Tafsir Al-Quran Surat An-Nisa’ Ayat 97-100

Tafsir Al-Quran Surat An-Nisa’ Ayat 97-100
KH Didin Hafidhuddin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Tafsir Al-Quran Surat An-Nisa’ Ayat 97-100

Oleh : KH Didin Hafidhuddin

Disarikan oleh Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

1. Alhamdulillah, kita berjumpa lagi pada pengajian tafsir, pada tanggal 4 Muhharam ini kita membahas tema khusus hijrah, sesuai dengan awal tahun Kalender Hijriah. Kita awali dengan membaca Ummul Kitab bersama, dilanjutkan dengan Surat An-Nisa’ Ayat 97-100. Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzhalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, ‘Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah)’. Mereka (para malaikat) bertanya, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah), Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

2. Pelajaran pertama dari ayat 97-100 di atas adalah bahwa peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah adalah peristiwa yang monumental, amat bersejarah, peristiwa dakwah agama Allah, peristiwa kebangkitan ummat islam, dan juga merupakan peristiwa yang sangat mulia. Para sahabat harus meninggalkan keluarganya, meninggalkan harta-bendanya di Makkah, untuk melanjutkan berdakwan dan menegakkan agama Allah di Madinah. Dimensi sosial-ekonomi dari peristiwa hijrah ini juga sangat menarik untuk dijadikan pelajaran berharga. Misalnya, ada beberapa sahabat yang sebenarnya mampu berhijrah bersama Rasulullah SAW. Orangnya masih muda, badannya sehat dan kuat, tapi ternyata mereka lebih mementingkan harta dan keluarganya. Kita mereka kelak di Hari Akhir ditanya malaikat, mereka menjawab, “Kami adalah kaum yang diperlemah, tidak berdaya (mustad’afin). Bukankah Allah SWT telah berfirman bahwa, “Bumi Allah itu begitu luas”. Maka tempat kembali mereka atau orang seperti itu adalah neraka jahannam. Naudzu billah min dzalik. Intinya, apa pun alasannya, berdakhwa tidak boleh berhenti. Sekali lagi, siapa pun yang tidak mementingkan agama Allah dan Rasul-Nya, maka kehidupannya akan menemui beberapa kesulitan. Tapi, juga ada kelompok yang memang lemah alias tidak berdaya, kelompok wildan, wanita dan anak-anak dan orang-orang yang benar-benar lemah, yang tidak wajib ikut berhijrah. Mudah-mudahan mereka diampuni oleh Allah SWT, karena Allah SWT Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Kelompok terakhir adalah kaum atau orang-orang yang benar-benar ikut berhijrah karena Allah. Mereka mendapat pahala dan balasaanya yang sangat besar. Mereka akan memiliki kekuatan ekonomi yang dahsyat. Mereka mampu membangun suatu kehidupan masyarakat yang demikian mengagumkan. Peradaban islam dimulai dari Madinah, hingga disebut sebagai Madinatul Munawwarah. Kota yang menerangkan. Jika kita mengorbankan harta kita untuk berdakwah, kita tidak perlu risau dan lain-lain, karena Allah akan membalasnya yang lebih berlipat-lipat, “Muraghaman Katsiran”. Bahkan, jika mereka meninggal di tengah jalan dalam peristiwa hijrah, mereka telah dicatat pahalanya.

3. Kedua, hijrah didasarkan pada keimanan, bukan karena harta atau dunianya. Ingat Hadist Rasulullah SAW yang cukup terkenal, bahkan diletakkan pada Hadist Arbain yang pertama. “Hai manusia, sesungguhnya amal itu tergantung niyatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan. Barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dihitung karena Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya, atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sekadar mendapat apa yang diniatkan” (H.R. Bukhari). Perhatikan pula Surat Al-Baqarah Ayat 218: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan orang-orang yang berjihad atau memperjuangkan agama Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmah dan pertolongan Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Sebenarnya, setelah Fathul-Makkah, sudah tidak ada hijrah fisik lagi, tetapi lebih banyak berupa hijrah mental. Al-Baqarah 218. Satu lagi, Surat Al-Anfal Ayat 72. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. Dalam Surat Al-Anfal tadi, redaksinya menyebutkan “barangsiapa berjihad dengan harta dan jiawanya”, bahkan harta di sini didahulukan. Ummat islam diperintah bekerja keras, bergerak di muka bumi, berusaha di muka bumi, agar memperoleh harta dan rizki, sehingga mampu berjuang di jalan Allah. Mereka yang memiliki keleluasaan harga dapat menghidupi dan menyantuni anak yatim dan kurang mampu lainnya. Kelompok yang telah berjasa dalam proses hijrah ini adalah mereka yang memberikan tempat kepada Kaum Muhajirin, alias Kaum Anshar, yang juga akan mendapat pahala yang besar. Langkah pertama Rasulullah SAW waktu berhijrah adalah mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar, menjadi suatu persaudaraan yang seiman, bukan saudara sedarah, sebagaimana selama ini. Sekali lagi, mereka menjadi pemain dalam keadaan dakwah, bukan menjadi penonton.

4. Ketiga, aplikasi makna hijrah sekarang ini. Kita sekarang dengan kemampuan yang dimiliki, perlu memanfaatkan pengetahuan dan kemampuannya untuk berjuang di jalan Allah. Jabatan dapat dimanfaatkan bukan untuk kepentingan sendiri saja, tapi untuk perjuangan di jalan Allah. Masa jabatan itu hanya sebentar, maka kita dianjurkan untuk manfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya. Semangat dakwah, semangat berhijrah harus dibangun kembali, dari pasif menjadi pasif. Sekarang semakin banyak kelompok-kelompok hijrah atau hijarat dari kalangan kelas menengah. Misalnya, ada public figure atau artis yang kini berhijrah berjilbab. Awalnya, mereka khawatir rizkinya berkurang. Ternyata, Allah SWT bahkan menambahkan rizik yang berlipat, yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Bahkan berhijrah dari ekonomi konvensional ke ekonomi syariah, insya Allah akan lebih baik dan mampu mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Hijrah dari tidak berpihak menjadi berpihak kepada islam. Rugi rasanya jika tidak memanfaatkan kehidupan yang singkat ini untuk perjuangan islam, untuk perjuangan kita, perjuangan meningkatkan kemasalahatan ummat. Perhatikan Hadist Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa orang islam yang mampu menyelamatkan orang lain, adalah jika mampu menyelamatkan orang lain dari ucapan dan tindakannya. Jika berdekatan dengan orang islam seperti itu, maka orang muslim lainnya adalah merasa aman dan tenang. Kemudian, orang muslim yang paling baik akhlaq-nya adalah yang jujur dan amanah. Jujur dalam perkataan, jujur dalam tindakan dan perbuatan. Orang yang amanah itu akan menarik rizki, sementara orang yang khianat itu akan menarik pada kefakiran. Tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.

5. Keempat, seutama-utamanya orang yang berhijarah adalah orang yang meninggalkan atau menjauhi perbuatan dan apa-apa yang dilarang Allah SWT. Berhijrah dari orang kaya yang kikir menjadi orang yang kaya yang dermawan. Jika baik pada usia muda, maka bisanya akan baik pada masa tua. Jika buruk pada muda, maka akan buruk pada masa tua. Husnul Bidayah. Kebaikan itu dimulai dari masa muda. Jika dari muda sulit dan malas ngaji, biasanya juga akan sulit ngaji pada masa tua. Berhijrahlah untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk pada masa muda, dan meningkatkan kebiasaan-kebiasaan baik pada masa tua. Marilah kita berhijrah mengubah kecenderungan ini. Sekarang masih ada kesemapatan sisa umur yang sedikit ini, untuk menuju kehidupan yang diridhai Allah SWT. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga amal-ibadah kita, anak-anak dan keluarga kita untuk mampu berjhirah di jalan Allah dan tetap istiqamah memperjuangkan agama Allah. Demikian tafsir singkat Al-Quran Surat An-Nisa ayat 97-100. Mari kita tutup dengan do’a kifarat majelis. “Subhanaka Allahumma wa bihamdika. Asyhadu an-la ilaha illa anta, Astaghfiruka wa atubu ilaika”. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh para hadirin yang tadi sempat menyimkan Pengajian Tafsir Professor KH Didin Hafidhuddin. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *