepada seluruh komponen Bangsa terutama jajaran Legislatif (DPR), Excecutive (Pemerintah) dan Yudikatif untuk menyudahi perdebatan tentang Pancasila yang sudah final dan tidak perlu diperdebatkan untuk lebih fokus menegakkan nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari menjadi sesuatu yang nyata yang akhir-akhir ini dirasakan semakin jauh. Seperti nilai-nilai Moral dan Keagamaan, Keadilan, Kemakmuran yang bila tidak dikelola dengan baik akan dapat mengancam Persatuan,” tambah Ismed. (wh)

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *