Kisah Asma binti Abu Bakar Shiddiq, Perisai Rasulullah saat Hijrah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



HAJINEWS.ID – Situasi Kota Makkah tidak kondusif bagi umat muslim di dalamnya. Beragam siksaan dilancarkan oleh kaum kafir Quraisy kepada umat Islam agar mereka keluar dari agama tersebut alias murtad.

Perjanjian Aqabah II menyebutkan untuk mendirikan negara Islam di Kota Madinah sehingga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menganjurkan seluruh umat Islam di Makkah, melakukan hijrah ke Madinah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mereka yang berhijrah, melakukan banyak pengorbanan, meninggalkan harta benda, dicekam bahaya dengan risiko perampokan dan meninggal dalam perjalanan.

Meski hal ini terjadi, tekad umat Islam tidak luntur, mengingat bahwa kota Madinah memungkinkan mereka untuk menyatukan kekuatan sehingga menjadi ancaman bagi kaum kafir.

Hampir seluruh umat Islam di Kota Makkah, telah berangkat menuju Madinah, kecuali Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Nabi Muhammad dan beberapa orang yang tertangkap dan mendekam di penjara serta orang-orang lemah.

Perjanjian Aqabah II telah berlangsung selama dua bulan. Seperempat penduduk Makkah telah meninggalkan Makkah. Bahkan sebagian mereka yang sudah melarikan diri menuju Abyssinia, kembali untuk bergabung menuju Madinah.

Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Nabi Muhammad menyusun strategi untuk melakukan perjalanan ke Madinah. Pada suatu malam sekelompok orang merencanakan pembunuhan Nabi sebelum berangkat ke Madinah. Dalam perjalanan menuju Madinah, sekelompok penghianat berniat untuk membunuh Nabi Muhammad. Mereka berencana mengepung rumah Nabi di malam hari.

Malaikat Jibril kemudian datang kepada Nabi dan menyampaikan perihal rencana tersebut. Sehingga rencana sepenuhnya yang sudah dirancang oleh kaum kafir, sudah diketahui oleh Nabi Muhammad.

Rasulullah kemudian bergegas menuju rumah Abu Bakar, beliau memberitahukan bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkannya untuk segera melakukan perjalanan (Ibnu Sa’ad 227).

Pada saat Nabi datang, Abu Bakar sedang menyiapkan perbekalan dan sudah mempersiapkan dua bukit yang akan dituju. Dia memberitahu putrinya, Asma binti Abu Bakar bahwa mereka harus pergi. Kemudian Asma membantu menyiapkan perbekalan berupa makanan dan minuman ke dalam tas.

Ketika Asma pergi dengan membawa perbekalan, ia menyadari bahwa dia tidak membawa tali yang cukup untuk mengikat perbekalan selama perjalanan. Kemudian Abu Bakar memintanya untuk memotong tali yang lain dan membaginya menjadi dua. Kemudian digunakanlah tali tersebut untuk mengikat perbekalan selama perjalanan. Peristiwa ini membuat Asma dijuluki sebagai Dzatin An Nitaqayn atau perempuan yang bersabuk dua (Al-Dhahabi 523, Ibnu Hajar 230, Ibnu Hisyam 99).

Pada waktu itu, Asma merupakan seorang gadis berusia 27 tahun. Menyadari bahwa ia akan menghadapi perjalanan yang sulit, Ayahnya kemudian membawa perbekalannya sendiri sampai tidak menyisakan perbekalan untuk keluarganya.

Asma menyadari situasi yang dihadapi teramat berat. Dia meninggalkan beberapa keping dinar kepada adik bungsunya hingga tak menyisakan sekepingpun di tangannya. Dia akan menjadi orang pertama yang menghadapi kaum kafir apabila mereka menghalangi perjalanan Rasulullah.

Siapapun yang berada dalam sitausi tersebut, paati bertanya-tanya. Bagaimana mungkin ayahnya meninggalkan anak-anaknya dan tidak meninggalkan persediaan yang cukup bagi mereka.

Asma tidak menunjukkan sikap gentar dan khawatirnya. Bahkan sebaliknya, ia menunjukkan keteguhan iman dan keyakinannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kaum kafir Quraisy yang sudah bersiaga semalaman di depan rumah Rasulullah tidak menyadari bahwa Nabi telah meninggalkan rumah bersama Abu Bakar sebelum fajar tiba. Pada saat fajar, kaum kafir masuk ke dalam rumah Nabi. Pada saat hendak membunuh Nabi, mereka tidak melihat Nabi di ranjang tidurnya kecuali Ali Bin Abi Thalib. Kemudian mereka segera bergegas.

Abu Jahal sebagai tetua kaum kafir Quraisy, bergegas menuju rumah Abu Bakar. Dia mendapati Asma sedang berada di dalam rumah. Dengan tenangnya Asma menjawab bahwa ia tidak mengetahui di mana ayahnya saat ini.

Kemudian Abu Jahal memukul wajah Asma hingga telinganya berdarah (Al-Dhahabi 523). Perlakuan tersebut membuat Asma ketakutan, akan tetapi mengingat bahwa Nabi sedang melakukan hijrah, hal itu meneguhkan keimanannya.

Asma selalu mengantar makanan untuk Nabi dan ayahnya. Dia kerap kali pergi sendirian menuju gua persembunyian Nabi dan ayahnya. Rasulullah beserta Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari. Selama itu pula, Asma membuatkan jalan pintas untuk mereka sepanjang malam (Ibnu Hisyam 98).

Pada saat itu, Asma sedang dalam keadaan hamil. Namun ia tetap bertekad mengantarkan perbekalan setiap hari untuk Rasulullah dan ayahnya. Dia selalu waspada dan berjaga-jaga agar tidak ada yang melihat dan mengawasinya.

Hal ini merefleksikan bahwasanya Asma binti Abu Bakar merepukan sosok yang patut dicontoh karena keteguhan imannya dalam membantu perjuangan nabi dalam melakukan hijrah ke Madinah.

Asma berani mengambil risiko besar atas dirinya. Dia berkeyakinan bahwa peristiwa hijrah ini, akan menjadi perubahan besar bagi umat Islam dalam membangun peradaban manusia dan menciptakan sejarah peradaban Islam yang hebat di masa mendatang. (*)

 

 

sumber: muslim.okezone

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar