Tafsir Al-Quran Surat Shad Ayat 27-29

Tafsir Al-Quran Surat Shad Ayat 27-29
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Tafsir Al-Quran Surat Shad Ayat 27-29

Oleh :  KH Didin Hafidhuddin

Disarikan oleh Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

1. Alhamdulillahi rabbil alamin. Kita berjumpa lagi bersilaturrahim secara virtual dalam Kajian Tafsir ini, pada Ahad tanggal 11 Muharram 1442 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 30 Agustus 2020. Kita mulai dari membaca Ummul Kitab, Surat Al-Fatihah, dilanjutkan dengan Surat Shad Ayat 27-29. Artinya adalah, “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia (tanpa hikmah). Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat? Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat dan mau berfikir atau mendapat pelajaran.”

2. Untuk memperoleh keselamatan dan kesejahteran di muka bumi, Allah SWT menurunkan dua nikmat, yaitu pertama Al-Quran dan Sunnah, sebagai kurikulum kehidupan dan nikmat kedua adalah alam semesta. Al-Quran dan penjelasannya melalui Sunnah atau Hadist Rasulullah SAW merupakan manhajul haya’ atau kurikulum kehidupan. Sedangkan alam semesta, pohon dan lain-lainnya merupakan washilatul haya’ atau sarana dan prasarana kehidupan. Allah memberikan kepada kita kurikulum kehidupan berupa norma, akhlaq, etika kehidupan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama, dalam kerangka untuk membangun kehidupan yang baik, di tingkat pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa. Ketentuan-ketentuan moral, hukum, yang berlaku universal, mana yang dapat kita lakukan, dan mana saja yang tidak dapat kita lakukan. Misalnya, pada ayat yang lalu, Surat Shad ayat 26 bahwa setiap orang harus berlaku hadil, apalagi jika memang menjadi hakim atau pemutus perkara, baik di dalam pengadilan, maupun di luar pengadilan. Misalnya, seorang pemimpin harus berlaku adil. Keputusan adil adalah manhajul haya’ adalah kurikulum kehidupan.

3. Pada akhir setiap Khutbah Jumat, para khatib senantisa mengutip Al-Quran Surat An-Nahl ayat 90. “Innallaha ya’murukum bil ‘adli wal ihsan, wa ita-idzil kurba, way an-ha anil fahsya-i wal bahgy, yaidukum la’allaku tadzakkarun”. Ada 3 hal yang diperintahkan Allah SWT (menggunakan kata kerja fi’il mudhari’, maksudnya terus menerus atau berlaku kapan saja): yaitu: (1) Berlaku ‘adil kepada siapa saja. Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya untuk berlaku adil, bahkan kepada musuh sekalipun. (2) Berlaku baik (ihsan) kepada siapa saja secara maksimal. Ketika kita berlaku baik, optimalkanlah kebaikan itu. Ini bentuk optimalisasi kebaikan. Kita menjadi apa pun harus bekerja secara baik, bekerja optimal: Menjadi dosen, mengajar, jadilah dosen yang baik. Menjadi mahasiswa, jadilah mahasiswa yang baik, belajar dan mengerjakan tugas dengan baik. Menjadi karyawan dalam suatu perusahaan atau birokrasi, atau menjadi pejabat dll, kita memberikan pelauanan yang terbaik. Inilah etika atau akhalq dalam kurikulum kehidupan, dan (3) Menghubungkan kekerabatan, membangun tali silaturrahmi. Kerabat dekat agar menjadi lebih dekat. Kerabat jauh menjadi semakin dekat, bukan justeru sebaliknya, menjauh dengan kerabat. Allah SWT juga melarang 3 hal, yang menjadi sumber keburukan, yaitu (1) Berbuat jahat (fahsya’), seperti korupsi, membunuh, memfitnah, meng-ghibah, menjatuhkan orang, menggunting dalam lipatan dll, missal karena tidak senang kepada sesorang (2) Berbuat munkar, yang secara naluriah pun kita enggan melihat atau melakukannya, seperti makan barang haram, minum-minuman yang dilarang agama, melakukan perzinahan, dan (3) Berbuat baghy atau kedzaliman, atau lawan dari ‘adil. Dzalim itu adalah termasuk yang dilarang, baik secara individu, maupun secara bersama-sama. Kedzaliman itu akan menghadirkan kegelapan pada Hari Kiamat. Di alam kubur akan gelap sekali. Sudah ukurannya cuma 2 meter, masih gelap pula, dalam tanah. Kedzaliman dalam hal berbagai bidang kehidupan, dalam hukum, ekonomi. Penguasaan asset oleh sekelompok orang. Membiarkan kepalaran yang terjadi di tengah masyarakat. Itu semua dilarang oleh Allah. Agar kita semua mendapat pelajaran.

4. Hal yang kedua adalah washilatul haya, sarana dan prasarana kehidupan. Tidak satu pun ciptaan Allah ini yang tidak ada manfaatnya. Bahkan, Covid19 ini pun ada manfaatnya yang telah menyebar ke seantero global. Setidaknya tentang keimanan, misalnya menggambarkan kekuasaan dan keahuman Allah SWT. Bahwa Allah SWT Maha Menentukan, Maha Mengemdalikan Segalanya. Kita manusia hanya dapat berikhtiar, karena hal itu pun juga diperintahkan agama, yakni kerja-kerja secara insani. Ini merupakan tarbiyah ilahiyah, ini pendidikan dari Allah SWT. Semua ini untuk kepentingan kita semua, untuk meningkatkan ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Hikmah-nya pun banyak, bahwa kita hidup harus bersih, mencuci tangan secara teratur dan disiplin, makanan yang sehat dan halal. Ummat islam harus mengetahui ilmu dan pengetahuan tentang alam ini, tentang pohon, tentang air hujan, tentang cuaca yang berubah-ubah, atau tentang perubahan iklim yang lebih berjangka panjang dan tentang fenomena alam lain, sehingga keimanan kita kepada Allah SWT semakin meningkat.

5. Misalnya, dalam Al-Quran Surat Fushshilat Ayat 53-54. “ Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu”. Tanda-tanda kekuasaan Allah akan diperlihatkan di alam semesta, bahkan pada diri manusia. Semuanya itu akan dibuktikan bahwa hal itu benar. Bahwa Allah itu ada, bahwa Allah itu Wujud. Dia Maha Menyaksikan. Tugas kita sebagai khalifah itu membangun kesejahteraan, melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak menjadikan kita menjadi dzalim, menjadi takabur. Ketika kita mampu memanfaatkan washilatul haya’ sarana dan prasarana kehidupan ini mesti dilandasi etika atau akhlaq manhajul haya’ yang bersumber dari ajaran-ajaran agama Allah. Dalam ayat lain, misalnya Ar-Rum Ayat 20: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak”. Allah menundukkan kepentingan kalian, apa-apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Allah menyempurnakan nikmat-nikmatnya secara dzahir dan secara bathin. Tapi, sebagian manusia menggunakan washilatul haya’ untuk berbuat maksiat dan menentang Allah SWT, tanpa ilmu yang benar, tanpa petunjuk dari Allah, tanpa cahaya yang menerangi. Inilah yang sering menimbulkan kesesatan. Ilmuwan tapi tidak beriman atau tidak kenal dengan Allah. Dia hanya kenal dengan pengetahuan yang dimilikinya. Tidak jarang hal itu justeru menghasilkan kesesatan. Mereka disebut mufsidin, justeru menjadi perusak di muka bumi.

6. Di sinilah pentingnya, iman, ilmu dan amal shaleh. Jika tidak mampu mendasarkan ilmunya dengan iman, banyak orang berilmu justeru berbuat kerusakan. Mereka berbuat kerusakan di muka bumi. Bahkan Allah SWT membuat komparasi ekstrem. “Apakah Kami jadikan orang taqwa (muttaqin) seperti orang jahat (fujjar)?” Seharusnya tidak. Pilihan-pilihan ini diberikan Allah SWT secara terbuka kepada kita. Apakah kita akan menjadi muttaqin atau musfisidin. Kehidupan di muka bumi cuma sebentar, merupakan tempat untuk berbuat kebaikan, bukan sekadar tempat untuk menikmati kehidupan duniawi. Tapi, menjadi bagian dari ibadah kita pada Allah SWT. Semua itu adalah dalam Al-Quranul Karim. Baik yang berkaitan dengan manhajul haya’, maupun yang berkaitan dengan washilatul haya’. Orang mukmin seharusnya bersyukur karena telah memiliki Al-Quran. Membacanya saja secara rutin akan mendapatkan pahala, mempelajarinya juga mendapatkan pahala dan pencerahan selama hidup di dunia, apalagi kalau diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Quran itu menjadi imam, menjadi panutan selama hidup di dunia, dan bahkan selama di akhirat kelak, karena Al-Quran dapat menjadi penolong atau syafaat kelak di Hari Qiyamat. Ingat, doa yang diajarkan Rasulullah SWT, “Ya Allah berikan kepadaku rizqi untuk mampu membaca Al-Quran, sebagia siang dan sebagian malam”. Keluarga jangan sampai tidak kenal dengan Al-Quran, suami, isteri, anak-anak, mantu, semuanya. Upayakan untuk dekat dan biasa membaca Al-Quran. RUugi sekali hidup kita. Kita persiapkan generasi Al-Quran yang cerdas, karena memahami sarana-prasarana kehidupan (washilatul haya’), juga memahami etika kehidupan dan kurikulum kehidupa (manhajul haya’). Peradaban islam akan terbangun dengan generasi Al-Quran ini.

7. Al-Quran juga perlu menjadi bahan pelajaran bagi kelompok Ulul Albab, kelompok yang memiliki kecerdasan yang luar biasa. Misalnya yang sering dibaca dalam Surat Ali Imran, Ayat 190-191. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Kelompok cendekia atau Ulul Albab ini adalah orang-orang yang berfikir, orang yang berdzikir kepada Allah (dalam pengertian khusus: Membaca tahlil, tahmid dan takbir), bahkan dalam npengertian luas, memikirkan atau bekerja. Maha Suci Allah SWT yang menciptakan segalanya. Maka jagalah kami dari azab api neraka. Semoga kita dapat menjadi orang-orang yang mampu berfikir dan menjadi istiqamah. Mari kita akhiri dengan membaca do’a kifarat majelis. Subhanaka Allahumma wa bihamdikan, Asyhadu an la ilaha illa anta. Astaghiruka wa atubu ilaika. Silakan ditambahi dan disempurnaka oleh para jamaah, yang kebetulan tadi menyimak Ta’lim Bakda Subuh dari Professor Didin Hafidhuddin. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *