KAHMI Mendesak Pemerintah Bereskan Omnibus Law 3 Bulan

kahmi desak pemerintah selesaikan Omnibus law
Sekjen KAHMI Manimbang Kahariady
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id,- Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah Omnibus Law atau UU Cipta Kerja dalam waktu 3 bulan dengan mengeluarkan PP yang diperlukan. Peraturan Pemerintah itu harus mengakomodasi tuntutan publik yang disuarakan dalam berbagai unjuk rasa.

Demikian antara lain seruan KAHMI yang ditandatangani oleh Presidium Sigit Pamungkas dan Sekjen Manimbang Kahariady.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Dalam waktu 3 bulan semua peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan pelaksana dalam undang-undang ini harus sudah ada. Proses penyusunan tersebut harus dilakukan secara cermat sehingga tidak ada rumusan yang bermasalah yang berpotensi merugikan rakyat. Law and order harus ditegakkan dan menjamin adanya perlindungan dan kepastian hukum sesuai dengan amanat dan semangat konstitusi,” tulis siaran pers KAHMI.

KAHMI berpendapat bahwa respon dan aspirasi yang menolak RUU Cipta Kerja harus disikapi pemerintah dengan persuasif dan dialogis, bukan dengan represif dan memonopoli kebenaran dengan melakukan justifikasi (pembenaran) terhadap RUU Cipta Kerja. Pernyataan-pernyataan pemerintah atau para elit politik untuk lebih bijak (wisdom),menyejukkan dan tidak menimbulkan pernyataan yang konfrontatif, spekulatif, ketidakpastian dan tidak ada solusi.

Dikatakan bahwa sinkronisasi sejumlah pasal yang ditolak sebagian kelompok masyarakat menunjukkan bahwa ada permasalah dalam pasal-pasal tersebut. Pertentangan antar pasal harus dapat dipecahkan dengan melakukan harmonisasi antar undang-undang dan integrasi lembaga pelaksananya. Jika harmonisasi substansi tanpa harmonisasi kelembagaan, maka tidak akan menjadi penyelesaian masalah yang kredibel. Oleh karena itu, kebijakan deregulasi dan debirokratisasi harus dilaksanakan secara konsisten, terukur dan otentik.

“Harus ada kemudahan mengakses dokumen resmi UU, agar tidak menimbulkan kecurigaan bahwa ada yang disembunyikan dari isi UU tersebut.  Akses naskah RUU yang resmi merupakan inti masalah dan telah menimbulkan masalah baru, yang kontra produktif karena banyak beredar narasi hoax dan membingungkan masyarakat. Hal ini tidak sejalan dengan UU KIP yang pada dasarnya menjamin hak publik untuk mengakses dan mendapatkan informasi yang benar dari Badan Publik. Kewajiban Pemerintah dan DPR adalah memastikan bahwa rakyat tetap well informed dengan kebijakan yang ditetapkan.” Demikian KAHMI (fur).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *