Tafsir Quran Surat Shad Ayat: 1-11

Tafsir Quran Surat Shad
KH Didin Hafidhuddin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Tafsir Quran Surat Shad Ayat: 1-11

Oleh : KH Didin Hafidhuddin

Disarikan oleh Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

1. Alhamdulillahi rabbil alamin. Kita berjumpa kembali pada hari ini Ahad tanggal 28 Dzul Qa’dah, bertepatan dengan 18 Juli 2020. Mari kita mulai dengan membaca ummul kitab, sebelum masuk membaca mengawali Surat Shad Ayat 1-11. Terjemahannya adalah sebagai berikut: “Shad; demi Al-Qur’an yang mengandung peringatan; Tetapi orang-orang yang kafir (berada) dalam kesombongan dan permusuhan; Betapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri; Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, ‘Orang ini adalah tukan sihir yang banyak berdusta; Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan; Lalu pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata), ‘Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki; Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan, mengapa Al-Qur’an itu diturunkan kepada dia di antara kita?” Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Al-Qur’an-Ku, tetapi mereka belum merasakan azab(Ku). Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Mahaperkasa, Maha Pemberi? Atau apakah mereka mempunyai kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya? (Jika ada), maka biarlah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit). (Mereka itu) kelompok besar bala tentara yang berada di sana yang akan dikalahkan”.

2. Ada beberapa pelajaran penting dari Surat Shad ayat-ayat pertama ini yang dimulai dengan Huruf-huruf terputus, yang dimulai dengan keagungan Al-Quran. Huruf-huruf terputus begini hanya Allah SWT yang mengetahui maknanaya, tetapi umumnya dimaknai untuk menunjukkan kebesaran Al-Quran. Misalnya, Alim lam mim, yang disambung dengan pernyataan, “kitab ini yang tidak memiliki sedikit pun keraguan di dalamnya”. Pelajaran kedua dalam Tafsir Surat Shad ini adalah penjelasan mengapa orang kafir menolak kebenaran Al-Quran? Salah satunya karena kesombongan orang-orang kafir itu, yang ternyata telah tertanam dari beberbagai generasi. Kita mulai satu per satu. Pertama, Al-Quran adalah kitab yang mulia, yang menjadi tuntunan ummat manusia, yang akan mencapai kesuksesannya jika memahami Al-Quran dengan baik. Manusia akan sukses di dunia dan sukses hidup di akhirat, mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dan dijauhkan oleh Allah SWT dari azab neraka. Dalam sebuah kitan “At-Tibyani fii Ulumul Quran”, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Al-Quran sebagai kitab yang agung itu adalah:

  1. Al-Quran adalah peraturan atau undang-undang, suatu sistem kehidupan,
  2. Al-Quran adalah hidayah dari Allah SWT yang menciptakan,
  3. Al-Quran adalah syariat Allah bagi pada penduduk bumi,
  4. Al-Quran adalah cahaya dari Allah,
  5. Al-Quran adalah hidayah yang turun dari langit,
  6. Al-Quran adalah aturan-aturan yang bersifat umum, semua kehidupan manusia
  7. Al-Quran adalah kitab yang mulia.

3. Aturan kehidupan yang berasal dari Al-Quran bersifat abadi. Tidak ada satupun ketentuan Allah yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, nilai kehidupan manusia. Al-Quran adalah mujizat yang abadi, yang menjawab semua hal tentang kehidupan manusia, baik yang berkaitan dengan urusan dunia, maupun urusan akhirat. Apa yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dijelaskan secara gamblang dalam Al-Quran. Al-Quran adalah kitabun-kamilun, kitab yang sempurna, yang tidak ada cacatanya. Inilah dan nizhamun-syamilun atau panduan yang mencakup berbagai bidang kehidupan, baik tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, maupun hubungan manusia dengan manusia. Misal dalam aqidah, yang nenuntun kita untuk jauh dari sifat-sifat kemusyrikan, sifat menyekutukan Allah. Juga dalam hal ibadah, yang menjauhkan kita dari sifat-sifat kaum munafik, bermuka dua, lain di bibir, lain di hati, lain kepada si A, dan lain kepada si B. Demikian juga dalam bidang akhlaqul karimah. Pengertian akhlaq di sini jauh lebih luas dari pemahaman pendidikan karakter dan etika yang umum kita kenal. Akhlaq di sini adalah yang dilandasai aqidah dan ibadah, yang dibingkai oleh Al-Quran, yang dilandasi sifa-sifat keimanan kepada Allah SWT, yang abadi, bukan yang relatif, bukan berdasarkan suatu waktu saja. Esensi kehidupan adalah akhlaqul karimah, akhlaq yang mulia, di dalam keluarga, di dalam bermasyarakat, di dalam kepemimpinan, hubungan yang satu dengan yang lain. Misal juga, dalam bidang muamalah, dalam bidang siyasah (politik) sebagai bagian dari kehidupan manusia. Ummat islam tidak boleh buta politik. Ini bukan sekadar politik praktis yang transaksasional, yang berhubungan dengan materi atau kepentingan diri dan golongan kita atau tujuan-tujuan material, ini yang dilarang dalam agama. Tapi politik yang umum, mencari jalan atau cara untuk mencapai yang baik, itu yang dianggap sebagai siyasah. Para ulama dan para kyai tidak boleh buta politik. Para ustadz harus mengerti politik. Ulama itu adalah ahli atau memahami pada zamannya, masalah actual yang terjadi pada masanya atau besifat aktual.

4. Demikian juga dalam suatu kondisi damai dan perang, semuanya dijelaskan dalam Al-Quran. Dalam islam itu peperangan adalah untuk membela diri, jika diserang duluan oleh kaum kafir. Jadi, dalam hal ini, tidak benar bahwa islam itu disebarkan dengan peperangan. Perang adalah untuk bertahan, membela diri. Perang Badar adalah perang yang pertama, yang dipimpin oleh Rasulullah SWT, yang cukup besar, pun basisnya adalah bertahan, karena daerah Badar itu lebih dekat ke Madinah. Orang Musyrikin dan Kafir Quraisy yang berangkat dari Makkah, merangsek atau menyerang duluan sampai mendekati daerah Madinah. Demikian juga tentang Perang Uhud, Perang Ahzab dll juga untuk dimaksudkan untuk bertahan. Bukit Uhud dan Ahzab itu berada di sekitar Madinah. Semua peperangan dalam islam itu sifatnya defensif. Demikian juga waktu Futhul Makkah, itu pun dimaksudkan untuk membebaskan Kota Makkah. Pada tahun sebelumnya, ummat muslim dilarang melaksanakan ibadah haji, ibadah umrah, sehingga ummat muslim pada tahun berikutnya bertekad untuk membebaskan Kota Makkah dari belenggu Kafir Quraisy. Hal yang menarik adalah pada saat Futhul Makkah itu, kaum musyrikin dan kaum kafir Quraisy dibebaskan untuk hidup secara merdeka, menjalankan kehidupannya. Tidak ada paksaan masuk ke dalam islam, sampai mereka masuk islam secara suka rela. Dari situ kemudian banyak sekali Kaum Kafir Quraisy berbondong-bondong memeluk islam, hingga diabadikan dalam Surat An-Nashr, yang memerintahkan kita untuk bertasbih dan beristighfar setelah pertolongan Allah SWT datang memberikan kemenangan. Para ahli sejarah bahka mencatat tidak satupun darah manusia mengucur di sana, pada saat Futhul Makkah itu. Jangankan darah manusia, darah binatang pun tidak ada yang mengalir. Sekali lagi, tidak benar islam disebarkan dengan cara peperangan. Itu sebenarnya adalah pemutar-balikan fakta yang disebar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Islam adalah agama yang sangat moderat, agama yang sangat pengasih dan penyayang. Tidak hanya kasih sayang kepada manusia, tapi juga kepada binatang. Coba kita tengok, bagaimana ajaran islam dalam menyembelih binatang, apalagi sebentar lagi kita memasuki Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Qurban, pisau harus diasah setajam mungkin, agar tidak menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi hewan kurban. Inilah bukti kasih saya dalam islam, yang dijelaskan dalam Al-Quran.

5. Dalam hubungan internasional, tatacara kehidupan dengan bangsa lain, dalam kesetaraan dan kerbersamaan. Tidak ada suatu bangsa yang lebih tinggi statusnya dari bangsa lain. Rasulullah SAW mengajarkan persamaan hak, tidak ada diskriminasi dalam islam, dan telah membuat pernyataan universal yang sangat elegan 15 abad yang lalu. “Wahai sekalian manusia, Kalian semua berasal dari Adam. Adam itu berasal dari tanah. Tidaklah kulit putih lebih baik dari kulit hitam. Tidaklah Bangsa Arab lebih baik dari Bangsa Non-Arab. Kecuali ketaqwaaan kepada Allah SWT”. Tidak ada diskriminasi suatu bangsa. Tidak ada diskriminasi karena warna kulit, sebagaimana yang terjadi di beberapa negara di dunia. Orang mulia itu adalah yang paling taqwa. Bahkan kata-kata habib pun artinya jauh lebih universal. Orang yang bertaqwa itu adalah habibullah, kasih sayang Allah, kecintaan Allah. Walau pun dia seorang budak dari Kaum Habsyah (Ethiopia). Orang maksiyat adalah musuh Allah, walaupun dia seorang bangsawan dari Bani Hasyimiah dan Bani Quraisyiah (Bangsa Arab).

6. Dalam Al-Quran juga dibahas hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dalam sistem ekonomi. Silakan perhatikan ayat-ayat tentang perekonomian yang anti-riba. Riba itu disandingkan dengan zakat dan shadaqah. Riba itu bertambahnya harta, sementara zakat dan shadaqah adalah berkurangnya harta. Riba itu adalah jika uang berbunga atau bertambah 1 persen, bertambah 2 persen, bertambah 5 persen dan seterusnya. Sementara zakat dan shadaqah itu uang berkurang dari Rp 1 juta menjadi Rp 900 ribu, menjadi Rp 800 ribu dan seterusnya. Tapi, Allah menjelaskan manfaatnya secara gamblang. Perhatikan Quran Surat Al-Baqarah Ayat 276, yang artinya: “Allah menghancurkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa”. Ini benar-benar luar biasa, bagaimana suatu harta yang terlihat bertambah, tapi Allah binasakan. Harta itu akan dicabut keberkahannya. Sedangkan harta yang terlihat berkurang, tapi Allah tumbuh-suburkan. Mengapa sistem ekonomi sekarang banyak masalah dan menghasilkan ketimpangan pendapatan? Salah satunya karena basisnya adalah ribawi tadi, keberkahannya telah dicabut oleh Allah SWT. Allah mengembangkan shadaqah, meningkatkan keberkahan harta. Kembali kepada Al-Quran adalah solusi untuk mengatasi masalah kehidupan, apalagi dalam masa sekarang, sangat banyak masalah yang menimpa umat islam. Mari kita mendekat kepada Al-Quran. Tidak akan pernah merugi jika dekat dengan Al-Quran yaitu “Orang yang suka membaca Al-Quran, yang menegakkan shalat, yang menginfakkan sebagian hartanya, baik dalam keadaan sirr (secara diam-diam) maupun dalam keadaan zahr (secara terang-terangan), mereka mengharapkan urusan bisnis dan perdagangan yang tidak pernah merugi”.

7. Pelajaran kedua dari Tafsir Surat Shad ini adalah tentang kesombongan orang kafir. Walaupun Al-Quran telah sangat gamblang maknanya, mengapa banyak menentang? Ternyata karena faktor kesombongan yang dimiliki kaum kafir itu. Kesombongan menghambat turunnya hidayah. Al-Quran harus disikapi dengan keyakinan. Misalkan dalam Al-Quran Surat Al-A’raf Ayat 146: “Akan Aku palingkan dari tanda-tanda (kekuasaan-Ku) orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Kalaupun mereka melihat setiap tanda (kekuasaan-Ku) mereka tetap tidak akan beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak (akan) menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Yang demikian adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lengah terhadapnya”. Sekali lagi, sudah banyak sekali bukti-bukti sejarah bahwa kesombongan itu yang menghalangi turunnya hidayah dari Allah SWT. Jika seseorang tidak mau mendengar dan tidak mau berfikir, maka hidayah dari Al-Quran pun sulit masuk. Orang yang tidak mau mendengar, merasa sombong, tidak memperhatikan saran dan masukan, kritik konstruktif, hidayah dari Allah SWT akan sulit masuk. Orang yang tidak mau berfikir, maka kesesatan yang akan menimpanya. Mereka baru sadar nanti setelah ada di dalam neraka. Penyesalan selalu datang terlambat. Perhatikan Surat Al-Mulk Ayat 10: “Dan mereka berkata, ‘Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.’” Naudzu billah min dzalik. Penyebab terakhir dari inkarnya kaum kafir terhadap Al-Quran adalah karena tradisi dari nenek moyangnya, dalam hal cara menyembah kepada Tuhannya. Mereka mengatakan cukup tradisi dari bapak-bapak kami. Jadi, Al-Quran di sini tidak akan berfungsi sebagai “obat di dalam dada-dada mereka”.

8. Demikian ta’lim kita yang singkat ini. Sekarang kita ada di penghujung bulan Dzul-Qa’dah, sebentar lagi menghadapi bulan agung, bulan Dzul Hijjah. Walaupun kita sekarang tidak melaksankan haji, karena cobaan Pandemi Corona ini, mohon tidak menyesal, karena hal ini benar-benar ujian dari Allah SWT, kita tetap belajar manasik haji. Kita yang tidak berhaji, disunnahkan berpuasa. Jika mau berpuasa dari tanggal 1-9 bulan Dzul Hijjah, silakan. Atau mau ambil dua hari, tanggal 8 (Hari Tarwiyah) dan tanggal 9 (Hari Arafah). Kita dianjurkan untuk mengeluarkan kurban satu ekor kambing bagi satu orang atau satu ekor sapi bagi tujuh orang. Sangat besar pahalanya, tapi tetap mengikuti protokol kesehatan, mohon pelajari betul ketentuannya, jangan sampai menimbulkan ekses negatif. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang betaqwa. Mari kita tutup dengan doa kifarat majelis. Subhanallahumma wa bihamdika, Asyahadu an la ilaha illa anta, Astaghfiruka wa atubu ilaik. Silakan ditambahi dan disempurnakan, terutama yang mendengarkan langsung talim Ustadz KH Professor Didin Hafidhuddin tadi. Lebih-kurangnya mohon dimaafkan. Terima kasih, semoga bermanfaat, mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *