Halim Mubin yang Tidak Pernah Mati

Halim Mubin yang Tidak Pernah Mati
Prof Halim Mubin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Prof. Dr. H. Hamdan Juhannis, Ph. D. Rektor UIN Alaudin Makassar

Hajinews – Pernah menonton  ‘the Old Guard’, film persembahan netflix yang bercerita tentang sekelompok prajurit yang tidak bisa mati? Bukan hanya tidak bisa mati, tapi penampilan mereka tetap awet muda. Mereka tersiksa dengan usia panjang karena generasi datang silih berganti, tetapi mereka tetap hidup dalam keadaan yang terisolasi. Namun misi kehidupan mereka jelas, memanfaatkan keabadian untuk memberantas kejahatan yang karena usia panjanganya memahami akar sejarah kejahatan itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Prof. Halim Mubin bukanlah  ibarat ‘the Old Guard‘, karena itu hanya cerita fantasi film, sangat jelas bahwa tidak ada keabadian kehidupan, yang abadi adalah ketidakabadian. Namun dari sisi usia dan pengabdian, Prof. Halim ibarat ‘the Old Guard’ dalam pemaknaan umum. Prof. Halim baru saja menutup buku kehidupannya di usia yang memasuki 80 tahun, batasan usia yang diyakini sebagai bonus melimpah dari rata-rata harapan hidup banyak orang.

Prof. Halim

dikenal sebagai sosok dengan beragam wajah yang paripurna. Semua mengenal jiwa totalitasnya dari ragam wajah itu. Semua yang mengenal Prof. Halim, pasti mengenalnya sebagai seorang aktivis sejati. Prof Halim tidak pernah berpisah dengan aktivisme sampai akhir hayatnya. Kerentahannya justeru menjadi keunikan dari aktivismenya. Prof Halim tidak mengenal ‘gantung sarung’ untuk urusan aktivisme.

Semua yang mengenal Prof. Halim pasti mengenalnya sebagai seorang pemikir. Pemikirannya tidak pernah lelah untuk berkeliaran yang berasal dari tubuh Prof. Halim yang memang tidak pernah capek untuk mendendangkan ragam pikir. Ada yang menarik dan ada yang sangat menarik. Ada yang tidak masuk akal atau sangat tidak masuk akal. Tapi itulah ciri totalitas pemikirannya yang selalu menyentak dan membuat kening berkerut yang dirangkainya dalam tulisan yang terstruktur berupa buku.  Prof Halim berhasil mengisi tempat tersendiri dalam jagat perdebatan teologis yang sebenarnya bukan basis keilmuannya. Tapi itulah efek dari jiwa totalitasnya. Bahkan penikmat kajian tentang eskatologis, hampir pasti pernah mendengar diskursus ‘Iblis masuk Surga’ atau ‘kiamat biasa diprediksi’. Bagi yang ingin mendalami pemikiran kentroversial beliau tentang eskatologis kehidupan, silakan menghubungi saya. Saya menyimpan dengan rapi semua karya buku-buku keagamaan Prof. Halim. Pemikiran kontemporer Prof. Halim tampaknya disebar melalui medsos dalam bentuk sentilan-sentilan di WA, yang tidak pernah jauh dari ciri ‘kritisisme menyimpang’ beliau, termasuk mungkin saya yang tidak selalu sependapat dengan pandangan-pandangan politik beliau.

Juga semua yang mengenal Prof. Halim Mubin pasti mengetahui bahwa beliau adalah dokter pentolan. Beliau adalah dokter spesialis senior yang berhasil jadi professor senior. Beliau dikenal sebagai ‘maha guru’ ilmu penyakit dalam di kota Makassar. Ada teman dekat yang awam dengan medis  pernah bercerita kalau Prof. Halim bisa dengan cepat menandai penyakit yang tekait dengan gejala demam, dengan cara hanya memegang bagian badan orang itu. Saya yang juga awam dengan ilmu medis merespon dengan mengatakan itulah buah dari kesejatian seorang profesional. Saya kembali pada diri saya yang bisa menandai apakah sebuah telur itu baru atau tidak dengan hanya menggenggam telur itu karena itu saya lakoni bertahun-tahun di kampung , mengambil telur ayam dari petarangan atau memungut telur bebek yang sering berada di antara rerumputan.

Banyak kesedihan seiring dengan kepergian Prof. Halim.

Saya khususnya yang banyak terlibat dalam interaksi sporadis dengan beliau. Termasuk kiriman pertanyaan-pertanyaan yang berbau ideologis dan teologis yang hampir semuanya tidak bisa saya jawab. Saya beruntung pernah menerima Prof. Halim dua bulanan yang lalu, tampak sudah tertatih dengan tongkatnya, tapi semangat apresiatifnya tidak pernah pudar. Sebelum beliau melanjutkan sapaannya, sempat meneteskan airmata kebahagiaan tentang prototipe sebuah universitas Islam yang beliau impian. Beliau dengan terbatah-batah menyampaikan apresiasinya bahwa ikhtiar itu ada di depan mata; rimbunan pepohonan saat memasuki gerbang, penyapaan warga kampus yang ramah, lift yang bersih dan ruang kerja yang tertata. Masih banyak yang beliau tuturkan tapi anggaplah semua itu sebagai cambuk untuk semakin berbenah.

Prof Halim Mubin betul bukanlah ‘the Old Guard’ yang tidak bisa mati. Tapi Prof. Halim berpulang dengan ketenangan hakiki. Saat ‘the Old Guard’ mengalami alienasi kehidupan dengan siksaan peradaban yang silih berganti, Prof. Halim akan menjadi tautan jiwa para generasi yang meninggalkan jejak ‘oase’ dari seluruh totalitas yang dipersembahkan. Selamat jalan wahai Guru Besar Kehidupan!

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *