Sistem Pemilu Indonesia Menjegal Orang Baik Menjadi Presiden Dan Kepala Daerah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Sistem Pemilu Indonesia Menjegal Orang Baik Menjadi Presiden Dan Kepala Daerah

By Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial

Sistem kepemiluan di Indonesia tidak memungkinkan orang taqwa, shalih dan jujur menjadi pemimpin.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pasalnya, orang taqwa, shalih dan jujur tidak akan mau “membeli” dukungan partai sekalipun sudah berganti bahasa yang sangat indah tapi menipu. Politik tercederai oleh politik kotor dan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan.

Buah simalakama. Politik dengan sistem demokrasi kalau dijauhi dan ditinggalkan oleh orang baik akan melahirkan orang-orang tidak baik memimpin negeri ini. Sementara itu bila masuk dalam sistem demokrasi Indonesia penuh dengan intrik dan permainan kotor termasuk menjegal orang baik yang punya basis massa melalui UU kepemiluan.

Presidential threshold dan parliamentary threshold merupakan salahsatu upaya dari oligarki politik untuk menghalangi dan menjegal orang taqwa, shalih dan jujur yang punya basis massa untuk ikut kontestasi politik.

Belum apa-apa orang taqwa, shalih dan jujur sudah dijegal oleh double PT, Presidential threshold dan parliamentary threshold.

Akhirnya, muncul calon presiden, calon gubernur, calon bupati dan calon walikota yang didukung oleh oligarki politik yang telah mempunyai jaringan kuat di kekuasaan, uang dan media.

Hanya kandidat yang punya modal kuat yang dibacking mafia cukong yang bisa ikut kontestasi politik. Sementara orang baik tereliminasi oleh peraturan UU dan mafia taipan cukong yang bisa “membeli” hukum.

Sedangkan keimanan dan moral bukan lagi menjadi standar dalam pemilihan pemimpin.

Wajar bila Islam tidak menerima sistem demokrasi. Dalam demokrasi nilai ahli taqwa dengan ahli maksiat sama. Ahli tauhid dan musyrik sama. Orang yang menjaga kehormatan diri dengan orang yang menjual harga diri dinilai sama. One man one vote one value.

Padahal dalam Islam kedudukan ahli taqwa lebih tinggi dari ahli maksiat. Ahli tauhid tempatnya surga. Sementara orang musyrik kekal berada di neraka.

Parameter seorang pemimpin bukan lagi orang taqwa, shalih dan jujur tapi orang yang bejat dan cacat moral bisa menjadi pemimpin asal punya uang untuk “membeli” dukungan. Tidak ada yang gratis dalam dunia politik Indonesia hari ini. Wani piro.

Sementara orang taqwa, shalih dan jujur yang punya basis massa tereliminasi sebelum bertanding. Sistem kepemiluan tidak mengakomodasi orang taqwa, shalih dan jujur untuk menjadi pemimpin negara karena dijegal oleh UU Pemilu, UU Pilkada dan UU Partai Politik.

Inilah salah satu dampak terbesar dari ‘kudeta’ konstitusi oleh UUD 2002 terhadap UUD 1945. Kedaulatan ditangan rakyat berubah menjadi kedaulatan di tangan partai politik dan melahirkan UU yang membatasi hak warga negara untuk mencalonkan dan dicalonkan sebagai presiden, gubernur, walikota dan bupati.

Pada tataran inilah muncul upaya mengeleminir orang taqwa, jujur dan shalih untuk mencalonkan dan dicalonkan baik sebagai presiden, gubernur, walikota maupun bupati.

Sehingga menimbulkan perdebatan yang tidak tuntas hingga hari ini soal hak-hak warga negara untuk menjadi pemimpin nasional dan daerah.

Pada sisi lain orang-orang taqwa, shalih dan jujur makin terpental dari arena kompetisi politik karena politik kekinian sangat kotor, jorok dan menghalalkan segala cara.

Inilah PR terbesar umat Islam. Ketika produk hukum berupa UU manusia kedudukannya lebih tinggi dari produk hukum yang dibuat oleh Allah subhanahu wata’ala.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [QS. al-Mâ`idah:50].

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *